Dalam program acara “Indonesia Bersuara” Metro TV tanggal 14
Februari 2013, salah satunya mengulas “dunia pengacara (pengacara probono)” di
Indonesia. Banyak anak muda tertarik menekuni studi hukum, salah satu sebabnya
adalah adanya jaminan kehidupan yang menjanjikan. Bayaran yang tinggi, rumah
dan mobil mewah, menjadi tenar dan di kelilingi wanita cantik! Tanpa malu-malu,
salah seorang pengacara kondang di bidang asuransi mengatakan bahwa dirinya
pernah dibayar dalam menangani sebuah kasus asuransi sebesar Rp. 16 M! Konon,
kasus yang paling murah katanya adalah perceraian. Minimal Rp. 50 Juta untuk
kasus ini. Percakapan awal tarifnya US $ 200/ jam, minimal percakapan 2 jam!
Pertanyaannya, apakah tidak
ada pengacara atau penegak hukum yang sungguh-sungguh punya hati untuk membela
dan menegakan kebenaran? “Pengacara Probono!” itulah yang kemudian dikupas oleh
Metro TV. Apa itu “Pengacara Probono”? Secara umum adalah seorang ahli hukum
yang terpanggil oleh nuraninya untuk membela kasus seseorang dengan tidak
mengharapkan imbalan sama sekali. Jadi orientasi advokat semacam ini bukanlah
materi, melainkan murni memberikan bantuan hukum demi keadilan dan kebenaran.
Inti sebenarnya adalah melekat pada etik advokat itu sendiri, yakni membela
bukan untuk dibayar!
Uang, kekuasaan, ketenaran,
telah lama menjadi impian banyak orang! ketiga hal ini dapat merampas etika,
moralitas, iman dan spiritualitas seseorang. Bukan hanya di bidang advokasi
atau hukum. Di setiap bidang kehidupan pun tidak luput dari serangan ini. Kita
bisa tengok, lembaga mana yang terkorup di negeri ini? Ternyata bukan di
lembaga-lembaga yang tampaknya “basah”, misalnya Kementrian Perindustrian,
Kementrian Perdagangan, atau Kementrian Keuangan. Namun, di lembaga-lembaga
yang terhormat yang diharapkan menjaga moralitas negeri ini: Kementrian Agama
dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan!
Sudah menjadi rahasia dan alasan
umum ketika manusia terjebak dalam sebuah tindakan kriminal, korupsi,
perancurian, perampokan dan pelbagai manipulasi jawabannya adalah kesulitan
ekonomi dan tidak tahan akan godaan si jahat! Apakah dengan alasan pemenuhan
kebutuhan ekonomi orang kemudian boleh ditoleransi melakukan tidakan kriminal,
mengingkari etika dan moralitas? Apakah dengan mengatakan itu semua karena
godaan Iblis, kemudian menisbikan tanggungjawab diri sendiri?
Makanan, Uang, kekuasaan dan
ketenaran telah lama menjadi batu uji bagi manusia. Sebenarnya dalam diri
setiap insan, Tuhan telah mengaruniakan sensitifitas atau kepekaan memilah apa
yang baik, benar dan pantas. Firman itu dekat, ada di setiap hati manusia, “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam
mulutmu dan dalam hatimu.” (Roma 10:8). Manusia terbiasa mengungkapkan apa
yang baik dan benar. Hatinya pasti akan bergetar bahkan berguncang hebat
manakala ia melakukan kecurangan dan memilih menuruti godaan. Namun, masalahnya
tidak selamanya manusia berpegang teguh pada kebenaran Sang Firman manakala si
penggoda mulai meneliksik dirinya.
Kita dapat belajar kepada
Yesus ketika Dia dicobai (Lukas 4:1-13). Si pencoba, dalam hal ini Iblis,
tampaknya berusaha mencari sisi lemah manusia. Ia menawarkan agar Yesus
menjadikan roti dari batu-batu yang ada di sekitar-Nya. Iblis tahu
benar,kebutuhan utama Yesus saat itu adalah makanan. Telah 40 hari dan 40 malam
lamanya Yesus berpuasa. Ia lapar, maka makanan menjadi batu uji pertama
bagi-Nya. Banyak orang tidak tahan dengan batu uji pertama ini. Demi kebutuhan
perut, manusia rela meninggalkan imannya. Melacurkan diri dengan pelbagai
keserakahan demi menyelamatkan perut. Di semua level sosial kita bisa
menyaksikan: dari mulai pencuri kelas teri sampai koruptor kelas kakap, semua
mencerminkan ketidaktahanannya terhadap nasi dan kebutuhan hidup. Nurani yang
kita tahu pasti, di situlah tempat kebenaran dinyatakan, demi makanan, tidak
lagi digubris! Yang ada sekarang aji mumpung! Mumpung berkuasa dan mumpung ada
kesempatan.
Mengapa? Mengapa ada banyak
politisi, pejabat bahkan orang yang dikenal sebagai rohaniawan dapat jatuh
dalam pencobaan ini? Jawabnya sederhana: mereka memilih suara egoismenya
ketimbang Sang Firman itu. Betapa pun laparnya, betapa pun Yesus punya kuasa
untuk menjadikan roti dari batu, Ia tak bergeming, Firman yang tertanam dalam
diri-Nya mampu menangkal, “...manusia
hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan
TUHAN.” (Ulangan 8:3).
Gagal dalam rode pertama, kini
Iblis menawarkan kekuasaan dunia. Iblis membawa Yesus ke tempat tinggi dan di
sana diperlihatkan gemerlapnya dunia! Siapa yang tak tergiur? Banyak orang
berlelah, berjuang, tidak menghiraukan perasaan orang lain bahkan menutup
rapat-rapat Kitab Suci demi untuk mendapatkan gemerlapnya dunia. Setiap hari,
setiap saat penggoda itu masuk dalam ruang-ruang privasi kita. Muncul dalam
bentuk iklan, sinetron, dan kisah sukses para milyader! Itu semua bisa
diperoleh, namun syaratnya satu: menyembah dan takluk kepada Iblis! Setiap nurani manusia pasti peka, tawaran
seperti itu jika digubris akan mendukakan Allah. Mengapa? Pada hakekatnya
manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, bukan kepada Setan! Firman itu
menjadi daya tangkal ampuh, Yesus menjawab tawaran itu, “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada
Dia sajalag engkau berbakti!” (Lukas 4:8). Mengapa Firman ini menjadi ampuh
di mulut Yesus? Ya, karena Dia tidak sekedar mengucapkan-Nya. Ia melakukan-Nya!
Tidak berhasil di rode pertama
dan kedua, kini babak final. Iblis meminta agar Yesus naik ke bubungan Bait
Allah dan kemudian menjatuhkan diri, niscaya Dia tidak akan binasa. Ada malaikat
TUHAN yang menatang. Di situ Yesus akan menjadi tenar. Ya, bahwa Dia pernah
jatuh dari ketinggian bubungan Bait Allah namun Allah menyelamatkan dengan
mengirim para malaikat-Nya. Mungkin ada banyak manusia yang dapat melalui batu
uji pertama. Kehidupannya sudah mapan, ia sudah tidak lagi cemas dengan makanan.
Ketenaran, sering menggoda. Demi ketenaran banyak orang rela melakukan tindakan
amoral, berprilaku tidak wajar bahkan menantang kemahakuasaan Allah. Dalam kehidupan
rohani sering kita jumpai banyak orang menjadi sombong ketika telah melalui
kesulitan ini dan itu. Manusia sering mengira bahwa Allah akan terus memberikan
apa yang ia ingini termasuk untuk menjadikan dirinya populer. Jika Allah
seperti itu, maka sebenarnya manusia tidak lagi menjadi Allah sebagai pemilik
kekuasaan mutlak absolut. Ia bisa diatur manusia! Allah tidak dapat
diperlakukan seperti itu! Untuk menangkal batu uji ini, kembali Yesus mengutip
Perjanjian Lama, “Janganlah kamu mencobai
TUHAN, Allahmu.” (Ulangan 6:16)
Setiap firman yang digunakan
Yesus dalam menangkal serangan Iblis selalu berhasil. Mengapa ada banyak orang
yang menghadapi pencobaan dan menggunakan Firman seperti itu, namun hasilnya
tetap jatuh dalam pencobaan? Ya, sekali lagi jawabnya sederhana! Yesus menggunakan
Firman itu utuh. Ucapan dan prilaku-Nya tepat. Ia tidak asal bunyi, melainkan
mengenal benar Firman itu dan mempercayakan kehidupan-Nya bergantung kepada
Bapa-Nya. Sama seperti pemahaman pemazmur yang meyakini bahwa Allah adalah
tempat perlindungan-Nya (Mazmur 91). Mazmur 91 ini ditulis dalam konteks
pemazmur mengalami bahaya dalam peperangan. Bukankah setiap hari, setiap saat
kehidupan kita ini bagaikan peperangan. Perang melawan begitu banyak penggoda. Apakah
dalam situasi seperti itu keyakinan iman kita tetap berpaut kepada Allah, Sang
Pelindung sejati? Dan dengan keyakinan itu kita berjalan menuruti firman-Nya? Ingatlah
orang yang berlindung kepada Tuhan tidak akan dipermalukan!
Melalui “peperangan”,
pencobaan dan kehidupan yang sulit, di sanalah iman kita kepada Allah diuji,
apakah kita adalah anak-anak-Nya yang setia, yang mengandalakan TUHAN di atas
segalanya? Justeru lewat batu uji satu ke batu uji lain, TUHAN menjadikan kita
semakin kuat dan semakin dewasa, semakin banyak melihat keajaiban dan dibentuk
oleh-Nya untuk menjadi saluran berkat bagi yang lain. Jadi dengan keyakinan
iman yang semakin kokoh, kita akan semakin bersyukur kepada-Nya. Tepatlah bahwa
pengakuan iman itu akan bermuara kepada pengucapan syukur!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar