Adven 1/2013
Pelatihan di NASA untuk
penerbangan ke dan mengitari bulan super ketat dan cermat. Para calon astronot
telah menjalani simulasi untuk setiap tahapan penerbangan itu, baik dalam hal
jangka waktu maupun kegiatan sehari-hari yang akan dikerjakan, sampai orang
boleh mengatakan bahwa mereka “telah pergi ke bulan dan kembali lagi” meskipun
masih berada di bumi!
Sesungguhnyalah, begitu ketat
dan cermatnya pelatihan itu sehingga Edgar Michell hampir tidak merasakan takut
atau apa pun ketika mereka tinggal landas, karena segalanya sudah begitu akrab
dan “normal”, ia sudah terbiasa dengan itu! Rasa tidak asing ini berlanjut
selama dalam perjalanan menuju bulan, segala sesuatunya berjalan dengan lancar,
sesuai dengan jadwal, dan para awak itu sampai merasa hampir seperti robot. Kini
tibalah saatnya, mereka harus memasuki area “sisi gelap bulan.” Ini pun,
seperti semua yang lain, telah dilatih berulang-ulang. Menurut rencana,
perjalanan itu hanya akan memakan waktu sekitar satu jam. Satu hal yang mereka
ketahui tentang keberadaan mereka di sisi gelap bulan adalah bahwa untuk
pertama kalinya selama perjalanan itu, mereka tidak dapat memandang bumi, dan
tidak ada gelombang radio atau televisi yang mampu menembus bulan atau
mengambil jalan melingkar. Para astronot itu akan kehilangan komunikasi secara
total dengan bumi!
Menurut Edgar Mitchell, mereka
masih merasa baik-baik saja sampai lima menit pertama di sisi gelap itu, tetapi
apa yang terjadi setelah itu? Simulasi pelatihan yang pernah mereka jalani
pelan-pelan mulai kehilangan pengaruh. Edgar mulai merasa khawatir, takut, dan
khayalnya mulai mengganggu. Ia mulai memikirkan bumi, lebih dari pada
sebelumnya – memikirkan istri dan anak-anaknya dan tempat-tempat pertemuan
mereka - juga berubahnya warna-warni
ketika musim-musim silih berganti.
Sementara imajinasinya
berkembang, waktu mulai teras lama, seperti ketika Anda menunggu seseorang yang
Anda sayangi yang datang terlambat. Akan tetapi kali ini tidak hanya satu atau
dua orang yang sedang ditunggu oleh Mitchell. Mereka adalah semua orang dan
segala sesuatu yang disayanginya. Ia mulai cemas tentang kemungkinan adanya
pengaruh aneh akibat berada di sisi gelap bulan, juga tentang kemungkinan ia
dan kawan-kawannya terperangkap selamanya dalam kegelapan abadi. Dalam
laporannya, Edgar Mitchell menyatakan bahwa menit-menit mulai terasa seperti
berhari-hari, waktu di balik bulan menjadi sebuah keabadian.
Setelah seperti berabad-abad
menunggu, akhirnya mereka berada kembali di sisi bulan yang lain. Mereka dapat
memandang bumi kembali. Akan tetapi bumi yang sekarang tidak seperti yang
pernah ada dalam bayangannya. Dahulu bumi seperti sebuah planet raksasa tempat
rumah dan keluarganya berada. Sedangkan yang tampak olehnya sekarang hanyalah
sebuah planet biru yang sangat mungil, mengapung di ruang gelap yang sangat
luas. Di sekelilingnya semacam selimut tipis berwarna putih, yang tidak lain
adalah atmosfir kita. Edgar Mitchell merasa bahwa seakan-akan ia dapat
mengulurkan tangannya, menjentik bumi, seperti menjentik sebutir mutiara yang
mungil.
Kesadaran yang datang secara
tiba-tiba tentang betapa rapuhnya bumi tempat tinggal kita di tengah jagat raya
yang dasyat dan perkasa, langsung mengubah paradigma dalam diri Edgar Mitchell.
Setibanya lagi di bumi, ia merasakan kasih dan kepedulian yang jauh lebih besar
kepada semua makhluk, bahkan memutuskan akan mengabdikan sisa hidupnya untuk
membantu melindungi planet unik dan indah yang sangat rapuh ini. (sumber: Tony
Buzan, The Powerof Spiritual Intelligence)
Kisah Edgar Mitchell sebagai
astronot yang mengitari sisi gelap bulan barang kali tidak ada kaitannya dengan
Adven sebagai awal dari kalender tahun gerewi. Namun, spiritual di balik
perjalanan itu buat saya sarat dengan nilai-nilai spiritual Adven itu. Secara
umum kita mengenal Adven sebagai sebuah periode waktu dalam kalender gereja di
mana kita bersiap diri untuk menyambut dan merayakan kedatangan Kristus. Menyambut
Natal! Menyambut bayi mungil Yesus yang lahir di kandang domba. Namun, bukankah kelahiran-Nya telah terjadi dan
merupakan bagian masa lalu? Benar! Kedatangan-Nya yang pertama telah berlalu
tetapi tidak berarti semua orang telah menyambut Dia di dalam hatinya. Maka
momen Adven adalah saat yag tepat untuk kita berbenah diri; apakah Yesus yang
telah lahir di Betlehem itu lahir juga dalam hati kita? Adven juga mempunyai
makna buat kita menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus yang
kemudian, di mana Dia datang bukan lagi sebagai bayi Natal, melainkan datang
sebagai hakim Agung yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati!
Kembali ke kisah Edgar
Mitchell. Ia menjalani pelatihan super
ketat dan cermat sebelum ia diijinkan terbang mengitari bulan. Saking cermat
dan ketatnya pelatihan itu, Edgar Mitchell telah merasa aman, nyaman dan
terbiasa. Namun, apa yang terjadi ketika ia dan krunya memasuki area sisi gelap
bulan? Cemas dan takut menguasai mereka. Mereka takut ditelan sisi gelap bulan
dan tidak pernah kembli lagi ke bumi! Mereka yang sudah bersiap diri toh
pada akhirnya mengalami ketakutan luar biasa. Apa jadinya jika persiapan
dan pelatihan itu dikerjakan dengan asal-asalan atau tidak pernah melakukan
persiapan sama sekali?
Sekarang, persiapan atau
pelatihan seperti apa yang telah kita
lakukan dalam menyambut Sang Hakim Agung itu? Kedatangan Kristus sebagai Hakim
Agung tidak pernah dapat diprediksi. Kedatangan-Nya pasti lebih dasyat dari apa
yang dialami Edgar Mitchell dan teman-temannya di area sisi gelap bulan.
Kedatangan Sang Hakim Agung itu seperti datangnya air bah pada jaman Nuh,
kedatangan Kristus yang kedua tidak pernah dapat diduga (Matius 24:37-39).
Seperti dua orang di ladang, kedatangan Tuhan itu tiba-tiba dan mengejutkan,
karena membawa yang satu dan meninggalkan yang lain (Matius 24:40). Seperti dua
orang yang mempersiapkan makanan, kedatangan Tuhan itu tiba-tiba dan
mengejutkan karena mengakibatkan keterpisahan keduanya, yang satu dibawa dan
yang lain ditinggalkan (Matius 24:41). Karena saat yang pasti dari kedatangan
Kristus itu tidak dapat diketahui, maka satu-satunya jalan yang terbaik adalah
menyiapkan diri dengan berjaga-jaga (Matius 24:44). Bentuk terbaik dari sikap
berjaga-jaga adalah mengerjakan semua perintah dan kehendak-Nya dengan setia
seolah-olah besok Tuhan akan datang segera (Matius 24:45-46).
Edgar Mitchell membutuhkan
persiapan untuk terbang ke bulan. Mestinya, kita pun menyiapkan diri untuk
terus berlatih melakukan kehendak-Nya itu setiap hari hingga terbiasa tiba pada
kesadaran Tuhan benar-benar “hadir” di sini, di tengah kita. Kesadaran akan
kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita, mau tak mau akan membuat kita berubah.
Ketika Nabi Yesaya merefleksikan bahwa TUHAN hadir di tengah-tengah umat-Nya,
maka segala bangsa akan datang kepada-Nya, mereka bersedia mendengar dan
melakukan kehendak-Nya (Yesaya 2:1-5). Lalu, perubahan itu akan sangat nyata
melalui semangat untuk berhenti saling memusnahkan, yang diganti dengan saling
menyejahterakan, “...maka mereka akan
menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau
pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka
tidak akan lagi belajar perang...” (ay.4).
Pengalaman Edgar Mitchell pun membuahkan pembaruan
dalam cara pandangnya terhadap planet bumi ini. Kini ia semakin mencintai bumi
dan orang-orang yang ada di dalamnya serta bertekad memelihara dan menjaga bumi
ini. Pemahaman Adven sebagai masa penantian pun mestinya mengubah prilaku kita.
Kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung kesiapan dalam menyambut kedatangan
Tuhan seharusnya ditinggalkan dan diubah menjadi kebiasaan-kebiasaan baik. Paulus
mengatakan itulah hidup baru; cara pandang baru. Perubahan itu nyata, bukan
teori ketika kita tidak lagi hidup semaunya, egois dan mengejar kenikmatan
untuk diri sendiri (pesta pora, mabuk-mabukan dan mengumbar hawa nafsu), tidak
lagi mengutamakan kepentingan diri sendiri dan senang berselisih dangan orang
lain (Roma 13:13,14). Sebaliknya, hidup dengan sopan, berani berjuang melawan
kegelapan dan mengenakan Kristus (artinya; memakai nilai-nilai yang diajarkan
Kristus dalam hidup sehari-hari). Nah, bagaimana dengan persiapan kita
menyambut kedatangan Tuhan? Ternyata tidaklah cukup hanya dengan menyiapkan
pohon Natal beserta ornamennya, atau baju baru. Ada yang lebih penting, yaitu
pembaruan hati dan akal budi kita. Mari siapkan diri kita sebaik-baiknya seolah
Tuhan akan datang esok hari! Selamat memasuki masa Adven!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar