Jumat, 22 Februari 2013

JANJI SELAMAT TUHAN YANG DIBALAS DENGAN KEJAHATAN

Konon ada sejenis angsa liar yang kepalanya berukuran paling kecil di antara angsa lainnya. Ia mempunya sifat lincah dan sensitif terhadap perkembangan yang ada di lingkungannya. Setiap malam sewaktu gerombolan angsa liar tertidur, selalu ada angsa itu yang semalaman tidak tidur. Karena sifatnya itu, angsa berkepala kecil ini mempunyai tugas menjadi penjaga dan pemberi tanda bahaya. Begitu mendengar sedikit saja suara manusia, ia akan segera mengirim sinyal tanda bahaya, dan diteruskan oleh angsa-angsa liar dengan suar bersahut-sahutan, saling memberitahukan dan mendorong mereka segera terbang menghindari bahaya. Angsa berkepala kecil ini menjadi pelindung bagi kawanan angsa liar tetapi penghambat bagi manusia pemburu angsa.

Sadar akan hasil buruan yang selalu bisa mengelak, para pemburu angsa liar ini kemudian menyelidiki. Apa gerangan yang terjadi sehingga setiap kali mereka mengincar buruannya itu, selalu gagal. Mereka keburu terbang! Lambat-laun mereka mengetahui kehidupan dan kebiasaan angsa-angsa liar di malam hari. Para pemburu ini kemudian mencari jebakan cerdik dengan memanfaatkan sifat dari angsa berkepala kecil yang instingnya sangat tajam untuk mengacaukan kehidupan angsa-angsa itu. Pertama-tama, mereka memahami terlebih dahulu di mana angsa-angsa itu beristirahat, kemudian perlahan-lahan memasang jaring perangkap di sekitarnya. Di samping jaring digali sebuah lubang. Begitu tengah malam tiba, para pemburu itu membawa tali yang digunakan untuk menangkap angsa-angsa liar yang bersembunyi di bawah lubang.

Sebelum terang matahari, para pemburu angsa membakar rerumputan dan kayu yang ada di depan lubang. Begitu angsa berkepala kecil itu melihat api, dia dengan segera pergi memadamkan api sambil mengeluarkan suara, isyarat bahaya. Gerombolan angsa begitu mendengar suara angsa si penjaga yang nyaring itu langsung terbangun dan kaget, tetapi setelah mereka mengamati bahwa di sekitarnya tidak ada pergerakan yang mencurigakan, akhirnya mereka kembali tenang dan tertidur. Para pemburu itu berturut-turut menyalakan api itu sebanyak tiga kali, dan tiga kali pula api itu dimatikan oleh si angsa penjaga berkepala kecil. Setelah tidak menemukan bahaya apa pun, kawanan angsa itu memarahi si angsa penjaga yang dianggap berlebihan. Mereka marah karena kenyamanan mereka terusik.

Kawanan angsa itu melampiaskan amarah mereka dengan bergantian menggunakan paruh mereka mematuki kepala angsa kecil itu. Sebentar saja kepala angsa kecil itu berdarah-darah. Hampir mati! Selesai melampiaskan emosi, gerombolan angsa liar itu kembali tenang dan tertidur. Begitu melihat kawanan angsa itu tidak bersuara, para pemburu dengan cepat membuka jaring dan bergerak dengan ganasnya ke arah angsa-angsa yang sedang tertidur nyenyak. Jaring itu menutup semua akses jalan sehingga tidak ada satu pun yang dapat meloloskan diri.

Para nabi Perjanjian Lama dan juga termasuk Yesus bagaikan “angsa kepala kecil, si penjaga” terus mengingatkan, memberi sinyal jika ada bahaya. Ya, bahaya ketika mereka merasa nyaman dengan perkara dunia; harta, kekuasaan, dan kemapanan. Sehingga itu semua dijadikannya tujuan hidup bukan lagi sekedar alat atau sarana membangun kesejahteraan bersama. Perkara duniawi telah menggantikan posisi Tuhan. Dan...mereka menikmatinya!

Namun, apakah orang senang dengan “sinyal” yang disampaikannya itu? Ternyata tidak! Alih-alih mereka terjaga, kini mereka menganggap peringatan dan teguran yang disampaikan para utusan Tuhan itu merupakan acaman! Ya, mengancam rasa nyaman yang sedang mereka nikmati! Maka tidaklah mengherankan jika para nabi dan Yesus ini selalu dimusuhi dan berusaha untuk dibunuh. Yesus meratapi Yerusalem oleh karena mereka menolak cinta kasih Allah. Janji keselamatan dan kasih sayang Allah dibalas dengan kejahatan! “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.” (Lukas 13:34) Tidak ada yang lebih menyakitkan kecuali seseorang yang menyampaikan cinta kasih dengan tulus kemudian ditolak dengan angkuh!

Kisah angsa penjaga yang naas sering mewarnai sejarah manusia. Mahatma Gandhi dibunuh oleh pengikutnya sendiri karena dianggap mengusik kenyamanan mayoritas pemeluk Hindu ketika Gandhi dianggap mengakomodasi kepentingan kaum Muslim. Martin Luther King Jr, seorang pembela hak azasi manusia, khususnya kulit hitam dibunuh di selatan kota Memphis, Tennessee, oleh seorang kulit putih yang juga terusik rasa nyamannya. Pada masa kini pun setiap orang yang mencoba mengusik rasa aman dan nyaman akan menghadapi ancaman pembunuhan.

Contoh berikut lazim terjadi di pelbagai perusahaan: dalam sebuah perusahan, disepakati untuk meningkatkan kinerja dan produktifitas maka dibentuklah tim audit. Tim ini bertugas untuk mengaudit kinerja dan memberikan solusi-solusi guna meningkatkan mutu pelayanan perusahan yang kian terpuruk. Tim auditor ini mulai bekerja. Sangat profesional dan proposional. Mestinya, menurut akal sehat hasil kerja mereka harus diapresiasi. Namun, umumnya yang terjadi para auditor yang jujur dan tegas akan menghadapi banyak “lawan”. Mengapa? Pada umumnya orang tidak mau dikoreksi. Dengan rekomendasi koreksi berarti membangunkan ketenangan mereka! Mungkinkah kita juga merupakan salah seorang yang tidak suka kalau ada orang yang mengingatkan bahwa kinerja kita buruk dan harus ditingkatkan? Mungkinkah kita termasuk orang yang membalas apa yang baik dengan tindakan buruk? Oh..sangat mungkin!

Membalas yang baik dengan tindakan jahat bisa terjadi pada siapa pun. Pengalaman hidup pemazmur (Mazmur 27) mengungkapakan bahwa perjalanan hidup yang baik dan benar bisa berbalaskan kejahatan. Air susu dibalas air tuba kata pribahasa. Meskipun demikian, Daud tetap percaya bahwa Tuhan melindungi seluruh hidupnya. Karena itu ia tidak pernah takut menghadapi kejahatan. Dalam kondisi seperti itu pemazmur merasakan kemurahan dan perlindungan Tuhan nyata

Rasa aman dan nyaman telah membutakan banyak orang untuk melihat kebenaran. Paulus tidak menginginkan orang-orang hanya mengaku Krsiten tetapi tidak pernah menjalani hidup sebagai murid Kristus. Banyak orang mengku Kristen tetapi hidup dalam rasa nyaman palsu, memuaskan hawa nafsu. Paulus, setidaknya yang dicatat dalam Filipi 3:17-4:1, dengan jujur mengatakan bahwa dirinya sering menangis. Mengapa? Ia sedih dengan begitu banyaknya orang yang menjadi seteru salib Kristus karena tidak tahan dengan penderitaan akhirnya mereka melacurkan diri dengan kenyamanan duniawi yang memang dikejar oleh kebanyak orang Filipi. “...Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” (Fil.3:19)

Kembali ke cerita kawanan angsa liar. Saya percaya kalau setiap angsa itu memahami bahwa apa yang dilakukan oleh angsa penjaga itu bukanlah semata mengusik rasa nyaman dan kantuk mereka, melainkan mengingatkan akan bahaya ancama yang sedang mengintai di depan mata mereka, pastilah mereka akan bersyukur dan berterimakasih. Demikian pula kalau setiap orang menyadari bahwa apa yang dilakukan Tuhan adalah sebuah tindakan kasih paling agung, maka setiap orang akan bersyukur dan berterimakasih atas teguran-teguran yang disampaikan-Nya. Masalahnya, kini ada pada kita. Kita tidak selalu peka terhadap kasih sayang Tuhan itu. Ingat suara Tuhan bisa hadir di mana-mana. Tuhan bisa bicara melalui ayah, ibu, anak, adik, kakak, pembantu, bawahan, atasan kita. Apakah tegurannya kita indahkan atau sama seperti Yerusalem? Membungkam! Menganiaya! Bahkan membunuh si pembawa pesan Tuhan! Semoga kita terhidar dari orang-orang yang seperti itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar