Jumat, 29 Maret 2013

DIA SUNGGUH BANGKIT


Kebangkitan Yesus merupakan tema yang terus menjadi perdebatan di sepanjang masa. Mengapa? Karena isu kebangkitan merupakan "jantungnya" iman Kristen! Setidaknya hal itu dikatakan Paulus, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." (1 Kor.15:14), bahkan lebih jauh, Paulus menyebut jika Yesus tidak dibangkitkan maka para pengikut-Nya adalah orang-orang yang paling malang! (1 Kor.15:19). Kebangkitan Yesus merupakan isu kontroversi, sejak awal para murid pun tidak serta-merta percaya akan berita Yesus yang bangkit. Tomas misalnya, sebelum ia sendiri melihat, meraba dan membuktikan sendiri kehadiran Yesus, sekali-kali tidak akan percaya (Yohanes 20:25). Paulus membutuhkan 58 ayat untuk menguraikan kebangkitan Kristus (1 Korintus 15:1-58). Perkembangan berikutnya, orang-orang yang tidak meyakini akan kebangkitan Yesus menggunakan ayat-ayat dalam Injil yang memang tidak percis sama dalam menceritakan kebangkitan Yesus untuk membenarkan pandangan mereka bahwa Yesus sebenarnya memang tidak bangkit. Berita kebangkitan hanya ilusi para murid yang semula terlalu berharap akan kemesiasan Yesus. Mesias yang diharapkan mampu memulihkan kedigdayaan Israel seperti Daud namun yang terjadi justeru Yesus dikalahkan! Dia mati!

Perbedaan-perbedaan narasi itu nyata. Dalam Injil Markus, utusan yang datang di makam Yesus untuk memberi penjelasan bahwa Yesus bangkit adalah seorang pria muda yang memakai jubah putih (Markus 16:5); Matius mencatat, ia adalah seorang malaikat Allah (Matius 28:2); Yohanes melaporkan bahwa di makam itu ada dua orang malaikat (Yoh.20:12). Sedangkan Lukas mengatakan bahwa di sana ada dua orang yang berdiri dekat mereka dengan memakai pakaian yang berkilau-kilauan (Lukas 24:4). Lalu narasi mana yang benar? Bukankah hal ini menunjukkan inkonsistensi Alkitab dalam memberitakan kebangkitan Yesus?

Memang benar dan tidak dapat disanggah bahwa keempat Injil terdapat perbedaan di sana-sini dalam merekam berita kebangkitan Yesus.  Kesakian para penulis Injil berbeda oleh karena keterbatasan wawasan mereka dan kepada siapa berita Injil itu pertama-tama hendak disampaikan.  Namun, benar juga apa pun penggambaran yang dibuat oleh para penulis Injil, kenyataan yang sangat mendasar dari keempat penulis Injil itu adalah adanya fakta bahwa kubur itu kosong! Sampai kubur kosong pun, saya yakin masih banyak hal yang bisa diperdebatkan. Hal ini bergantung dari perspektif mana kita berdiri.
Bukan hanya para teolog, atau para pemuka agama yang meyakini atau tidak meyakini berita kebangkitan Yesus itu yang terus berdebat. Dunia ilmu pengetahuan pun ikut meramaikan perdebatan. Para ilmuwan: arkeolog, sejarahwan seolah tak kenal lelah terus menelusuri situs di mana Yesus pernah hidup, melayani, dianiaya, disalibkan dan dikuburkan, bahkan menelusuran itu konon sampai tulang-belulang yang diyakini milik Yesus. Tidak ketinggalan ahli medis, biologis dan sosiolog yang kemudian menyimpulkan bahwa memang sulit meyakini bahwa ada orang yang pernah mati hampir tiga hari lalu bangkit lagi! Adakah yang salah ketika manusia mencoba mencari bukti empiris atau ilmiah tentang kebangkitan Yesus? Saya kira tidak! Mengapa? Ya, karena manusia memang diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk yang bertanya. Mahluk yang tidak puas sebelum keingintahuannya dibuktikan oleh hal-hal empirik dan masuk akal.

Namun, perlu dicatat juga bahwa manusia dapat terjebak oleh nalarnya sendiri. Ia menjadi asyik dengan apa yang dianggapnya masuk akal dan ilmiah. Padahal tidak semua misteri alam raya ini dapat terungkap oleh nalar manusia. Bukankah sebuah kebenaran juga bahwa sesuatu yang berada di luar nalar atau rasio manusia bukan berarti bertentangan dengan nalar atau menjadi irasional. Bisa jadi, benar apa yang dikatakan Albert Einstein bahwa otak manusia terbatas, dan yang terbatas itu hanya digunakan 5% saja! Bukan peristiwanya yang mustahil namun bisa jadi kitalah yang terbatas memahaminya. Maka sangat relevan jika ada pepatah mengatakan, “Jangan memaksa memasukkan ‘sorga’ ke dalam kepalamu, tetapi masukkanlah kepalamu kedalam sorga, di sana engkau akan menemukan rahasia ‘sorga’ itu!” Bukan kebangkitan Yesus itu yang mustahil, namun bisa jadi kemampuan nalar kita yang terbatas memahaminya.

Alih-alih memperpanjang perdebatan Yesus bangkit atau tidak, marilah kita mengungkap makna di balik kebangkitan itu. Pertanyaan paling penting dan mendasar dalam kisah kebangkitan Yesus yang dicatat Lukas adalah apa yang disampaikan utusan Tuhan, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” (Lukas 24:5). Banyak di antara kita yang tetap mencari Yesus di antara yang dapat binasa. Ada orang yang memandang Yesus hanya sebagai orang yang paling agung, yang paling mulia dan memuliakan manusia yang pernah hidup. Tetap saja Yesus yang diyakininya adalah Yesus yang pernah hidup dalam sejarah dan kemudian mati.

Ada orang yang melihat di dalam Yesus pola dan contoh yang sempurna. Memang Ia begitu. Contoh yang sempurna dapat merupakan sesuatu yang paling memecahkan hati di dunia. Selama berabad-abad burung-burung di udara memberi contoh bagaimana bisa terbang, namun barulah pada zaman moderen seseorang bisa mewujudkannya dengan menemukan pesawat terbang.  Beberapa dari kita ketika masih muda di sekolah diberikan sebuah buku untuk latihan menulis. Pada bagian dari atas buku itu ada garis dari tulisan; di bawahnya terdapat garis-garis tipis di mana kita harus menyalinnya. Betapa sulitnya upaya-upaya kita untuk menyalin pola yang sempurna! Tetapi kemudian sang guru datang dan, dengan tangannya, tangan kita dituntunnya di atas garis-garis itu dan kita dapat menyalinnya mendekati kesempurnaan yang diinginkan. Ituah yang dibuat Yesus. Ia bukan hanya sekedar pola dan contoh. Ia bukan pula sekedar model bagi kehidupan; Ia adalah yang Bangkit! Ia adalah Yang Hadir, Yang Hidup untuk menolong kita agar bisa hidup. Itulah makna kebangkitan yang sebenarnya dari Yesus. Percuma saja, andai kata kita dapat membuktikan dengan bukti empirik dan ilmiah tentang Yesus yang bangkit itu jika itu semua tidak berdampak dalam hidup kita. Pada akhirnya, kesaksian yang valid dari Yesus yang bangkit itu ada pada diri orang-orang yang mengimaninya.

Para murid yang berjumpa dengan Yesus yang bangkit, mereka mengalami kebangkitan itu. Bayangkan, sebelum terjadi peristiwa kebangkitan itu, para murid dicengram oleh ketakutan luar biasa. Ancaman kematian yang dulu dialami oleh Guru mereka, kini begitu kuat menghantui mereka. Namun, kini ketika mereka berjumpa dengan Yesus yang bangkit itu, mereka mengalami kebangkitan. Yerusalem yang selama kematian Yesus itu mereka hindari, mereka mengurung diri dalam kamar terkunci. Kini, mereka berani keluar. Bahkan tidak hanya itu, mereka kini berani menghadapi tantangan. Mereka berani bersaksi dan meneruskan berita Injil Yesus Kristus! Luar biasa, itulah dampak kebangkitan!

Sekarang pun banyak alasan yang sangat logis untuk kita menjadi pesimis, takut, putus asa, hidup di bawah bayang-bayang kematian. Banyak persoalan yang setiap saat bisa datang menghampiri kita. Di sinilah makna kebangkitan Kristus dipertanyakan. Adalah sebuah ironi apabila ada orang yang begitu semangat mempertahankan doktrin iman kebangkitan Yesus namun, kenyataannya tidak mampu mengatasi persoalan hidup yang menderanya. Ia menjadi terpuruk dan dikalahkan oleh masalah hidupnya. Ia memilih jalan pintas, jalan kematian! Adalah hal aneh jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Yesus bangkit mengalahkan kuasa dosa dan maut. Namun orang itu tetap hidup dan menikmati dosa.  Meyakini Yesus yang bangkit tidak cukup dengan membuktikannya secara ilmiah, melainkan kebangkitan itu harus nyata dalam kata dan sikap. Berani bangkit menghadapi masalah, tantangan bahkan kematian sekali pun dan bangkit meninggalkan dosa sekalipun dosa itu sering kali nikmat. Selamat merayakan Kebangkitan Yesus, Selamat Bangkit, Selamat Paskah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar