“Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan
orang-orang Yunani mencari hikmat”
(1 Korintus 1:22)
Manusia sering terjebak dengan
pengertiannya sendiri. Maka tidaklah mengherankan jika manusia suka menganggap
suatu kebodohan terhadap perkara yang belum ia fahami dengan baik. Gambaran ini
terjadi di Korintus, sebuah kota yang dihuni oleh pelbagai kalangan terpelajar.
Karena ketidak mengertian, mereka menganggap berita tentang keselamatan di
dalam Kristus yang tersalib itu merupakan kebodohan.
Bagi
kalangan Yahudi, berita tentang salib merupakan batu sandungan. Mengapa? Mereka
bergelut dengan Taurat dan tradisinya. Mereka menuntut tanda atau bukti
kemahakuasaan Sang Mesias, bukannya penderitaan dan kematian! Tidak mungkin
mesias menderita dan disalibkan. Salib dipandang sebagai kenistaan. Itulah yang
disebut batu sandungan. Sedangkan bagi kalangan Yunani, berita salib merupakan
isapan jembol dan kebodohan. Nalar mereka tidak bisa menerima bahwa melalui
salib, Allah memberikan rahmat-Nya. Salib hanya pantas untuk para pemberontak
dan penjahat!
Namun,
bagi Paulus, justeru melalui peristiwa Yesus yang tersalib itu, hikmat Allah dinyatakan kepada
dunia. Allah yang semula jauh, sulit dijangkau karena dosa manusia, kini
menjadi nyata di dalam diri Kristus. Salib, bagi mereka yang terpanggil adalah
bukti cinta kasih Allah yang kasat mata! Salib menjadi kabar sukacita apabila
seseorang bersedia menanggalkan sikap “tinggi hikmat”, merasa diri bijak dan
pandai. Karena sepandai-pandainya hikmat seseorang, tidak pernah akan
menandingi hikmat Allah!
Kristus adalah hikmat Allah kasat
mata bagi dunia, belajarlah kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar