Tarik ulur harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) tidak dapat dipungkiri telah meresahkan masyarakat. Belum lagi
naik, harga kebutuhan yang lain sudah meroket. Di sana-sini BBM subsidi sudah
menghilang dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), kalau pun ada
antriannya begitu panjang dan sudah berganti harga. Spekulan memanfaatkan momen
ini dengan berusaha menimbun BBM bersubsidi. Di sisi lain, pemerintah terkesan
gamang menentukan harga BBM ini. Sebentar ada wacana BBM akan diberlakukan
dengan dua harga. Ada harga untuk masyarakat “kecil”, yakni kendaraan umum dan
sepeda motor. Untuk kalangan ini harga BBM tidak akan mangalami kenaikan. Harga
baru akan diterapkan untuk kalangan masyarakat yang dianggap mampu. Mereka
tidak bisa mengonsumsi BBM dengan harga untuk kalangan miskin. Belakangan wacana
ini pun batal. Alasannya, pemerintah mendengar aspirasi dari rakyat! Itu kata
Menteri ESDM, Jero Wacik. Kini, menteri yang sama menebarkan wacana lain, bahwa
kenaikan itu akan terjadi, tidak ada lagi pembedaan antara harga untuk si
miskin dan si kaya, semua akan naik!
Harga BBM naik adalah sebuah
keniscayaan. Subsidi untuk BBM setiap tahunnya terus meningkat, pada gilirannya
hal ini akan menggerogoti Anggaran Belanja Negara. Selain itu memang ada
benarnya bahwa subsidi yang digelontorkan oleh pemerintah dinikmati oleh
sebagian besar kalangan kelas menengah ke atas. Mereka yang punya perusahaan dan
kendaraan. Namun, jika harga itu dinaikkan tetap saja berimbas kepada
masyarakat menengah ke bawah. Kita sepakat jika harga BBM naik merupakan
keniscayaan, namun mengapa hal ini dipersoalkan? Ya, alasannya sederhana. Momen
kenaikan harga BBM dipandang sebagai isu “seksi” bagi para politikus yang bukan
negarawan. Bagi pemegang kekuasaan, inilah momen yang tepat menjelang PEMILU. Harga
BBM dinaikkan, kemudian ada konpensasi. Konpensasi itu berupa subsidi-subsidi
dan dana-dana jaring pengaman. Anggaran-anggaran konpensasi dan subsidi seperti
ini sudah menjadi rahasia umum dapat disulap sebagai “pencitraan” bahwa
penguasa berpihak kepada “wong cilik”! Kemurahan hati seperti ini merupakan
investasi untuk meraup suara di pemilu yang akan datang!
Sedangkan bagi lawan-lawan
politik yang sedang berkuasa, momen kenaikan harga BBM akan digunakan untuk
menunjukkan bahwa mereka berpihak kepada masyarakat kecil. Betulkah, tujuannya
semulia itu? Jika dikritisi, belum tentu juga kalau mereka berhasil berkuasa
akan dapat menahan harga BBM supaya tidak naik. Hampir semua presiden dalam
masa berkuasannya telah menaikkan harga BBM.
Kini “lampu sorot” tertuju
pada orang nomor satu di negeri ini. Banyak yang “kecele”, di akhir April lalu.
Pasalnya banyak orang menantikan sang
presiden akan mengumumkan kenaikan harga BBM, setidaknya itu yang diungkapkan
oleh Menteri ESDM Jero Wacik dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Ketua Bappenas, Armida Alisjahbana (29/4) namun, nyatanya berita itu tidak
benar. Pihak istana, melalui juru bicara presiden membantah berita itu! Jadi,
tidaklah salah kalau rakyat melihat penguasa sedang gamang atau galau bahkan plintat-plintut dalam menentukan harga
BBM. Tidak bisa disalahkan juga kalau akhirnya muncul spekulasi-spekulasi
politik. Politik pencitraan yang melekat pada pemerintah sekarang sulit untuk
terelakkan!
Lantas banyak orang bertanya,
bukankah kali ini jabatan sang presiden adalah untuk yang terakhir karena sudah
dua periode? Seharusnya tidak ada gunannya lagi membangun pencitraan. Kini tinggal
all-out, membuktikan komitmen dan
janji politiknya semasa pemilu dulu. Benar, saat ini sang presiden tidak akan
naik lagi ke tampuk kekuasaan. Namun, setidaknya ia harus mewariskan
kepemimpinan kepada orang-orang yang dapat dipercayainya. Agar apa yang sudah “ditanamnya”
dahulu tidak “dicabut” orang kemudian hari. Untuk itu pencitraan tetap
dibutuhkan dan untuk menjamin rasa aman itu bagaimana pun partainya harus
menang dalam pemilu yang akan datang. Oleh karena itu ia rela turun dari ketua
tinggi menjadi ketua umum di partainya.
Dalam panggung politik kita
dapat belajar tentang kepentingan dan kekuasaan. Apa pun akan dimainkan demi
mempertahankan, memperpanjang dan memperluas kekuasaan. Berbeda dengan
negarawan sejati, ia akan mewariskan bukan polemik kekuasaan dan kekuatiran
namun berkat bagi negerinya. Ambilah contoh seorang Mahatma Gandhi atau Nelson
Mandela. Mereka dikenal sebagai pemimpin yang meletakkan dasar dan karakter
bangsa: anti kekerasan (Gandhi) dan semangat rekonsiliasi / perdamaian
(Mandela). Dunia mengapresiasi warisannya. Peninggalan mereka adalah berkat
bagi dunia. Masih banyak lagi para pemimpin negarawan yang tidak mengamankan
aset-asetnya, melainkan menjadi suluh bagi bangsanya bahkan bagi dunia ini.
Memberi berkat bagi dunia
itulah yang dilakukan Yesus. Selama tiga tahun lebih Ia tinggal bersama dengan
para murid-Nya. Para murid diajarkan tentang cinta kasih, pengampunan dan
ibadah yang benar. Ketika para murid kocar-kacir karena kematiaan-Nya, Ia hadir
kembali menghimpunkan mereka yang tercecer. Empat puluh hari Yesus secara
berulang menguatkan kembali mereka. Memperlihatkan dengan kasat mata bahwa
kematian bukan segala-galanya. Kematian telah Ia kalahkan. Mereka melihat Yesus
yang bangkit! Kini, para murid melihat dengan jelas visi dan misi Kristus itu.
Bukan untuk melanggengkan “partai” Yesus atau memelihara kesinambungan
aset-aset Yesus, karena Yesus tidak punya aset seperti yang didambakan oleh
manusia yang rakus. Melainkan mendatangkan syalom bagi dunia ini! Itu Misi-Nya
di dunia ini!
Kini, saatnya sudah cukup bagi
Yesus untuk mempercayakan tugas pemawartaan ini kepada para murid. Ia tidak
mewariskan harta dan kuasa yang membuat risau dan diperebutkan manusia. Kini,
Ia harus benar-benar undur secara fisik untuk kembali ke asal, kembali kepada
Bapa! Kini para murid tidak lagi tergantung pada “darah dan daging”, Yesus yang
kelihatan hadir bersama-sama mereka. Kini mereka menghayati bahwa Sang Pemimpin
mereka, Yesus tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Spirit, Roh Kristus itulah
yang mewarnai gerakan para murid. Roh Yesus ada di hati mereka. Roh itulah yang
menggerakan seluruh olah daya mereka di dunia. Itulah warisan tak ternilai di mana
visi, misi Sang Guru dihayati dan dihidupkan kembali oleh banyak orang.
Bagi para murid kenaikan Yesus
ke sorga merupakan awal sebuah karya. Ternyata mereka dipercaya mengemban tugas
menjadi saksi dari Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi!
(Kisah Rasul 1:8). Tugas yang tidak ringan, namun mereka yakin bahwa Tuhan
mereka yang kini naik ke sorga akan tetap memelihara dan menyertai. Tuhan sudah
mempercayakan tugas kesaksian kepada mereka. Mereka meneruskan apa yang telah
dilakukan Yesus. Meneruskan bukan hanya melalui perkataan belaka melainkan
tepat seperti yang Yesus sudah lakukan.
Kini Yesus pun mempercayakan tugas-tugas itu kepada
Anda dan saya. Tidak hanya sekedar mewartakan dalam bentuk tutur kata dan
wacana. Ia ingin kita hidup, berpikir dan berkarya seperti Dia dahulu hidup,
berpikir dan berkarya hingga kabar sukacita sampai ke ujung-ujung bumi! Untuk
tugas itu Tuhan sudah membekali dengan berkat-Nya: Ia memberikan Roh Kudus! Roh
yang selalu hadir menemani dan menolong kita, kini berkat itu harus kita disalurkan
kepada semua orang. Selamat hari
Kenaikan Yesus ke Sorga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar