Ada cerita menarik yang
ditulis oleh J.P. Vaswani dalam buku Menulis di Atas Pasir. Alkisah, ada seorang
perempuan sedang bercakap-cakap dengan keponakannya tentang keampuhan doa. Tiba-tiba
anak kecil itu bertanya, “Jika aku berdoa, memohon kepada Tuhan agar Dia membantuku
menemukan kelereng-kelerengku yang hilang, akankah Dia menjawab doaku?”
“Tentu saja!” perempuan itu
meyakinkan kepada ponakannya. “Dia selalu menjawab doa-doa kita!”
“Bolehkah aku berlutut dan
berdoa kepada Tuhan sekarang?” tanya anak itu. Segera setelah mendapat
persetujuan dari bibinya, anak kecil itu berlutut di kursinya, menutup mata dan
berdoa di dalam hatinya. Kemudian ia bangkit dan mulai pencarian kelerengnya
dengan hati lega dan gembira.
Hari berikutnya, perempuan itu
bertanya kepada keponakannya apakah ia telah berhasil menemukan
kelereng-kelerengnya. Perempuan itu berharap iman sederhana anak kecil itu
tidak perlu menghadapi kekecewaan. “Belum, Bibi, aku belum menemukan kelereng-kelerengku,
jawab anak itu. “Tetapi sekarang, Tuhan telah membuatku tidak ingin lagi
menemukan kelereng-kelereng itu!” Tuhan tidak selalu menjawab doa-doa kita
sesuai dengan keinginan dan harapan kita, tetapi jika kita tulus, Dia akan
menghapuskan kita dari keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya!
Bukankah kita sering mengakhir
doa-doa kita dengan ucapan, “Kiranya
kehendak-Mu saja yang jadi!” atau yang senada dengan itu. Namun, seringkali
pula kita tidak sepenuhnya membiarkan dan melepaskan semua harapan kita itu
kepada-Nya. Buktinya, kita dibayang-bayangi oleh keinginan yang menurut kita
adalah yang paling ideal. Sebenarnya kita belum rela membiarkan Tuhan berkarya
sesuai dengan kehendak-Nya! Mengapa? Karena jika, “yang ideal” itu tidak
terpenuhi, kita menyimpulkannya bahwa Tuhan tidak mendengar doa-doa kita.
Misalnya, ketika kita mengalami sakit serius, umumnya kesembuhan adalah jawaban
yang ideal. Karena itu yang diharapkan dalam doa-doa kita. Namun, bisakah kita
tiba pada keyakinan jika hal itu tidak terjadi, maka ada kehendak-Nya yang
lebih baik untuk kita. Sehingga kita dapat seperti anak kecil itu yang tidak
lagi berminat menemukan kelereng karena yang lebih berharga dari itu sudah ia
dapatkan.
Hal ini sama seperti yang dialami Paulus, ketika ia
sakit, ada duri di dalam daging yang selalu menyiksanya. Paulus berdoa tiga
kali kepada Tuhan agar dapat disembuhkan, namun Tuhan menjawabnya, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab
justeru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”(2 Kor.12:9). Bukan
berarti kesembuhan tidak penting! Bukan pula tidak usah berdoa memohon
kesembuhan manakala kita sakit. Namun, selalu ada dimensi lain bagi orang yang
sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya dalam kehendak Tuhan. Hal ini berlaku
tidak hanya dalam pergumulan sakit penyakit, tetapi juga dalam semua aspek
pergumulan hidup yang kita bawa di dalam doa-doa kita. Tuhan akan memberikan
yang lebih berharga dari apa yang kita minta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar