Jumat, 19 April 2013

ANUGERAH HIDUP KEKAL DALAM PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS



Antiokhus Epiphanes berkuasa sebagai kaisar Romawi sekitar tahun 175-164 SM. Ia seorang yang sangat fanatik dengan budaya dan kepercayaan Yunani. Kebudayaan, tradisi dan agama di wilayah kekuasaannya harus tunduk pada keyakinan yang dianutnya. Pada 170 SM, Antiokhus menyerang Yerusalem. Setidaknya ada 80 ribu orang Yahudi binasa dan entah berapa ribu lagi dijadikan budak. Harta benda Bait Allah yang selama ini dianggap sakral, digasak. Tidak hanya itu, kaisar yang mengaku sebagai penampakan yang ilahi ini memberlakukan hukuman mati bagi siapa saja yang masih mempunyai salinan Taurat atau menyunatkan anak laki-laki mereka. Ibu-ibu yang menyunatkan anak laki-lakinya akan disalibkan bersama anak-anaknya yang tergantung pada lehernya. Halaman Bait Allah dinajiskan. Ruangan-ruangan di Bait Allah diubah menjadi kamar-kamar pelacuran. Dan akhirnya Antiokhus mengambil langkah mengerikan, ia menjadikan mezbah utama Bait Suci itu sebagai mezbah untuk dewa Zeus. Di atas mezbah itu, ia persembahkan kepala babi!

Orang Yahudi tidak tahan membiarkan itu terjadi. Bangkitlah seorang Makabeus dan saudaranya untuk memimpin pemberontakan terhadap kaisar. Di akhir 164 SM Yudas Makabeus dan pasukannya memenangkan perang itu. Segera sesudah itu Bait Suci dibersihkan. Mezbah dibangun kembali, segala peralatan yang sudah tercemar diganti. Hari itulah kemudian dikenang sebagai Hari Raya Penahbisan Bait Suci. Yudas Makabeus berpesan, “hari-hari penyucian dan penahbisan Mezbah itu hendaknya dipelihara pada musimnya tahun demi tahun, selama delapan hari, dari tanggal lima samapai dua puluh lima pada bulan Kislew, dengan sukaria” (1 Makabeus 4:59).

Setelah hampir dua abad lamanya, ketika kepahlawanan Makabeus yang berhasil mengalahkan hegemoni kekuasaan Romawi, bangsa itu kembali dalam keterpurukan dan di bawah penindasan kekaisaran yang sama, Romawi. Kini, mereka membayangkan ada sosok Makabeus muncul kembali. Seorang Mesias yang akan mengalahkan Kaisar Romawi dan memulihkan takhta Daud.  Maka tepat pada Hari Raya Penahbisan Bait Allah, di mana setiap orang Yahudi mengenang kembali keperkasaan Yudas Makabeus, pada waktu itulah Yesus berjalan-jalan di Serambi Salomo. Orang-orang Yahudi itu bertanya, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” (Yohanes 10:24).Tidak dapat diragukan ada dua macam sikap yang melatarbelakangi pertanyaan itu. Pertama, mereka sungguh-sungguh ingin mengetahui apakah Yesus ini benar seorang Mesia. Ya, mesias versi mereka, mesias seperti Yudas Makabeus itu! Yakni dengan pembuktian pemberontakan terhadap kaisar. Namun, kelompok lain ingin menjebak-Nya. Maksudnya, dengan pertanyaan itu, mereka menginginkan jawaban dari Yesus : “Ya, Akulah Mesias seperti Makabeus itu!” Dengan jawaban seperti ini, mudah bagi mereka untuk segera mengadukan kepada kekaisaran Roma bahwa ada seseorang yang tampil seperti Makabeus itu yang hendak memberontak terhadap kaisar. Dengan demikian, keinginan mereka untuk melenyapkan Yesus segera terwujud dengan meminjam tangan kekuasaan kaisar.

Yesus tidak terpancing dengan jawaban yang mereka inginkan. Yesus menjawab mereka, “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.” (Yo.10:25,26). Di balik jawaban Yesus itu, jika seseorang mencermati dengan baik akan kiprah-Nya, perbuatan-perbuatan yang dilakukan-Nya, mau tidak mau orang-orang yang belajar kitab suci pada jaman itu akan menyatakan bahwa benarlah apa yang dikerjakan-Nya adalah penggenapan dari mimpi Nabi Yesaya, “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan berlompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar dari padang gurun, dan sungai di padang belantara.” (Yesaya 35:5,6). Dialah Sang Mesias itu!

Demikian juga dengan perkataan-perkataan-Nya. Musa telah mengatakan bahwa TUHAN akan membangkitkan Nabi yang harus didengar (Ulangan 18:15). Jika seseorang mencermati kebenaran perkataan-perkataan Yesus, Ia yang mengembalikan Taurat pada tatanannya semula. Cara-Nya mengajar dengan penuh kuasa, maka cukup jelas bahwa Dia adalah Yang Diurapi oleh TUHAN, Dia adalah Mesias! Akan tetapi kebanyakan orang Yahudi tidak dapat menerima-Nya. Mengapa? Sebab mereka punya konsep sendiri tentang Mesias itu. Mereka rindu Mesias itu seperti Makabeus. Ambisi dan keinginan mereka telah menutup mata batin mereka untuk melihat Mesias yang sesungguhnya itu! Kita juga bisa seperti mereka, tidak bisa melihat karya Mesias ketika kita sudah punya konsep dan ambisi sendiri tentang Mesias itu.

Yesus menyebut mereka yang tidak menyadari dan menanggapi karya-Nya itu dengan, “tatapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.” (Yoh.10:26). Di Palestina, setidaknya pada jaman Yesus, domba-domba itu mengenal panggilan atau suara unik dari gembalanya. Mereka seolah mengerti dan memberi respon. Itulah yang dimaksudkan Yesus bahwa para pengikut-Nya akan peka dan mengerti serta merespon positif apa yang dilakukan dan dikata-Nya. Banyak orang tidak mengherti, atau tidak mau mengerti bahkan ada banyak orang yang menolak-Nya, sekalipun mungkin nurani mereka membenarkan-Nya. Meskipun demikian ada juga orang yang menyambut-Nya. Itulah domba-domba-Nya yang sejati. Kepada mereka ini, Yesus menjanjikan hidup yang kekal.

“…dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan-Ku” Yesus menjanjikan, jika mereka menerima-Nya sebagai “gembala”, mereka akan menjadi anggota dari kawanan domba gembalaan-Nya, tak satu pun binasa dan tidak ada yang dapat merampas dari lindungan Sang Gembala. Gembala  yang memenuhi kriteria Mazmur 23. Dialah Gembala baik itu, yang rela memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Yesuslah Sang Gembala, sekaligus Anak Domba yang menebus dosa manusia. Mereka yang menyambut-Nya kelak akan menikmati persekutuan dengan-Nya dalam hidup yang sepenuhnya kekal, hidup yang bebas dari penderitaan, “Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa  mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.” (Wahyu 7:16,17)

Namun, apakah hidup kekal itu hanya dapat diraih di seberang kematian saja.  Atau apakah seperti amortalitas? Kehidupan yang bebas kematian? Apa jadinya jika kematian tidak pernah terjadi. Dunia akan kehilangan keseimbangan yang kemudian bergerak kepada kehancuran atau kematian itu sendiri! Lalu seperti apa? Hidup kekal sering ditanggapi secara harafiah: hidup yang tidak pernah berakhir. Kekekalan dalam tafsir seperti ini, melulu dihubungkan dengan kuantitas hidup yang tanpa batas. Mestinya kehidupan kekal itu dihubungkan juga dengan kualitas hidup kini dan di sini. Disebut kekal bukan karena hidup terus, melainkan seseorang yang mampu menghasilkan nilai-nilai yang besifat kekal di dalam hidupnya seperti cinta kasih. Nilai-nilai kekekalan itu bukanlah kesenangan, kesuksesan dan kemenangan yang banyak dikejar orang. Bukankah kesenangan, kesuksesan dan terutama kemenangan itu yang diharapkan oleh orang-orang Yahudi yang menuntut pembuktian kemesiasan Yesus itu? Justeru untuk orang-orang yang berambisi demikian, Yesus menyebut mereka bukan domba-domba-Nya. Sebab orang-orang seperti ini tidak mau atau tidak mau tahu bahkan menolak suara Yesus itu!

Salah satu aspek kualitas hidup Yesus adalah cinta kasih. Di dalam diri-Nya orang melihat cinta kasih dan cinta kasih itu kekal. Yesus hidup sampai sekarang. Bukan wujud fisik-Nya yang hidup terus. Cinta kasih-Nya itu yang menginspirasi banyak orang. Mereka berusaha menghidupkan kembali cinta kasih itu di sepanjang sejarah dunia. Cinta kasih itu hidup dalam diri Petrus, Benediktus, Martin Luther King, Jr. Ibu Teresa, dan siapa saja yang menjadi domba-domba-Nya. Jika Anda salah satu domba-Nya, nilai-nilai kekekalan juga akan terpancar dalam diri Anda! Ia tidak lekang oleh waktu dan tidak binasa di telan jaman. Jika Anda mendengar suara-Nya, pastilah hidup kekal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar