Kamis, 02 Mei 2013

HIKMAT, BUKAN UNTUK MENUTUPI AIB



“...bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman”
(Kejadian 3:7)

Duuttt....tamu di rumah Nasruddin kentut. Sang tamu berusaha menutupi suara kentutnya dengan menggesekkan sepatunya ke lantai. Usahanya berhasil, suara kentutnya tertutup oleh suara decit sepatunya. “Kau kentut ya?” selidik Nasruddin pada tamunya yang gugup dan tersipu malu. ‘Bagaimana kau bisa tahu?” tanya sang tamu. “Kau bisa saja menutupi suaranya dengan suara decit sepatumu. Tapi, kau lupa untuk menutupi baunya!” sahut Nasruddin sengit sambil membuka lebar-lebar jendela rumahnya.
              
Ilmu pengetahuan atau kepandaian sering disalah- gunakan oleh manusia. Bukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melainkan untuk menyalurkan hasrat  ambisi dan menutupi aibnya. Pasangan manusia pertama jatuh dalam dosa. Mereka melanggar ketentuan Allah. Adam dan Hawa makan buah pengetahuan. Logikanya, memakan buah pengetahuan itu berarti bertambah pengetahuannya lebih tahu mana yang baik dan mana yang jahat. Namun, alih-alih bertambah hikmat, mereka lari dan bersembunyi dari hadapan Tuhan. Selanjutnya ketika Allah menegur, mereka berkelit mencari kambing hitam dan saling menyalahkan.
           
Allah adalah sumber ilmu pengetahuan dan hikmat, mestinya semakin manusia bertambah pengetahuannya bertambah juga hikmatnya. Bertambah juga kesadarannya bahwa di hadapan Allah tidak ada yang tersembunyi. Dengan kesadaran begitu maka seseorang tidak akan menggunakan ilmu pengetahuan atau hikmatnya untuk kepentingan diri sendiri apalagi menutupi kesalahannya.


Ilmu pengetahuan mestinya berjalan beriringan membawa manusia lebih mengenal kehendak-Nya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar