Jumat, 03 Mei 2013

KETAATAN SEBAGAI BENTUK KASIH

Miris rasanya menyaksikan begitu banyak tindakan penyelewengan di negeri ini. Ada jendral polisi yang seharusnya menjadi panutan dan pengayom dalam memberantas kejahatan, eh malah masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) alias buronan. Dalam pembelaannya, sang jenderal berkilah bahwa ia sedang menegakan hukum!  Adi Andojo Soetjipto, mantan hakim agung, rupanya tidak tahan dengan ulah sang jenderal bintang tiga ini. Ia menyesalkan tindakan sang jenderal ini. Sulit baginya untuk mengerti kalau ada seorang ahli hukum kemudian mencari celah untuk melanggar esensi hukum itu sendiri. Adi menutup tulisannya bahwa tindakan sang jenderal dan pembelanya ini sedang melecehkan wibawa hukum di tanah air (Kompas, 3 Mei 2013).  Ada pula jenderal polisi berbintang tiga yang sedang diproses karena terjerat kasus pengadaan alat simulator SIM (Surat Ijin Mengemudi), rakyat dibuat terheran-heran dengan harta kekayaannya, selain puluhan milyar uang, mobil mewah, rumah dan tanah juga berderet istri-istri yang cantik-cantik. Ada juga pemimpin partai yang berbaju agamis, eh jadi pesakitan KPK!

Masih banyak lagi para pejabat, entah eksekutif di pemerintahan kalangan DPR, dan lembaga lainnya yang melakukan tindakan-tindakan penyelewengan. Kita akan kekurangan waktu untuk membicarakannya satu per satu, kasus demi kasus. Kita, atau setidaknya saya sangat tidak mengerti. Mengapa mereka yang sudah diberikan gaji memadai, fasilitas super premium, malah pertamax. Fasilitas istimewa! Toh,  tinggal menjalankan tugasnya saja dengan benar. Taat pada job desk yang ada, pasti keadaan negara kita tidak seperti ini!  

Hal ini sangat kontras dengan para pejuang kemanusiaan. Meskipun minim fasilitas, sering kali menanggung resiko, mereka melakukannya dengan setia. Ambil contoh apa yang dilakukan oleh seorang Butet Manurung. Di tengah sulitnya akses pendidikan bagi anak-anak Suku Anak Dalam, Butet hadir, ada bersama dengan mereka, mendidik mereka, mengajarkan mereka baca tulis. Menjadi lentera yang menerangi anak-anak rimba. Butet tidak mengutuki sistem pendidikan di negeri ini yang salah kaprah. Sebagai sesama anak bangsa, ia memilih untuk berhenti menghujat pemeritah meskipun pantas untuk dihujat. Apa yang dilakukannya tepat seperti pepatah, “Tak ada gunanya mengutuki kegelapan, lebih baik nyalakan lentera!” Tidak sedikit tantangan yang ia alami. Penolakan masyarakat lokal, tantangan medan yang sulit, binatang buas, dan intimidasi dari pemalak kayu dan penambang liar yang merasa terancam karena berkat bisa membaca dan menulis, mereka memahami bahwa alam mereka sedang dirusak! Singkatnya, apa yang dilakukan Butet telah membuahkan hasil menerbitkan terang bagi anak-anak buta huruf yang tidak mendapatkan fasilitas sekolah formal dari pemerintah akibat banyak dikorupsi. Butet mengembangkan pendidikan macam itu, yang ia namakan “Sokola”. Kini Sokola sudah ada di delapan propinsi. (diambil seperlunya dari sumber: lifestyle kompasiana.com,  “Kartini Masa Kini, Wanita Penggiat Pendidikan Alternatif).

Mengapa Butet mau mengambil resiko? Dari jawabannya dalam acara Kick Andy (19 April 2013), dapat disimpulkan oleh karena keprihatinannya terhadap mereka yang tersisihkan dan kecintaannya kepada anak-anak bangsa inilah yang mengenyahkan segala ketakutan dan ancaman resiko itu! Dari dua kontras di atas: ada banyak pejabat yang tidak taat amanah dan kisah Butet Manurung, kita dapat belajar. Di sekitar kita ada orang-orang yang tampaknya taat, seolah-olah ia mengerjakan tugasnya ketika ada “ancaman”. Ia taat karena takut ditegur oleh atasannya. Ia seolah-olah bekerja dengan baik, supaya rakyat menghargainya. Ia melakukan ini dan itu untuk membangun citra. Intinya bukan dengan kesadaran sendiri. Ketaatan seperti itu adalah topeng untuk menutup ambisi dan obsesinya. Maka jika ada kesempatan, bahkan tidak ada pun dibuat-buat, akan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya. Berbeda dengan ketaatan yang diperlihatkan oleh orang seperti Butet. Diawasi atau tidak, masuk koran atau tidak, diperhatikan atau tidak dipedulikan pun tidak masalah. Mengapa? Karena tujuannya bukan untuk itu. Tujuannya adalah menyampaikan cinta! Karena ia telah termotivasi oleh cinta!

Bisakah kita menerapkan model ketaatan itu berdasarkan cinta? Oh, tentu bisa! Kehidupan ini akan terasa indah jika diwarnai dengan cinta. Begitu juga hubungan kita dengan Tuhan akan terasa indah, bergairah, penuh semangat, dan... tidak dapat dikatakan lagi, jika cinta menjadi dasar kita berpijak, ritual, kewajiban dan segala bentuk ibadah serta kesalehan tidak lagi menjadi beban. Itu semua berubah menjadi ekspresi cinta! Yesus pernah mengatakan kepada para murid-Nya, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” Indah sekali! Cinta, akan membuat orang melakukan apa saja untuk yang dicintainya. Bagi orang lain akan tampak seperti pengorbanan. Namun, bagi orang yang sedang mencintai hal itu tidak dipandang sebagai pengorbanan. Begitu pula ketaatan kepada yang dicintai, bukan dipandang sebagai tekanan dan beban melainkan sebuah peluang dimana cintanya akan sampai pada kepada yang dicintainya. Kisah ini menarik untuk menjelaskan cinta yang membebaskan orang dari beban.

Ada seorang pemuda yang suka mengeluh, pada suatu hari yang dingin dengan suhu di bawah nol derajat ia melihat seorang peziarah sedang melakukan perjalanan menuju ke kuil suci di pegunungan Himalaya. Ia bertanya, “Kakek, apakah kakek bisa sampai di sana dengan cuaca sedingin ini?” Si kakek tersenyum, “Hatiku telah tiba di sana terlebih dahulu, karena itu dengan sangat mudah bagi bagian tubuh lainnya untuk menyusulnya ke sana!” Karena kerinduan dan kecintaan sang kakek ke kuil suci itu, perjalanan terjal, cuaca dingin dan kondisi tubuh renta bukanlah hambatan.

Ketika cinta kepada Tuhan itu tulus bersemayam di hati kita, maka perintah-perintah-Nya tidak akan membebani. Mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, bahkan mengasihi orang yang membenci kita sekalipun bukanlah beban yang sulit dipikul. Malah Anda dan saya akan melihatnya sebagai momen berharga untuk menyenangkan hati Tuhan! Hal ini setidaknya terjadi pada Paulus. Ketika perjumpaannya dengan Yesus dan ia merasakan sentuhan cinta-Nya, serta-merta ia berubah. Tidak lagi menjadi seorang penganiaya orang Kristen. Kini ia mengabarkan Injil ke pelbagai manusia. Kisah Para Rasul dan tulisan-tulisan pastoral Paulus banyak merekam jejak langkahnya. Kesulitan, penderitaan, ancaman dan intimidasi merupakan makanannya sehari-hari. Namun, dalam semuanya itu ia mengatakan, “Bersukacitalah senantiasa!” (1 Tesalonika 5:16). Lakukanlah segala sesuatu sama seperti untuk Tuhan dan bersyukurlah! (Kolose 3:17).

Dalam ketaatannya, Paulus yakin, Tuhan melalui Roh Kudus akan membimbingnya dengan baik. Manusia punya rencana, namun rencana Tuhan jauh lebih baik. Alangkah bijaknya jika rencana yang kita miliki disesuaikan dengan rencana-Nya. Paulus bersama Silas punya rencana (Kisah Para Rasul 16:4-18). Mereka hendak pergi ke Asia dan mencoba masuk ke tanah Bitinia. Namun, Roh Kudus tidak menghendakinya. Paulus dan Silas diminta untuk pergi ke Makedonia. Mereka bersedia mengubah rencananya. Rupanya ketaatan kepada Tuhan menghantar mereka tiba di Makedonia, pintu gerbang Eropa. Kota yang dituju adalah Filipi di kota ini Paulus dan Silas berjumpa dengan Lidia seorang saudagar kain ungu dari kota Tiatira. Lidia merupkan orang pertama di Eropa yang menjadi Kristen. Dari sinilah kemudian Injil tersebar ke seluruh Eropa!

Ketaatan Paulus kepada suara Tuhan membuktikan bahwa rancangan Tuhan jauh lebih indah dari keinginan manusia. Namun, sering kali kita ngotot dengan keinginan sendiri. Belajarlah mempercayakan diri kepada kehendak-Nya, maka kita akan melihat hal-hal yang luar biasa. Kisah ini mengajar kita untuk taat dan percaya keapada kehendak-Nya.

Seorang perempuan saleh sedang bercakap-cakap dengan keponakannya tentang keampuhan doa. Tiba-tiba anak kecil itu bertanya, “Jika aku memohon Tuhan agar Dia membantu menemukan kelereng-kelerengku, akankah Dia menjawab doaku?”
“Tentu saja! Dia selalu menjawab doa-doa kita.” perempuan itu meyakinkan keponakannya.”Bolehkah aku berlutut dan berdoa kepada Tuhan sekarang?” tanya anak itu.  segera setelah mendapat persetujuan dari bibinya, anak kecil itu berlutut di kursinya, menutup mata dan berdoa dalam hati. Kemudian ia bangkit dan memulai pencarian dengan hati lega dan gembira. Hari berikutnya, perempuan itu bertanya kepada keponakannya apakah dia sudah menemukan kelerengnya. Perempuan itu berharap iman sederhana anak kecil itu tidak perlu menghadap cobaan keras. “Belum, Bibi, aku belum menemukan kelereng-kelerengku,” jawab anak itu. “Tapi Tuhan telah membuatku tidak ingin lagi menemukan kelereng-kelereng itu!”

Taat dan setialah kepada-Nya di dalam kasih, maka engkau akan melihat kedasyatan cinta-Nya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar