Jumat, 18 Oktober 2013

GIGIH BERJUANG WALAU BEBAN MENINDIH


Harland Sanders lahir 9 September 1890 di Henryville, Indiana, Amerika Serikat. Masa kecil dilewati dengan berat. Pada usia 6 tahun ayahnya meninggal dan ibunya sudah tidak mampu lagi bekerja menghasilkan uang untuk sebuah kehidupan layak. Sanders muda harus rela meninggalkan keceriaan sebagaimanan lazim anak-anak sebayanya. Ia harus merawat adiknya yang berusia tiga tahun. Sanders harus memasak, menyajikan makanan untuk keluarganya. Pada usia 10 tahun, untuk pertama kalinya ia bekerja dan mendapat penghasilan 2 dollar sebulan. Menginjak usianya yang ke-12 tahun, sang ibu memutuskan untuk menikah lagi. Tidak nyaman dengan kondisi ini, Sanders memutuskan keluar rumah dan bekerja di sebuah ladang pertanian di kawasan Greenwood, Indiana. Selanjutnya selama beberapa tahun Sanders berganti-ganti pekerjaan. Mulai dari tukang parkir, tentara, anggota pemadam kebakaran, montir mobil, pengacara dan juru masak hingga akhirnya leukimia merenggut nyawanya pada usia 90 tahun.   


Siapa dan bagaimana riwayat hidup Harland Sanders? Pastilah tidak sebanyak orang mengenal dan merasakan kelezatan masakan hasil resep buah tangannya. Dialah pendiri Kentucy Fried Chiken (KFC) restoran cepat saji! Konon lebih dari satu miliar ayam goreng tersaji setiap tahunnya. Sampai 2005 KFC hadir di 92 negara dan mempekerjakan 750 ribu orang. Untuk mencapai kondisi seperti sekarang, Sanders harus berjuang dengan gigih. Jatuh bangun bersama sang istri, lebih dari 1000 restoran menolak resep yang ditawarkannya dan barulah restoran ke-1008 akhirnya resep ayam goreng dengan teknik memasak yang telah diupayakannya selama 9 tahun diterima. Saat itulah bisnisnya terus berkembang. Dengan kegigihannya itu, wajarlah kalau akhirnya Sanders diberi pangkat Kolonel pada tahun 1949 atas jasanya untuk wilayah Kentucky dan sering dijuluki sebagai seoarang pebisnis ulet dan gigih!


Seorang yang gigih pastilah punya prinsip dan tujuan hidup yang jelas. Orang-orang seperti itu menjadi pekerja keras, rela hidup prihatin, tidak memandang diri sebagai korban keadaan. Orang-orang ini akan melihat secercah harapan di tengah kepekatan hidup sekali pun. Mengapa banyak orang tidak dapat  melihat harapan itu lalu menikmati apa yang menjadi mimpinya? Karena mereka berhenti dalam angan, tidak yakin pada kemampuan diri dan mudah menyerah. Dalam kehidupan iman kita sering melupakan aspek kegigihan. Seorang yang gigih dalam imannya, pastilah ditunjukkan dengan tekadnya untuk membuktikan bahwa yang dipercayainya itu dapat diandalkan dalam mengatasi kesulitan hidup. Doa merupakan salah satu bukti kegigihan seseorang dalam berharap kepada Tuhannya.


Dalam Injil Lukas 18 :1-8, Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang janda miskin yang dengan gigih memperjuangkan perkaranya. Janda yang disebutkan dalam perumpamaan Yesus itu merupakan simbol dari orang-orang lemah dan tertindas. Namun, karena kegigihannya merajuk sang hakim, akhirnya sang janda bisa memperoleh keadilan sebagaimana yang diinginkannya. Perumpamaan ini sangat mungkin terjadi dalam realita sesungguhnya. Jika hakim yang lalim saja bisa tersentuh oleh kegigihan si janda, apalagi Allah yang Mahaadil dan penuh kasih. Hakim itu mengabulkan perkara si janda oleh karena ia tidak lagi “diganggu” oleh si janda itu.Sementara Allah mendengarkan permohonan umat-Nya, oleh karena Dia sebagai Bapa mencintai anak-anak-Nya. Hakim lalim itu bertintak dengan mengingat kepentingan sendiri yang tidak mau terusik sedangkan Allah bertindak demi kepentingan umat-Nya.


Perumpamaan Yesus ini diawali dengan pernyataan supaya setiap pendengarnya selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Pertanyaanya, haruskah umat Allah itu berdoa terus-menerus seperti anak kecil merengek minta mainan? Lalu, apakah Allah sengaja mengulur-ngulur waktu untuk memenuhi permintaan si pendoa dan menikmati rengekan itu? Tentu saja tidak, sebab Allah bukanlah seperti hakim yang lalim itu. Ketekunan di dalam doa menunjukkan bahwa si pendoa benar-benar berharap kepada kuasa Tuhan. Ketekunan dalam doa itu adalah gambaran kegigihan dari si pendoa. Hal  Itu juga berarti menunjukkan keseriusan. Pada pihak lain, si pendoa sedang membangun hubungan intim dengan Tuhannya. Dengan demikian mengasah kepekaan terhadap kehendak Tuhan. Jika kemudian setelah sekian lama tekun dalam doa dan Tuhan menjawab doa itu, kita tidak boleh mengatakan bahwa karena kita merengek seperti si janda merengek kepada hakim yang lali itu lalu luluhlah hati sang hakim, demikian juga hati Tuhan terus luluh dan mengabulkan permohonan kita. Bukan, bukan begitu! Tuhan tidak dalam posisi kalah. Di sinilah kita memaknai bahwa Tuhan menjawab doa kita seturut dengan waktu dan kehendak-Nya yang terbaik untuk kita.


Allah memberi dan menjawab bukan berarti Allah dikalahkan oleh upaya manusia. Allah bebas menentukan segala. Ada kisah lain dalam Alkitab yang sering disalahtafsirkan. Kisah itu tentang pergulatan Yakub dengan Allah di sungai Yabok. Kejadian 32:22-25 menceritakan, “Pada malam itu Yakub bangun dan ia membawa kedua isterinya, kedua budaknya perempuan dan kesebelas anaknya, dan menyeberang di tempat penyeberangan Yabok. Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya. Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu.” Siapa yang bergulat dengan Yakub? Bisa saja Yakub mengira yang sedang dihadapi dalam kegelapan itu adalah orang utusan kakaknya atau bahkan Esau sendiri yang sakit hati karena tipu dayanya. Namun, ternyata yang bergulat dengannya adalah Allah sendiri yang mengambil rupa manusia. Hosea 12:5 menyebut bahwa yang bergumul dengan Yakub itu adalah malaikat. Siapa pun yang dihadapi Yakub adalah Allah. Namun, yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana mungkin mahluk ilahi yang mewakili eksistensi Allah bisa dikalahkan oleh manusia?


Ketika kita hidup dalam budaya “menang-kalah”, artinya kalau ada yang menang pasti ada yang dikalahkan maka ketika Kej.32 ayat 28 yang mengatakan, “....,sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.” akan dibaca Yakub menang berarti Allah kalah! Mari kita telusuri sebelum terjadinya pergulatan itu. Sebelum peristiwa itu terjadi, Yakub sempat berdoa kepada Allah dan meminta supaya Allah menghindarkan dirinya dari Esau (Kej 32:9-12). Ketakutan terhadap sang kakak yang telah ia tipu tidak dapat disembunyikan dalam doanya itu, “Lepaskanlah kiranya aku dari tangan kakakku, dari tangan Esau, sebab aku takut kepadanya, jangan-jangan ia datang membunuh aku, juga ibu-ibu dengan anaknya.” (Kej.32:11). Doa itu ternyata tidak sia-sia, Allah menjawab dengan kehadiran-Nya dalam wujud manusia yang bergulat dengannya sampai fajar menyingsing. Kemengan Yakub bukan berarti kekalah Allah. Melainkan kemenangan atas dirinya sendiri yang mau kembali kepada jalan yang dikehendaki-Nya. Bukan menjadi manusia yang dikuasai oleh ketakutan karena kesalahan masa lalu yang tidak berani diselesaikan. Sebelumnya, Yakub tinggal di luar kehendak Allah selama lebih dari 20 tahun. Allah pernah menampakkan diri di Betel namun Yakub tidak merespon dengan baik. Selama bertahun-tahun Yakub hidup dalam pelarian di Haran, bekerja untuk Laban.  Bisa dibayangkan hidup dalam suasana seperti itu pastilah jauh dari damai sejahtera. Pergulatan semalam suntuk itulah yang kemudian mengakhiri ketiadaan damai sejahtera itu. Yakub menang bukan berarti Allah kalah! Yakub memenang masa depannya karena ia berusaha keras, ia gigih bertarung sampai fajar menyingsing!


Tidak ada keberhasilan tanpa kegigihan mengupayakannya. Itulah pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah janda miskin yang memohon keadilan dan pergulatan Yakub di sungai Yabok. Sayangnya kini kita hidup juga dalam budaya instan. Maunya serba mudah dan cepat dalam segala hal termasuk dalam beriman. Kalau bisa katekisasi dipersingkat atau ditiadakan, yang pentingkan percaya! Kalau bisa ibadah-ibadah Minggu jangan panjang-panjang. Gak usah pake leksionari, terlalu lama dan membosankan, dan lain sebagainya. Padahal Allah dalam firmannya banyak mengingatkan kita untuk hidup dalam ketekunan, kegigihan dalam memperjuangkan kebenaran dan iman. Mengapa? Ya, karena dengan cara itulah kita dapat bertahan menghadapi berbagai godaan, tantangan dan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya.


Timotius dapat bertahan di tengah banyaknya ajaran-ajaran palsu, takhyul-takhyul, gaya hidup hedonisme dan penganiayaan oleh karena ia menerima tempaan sejak dari kecil. Keluarganya, terutama peran sang  nenek, Lois dan Eunike ibunya (2 Tim.1:5; 3:15) yang kemudian memampukan Timotius menghadapi realita kehidupan. Tidak ada yang intans untuk menghadapi tantangan hidup! Allah menginginkan kita untuk tidak menghidari persoalan lalu melarikan diri. Ia menginginkan kita menghadapi dan memenangkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar