Konon ada sejenis angsa liar
yang kepalanya berukuran paling kecil di antara angsa lainnya. Ia mempunya
sifat lincah dan sensitif terhadap perkembangan yang ada di lingkungannya. Setiap
malam sewaktu gerombolan angsa liar tertidur, selalu ada angsa itu yang
semalaman tidak tidur. Karena sifatnya itu, angsa berkepala kecil ini mempunyai
tugas menjadi penjaga dan pemberi tanda bahaya. Begitu mendengar sedikit saja
suara manusia, ia akan segera mengirim sinyal tanda bahaya, dan diteruskan oleh
angsa-angsa liar dengan suar bersahut-sahutan, saling memberitahukan dan
mendorong mereka segera terbang menghindari bahaya. Angsa berkepala kecil ini
menjadi pelindung bagi kawanan angsa liar tetapi penghambat bagi manusia
pemburu angsa.
Sadar akan hasil buruan yang
selalu bisa mengelak, para pemburu angsa liar ini kemudian menyelidiki. Apa gerangan
yang terjadi sehingga setiap kali mereka mengincar buruannya itu, selalu gagal.
Mereka keburu terbang! Lambat-laun mereka mengetahui kehidupan dan kebiasaan
angsa-angsa liar di malam hari. Para pemburu ini kemudian mencari jebakan
cerdik dengan memanfaatkan sifat dari angsa berkepala kecil yang instingnya
sangat tajam untuk mengacaukan kehidupan angsa-angsa itu. Pertama-tama, mereka
memahami terlebih dahulu di mana angsa-angsa itu beristirahat, kemudian
perlahan-lahan memasang jaring perangkap di sekitarnya. Di samping jaring
digali sebuah lubang. Begitu tengah malam tiba, para pemburu itu membawa tali
yang digunakan untuk menangkap angsa-angsa liar yang bersembunyi di bawah
lubang.
Sebelum terang matahari, para
pemburu angsa membakar rerumputan dan kayu yang ada di depan lubang. Begitu angsa
berkepala kecil itu melihat api, dia dengan segera pergi memadamkan api sambil
mengeluarkan suara, isyarat bahaya. Gerombolan angsa begitu mendengar suara
angsa si penjaga yang nyaring itu langsung terbangun dan kaget, tetapi setelah
mereka mengamati bahwa di sekitarnya tidak ada pergerakan yang mencurigakan,
akhirnya mereka kembali tenang dan tertidur. Para pemburu itu berturut-turut
menyalakan api itu sebanyak tiga kali, dan tiga kali pula api itu dimatikan
oleh si angsa penjaga berkepala kecil. Setelah tidak menemukan bahaya apa pun,
kawanan angsa itu memarahi si angsa penjaga yang dianggap berlebihan. Mereka marah
karena kenyamanan mereka terusik.
Kawanan angsa itu melampiaskan
amarah mereka dengan bergantian menggunakan paruh mereka mematuki kepala angsa
kecil itu. Sebentar saja kepala angsa kecil itu berdarah-darah. Hampir mati! Selesai
melampiaskan emosi, gerombolan angsa liar itu kembali tenang dan tertidur. Begitu
melihat kawanan angsa itu tidak bersuara, para pemburu dengan cepat membuka
jaring dan bergerak dengan ganasnya ke arah angsa-angsa yang sedang tertidur
nyenyak. Jaring itu menutup semua akses jalan sehingga tidak ada satu pun yang
dapat meloloskan diri.
Para nabi Perjanjian Lama dan
juga termasuk Yesus bagaikan “angsa kepala kecil, si penjaga” terus
mengingatkan, memberi sinyal jika ada bahaya. Ya, bahaya ketika mereka merasa
nyaman dengan perkara dunia; harta, kekuasaan, dan kemapanan. Sehingga itu
semua dijadikannya tujuan hidup bukan lagi sekedar alat atau sarana membangun
kesejahteraan bersama. Perkara duniawi telah menggantikan posisi Tuhan. Dan...mereka
menikmatinya!
Namun, apakah orang senang
dengan “sinyal” yang disampaikannya itu? Ternyata tidak! Alih-alih mereka
terjaga, kini mereka menganggap peringatan dan teguran yang disampaikan para
utusan Tuhan itu merupakan acaman! Ya, mengancam rasa nyaman yang sedang mereka
nikmati! Maka tidaklah mengherankan jika para nabi dan Yesus ini selalu
dimusuhi dan berusaha untuk dibunuh. Yesus meratapi Yerusalem oleh karena
mereka menolak cinta kasih Allah. Janji keselamatan dan kasih sayang Allah
dibalas dengan kejahatan! “Yerusalem,
Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang
yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama
seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau.” (Lukas 13:34) Tidak ada yang lebih menyakitkan kecuali
seseorang yang menyampaikan cinta kasih dengan tulus kemudian ditolak dengan
angkuh!
Kisah angsa penjaga yang naas
sering mewarnai sejarah manusia. Mahatma Gandhi dibunuh oleh pengikutnya
sendiri karena dianggap mengusik kenyamanan mayoritas pemeluk Hindu ketika
Gandhi dianggap mengakomodasi kepentingan kaum Muslim. Martin Luther King Jr,
seorang pembela hak azasi manusia, khususnya kulit hitam dibunuh di selatan
kota Memphis, Tennessee, oleh seorang kulit putih yang juga terusik rasa
nyamannya. Pada masa kini pun setiap orang yang mencoba mengusik rasa aman dan
nyaman akan menghadapi ancaman pembunuhan.
Contoh berikut lazim terjadi
di pelbagai perusahaan: dalam sebuah perusahan, disepakati untuk meningkatkan
kinerja dan produktifitas maka dibentuklah tim audit. Tim ini bertugas untuk
mengaudit kinerja dan memberikan solusi-solusi guna meningkatkan mutu pelayanan
perusahan yang kian terpuruk. Tim auditor ini mulai bekerja. Sangat profesional
dan proposional. Mestinya, menurut akal sehat hasil kerja mereka harus
diapresiasi. Namun, umumnya yang terjadi para auditor yang jujur dan tegas akan
menghadapi banyak “lawan”. Mengapa? Pada umumnya orang tidak mau dikoreksi. Dengan
rekomendasi koreksi berarti membangunkan ketenangan mereka! Mungkinkah kita
juga merupakan salah seorang yang tidak suka kalau ada orang yang mengingatkan
bahwa kinerja kita buruk dan harus ditingkatkan? Mungkinkah kita termasuk orang
yang membalas apa yang baik dengan tindakan buruk? Oh..sangat mungkin!
Membalas yang baik dengan
tindakan jahat bisa terjadi pada siapa pun. Pengalaman hidup pemazmur (Mazmur
27) mengungkapakan bahwa perjalanan hidup yang baik dan benar bisa berbalaskan
kejahatan. Air susu dibalas air tuba kata pribahasa. Meskipun demikian, Daud
tetap percaya bahwa Tuhan melindungi seluruh hidupnya. Karena itu ia tidak
pernah takut menghadapi kejahatan. Dalam kondisi seperti itu pemazmur merasakan
kemurahan dan perlindungan Tuhan nyata
Rasa aman dan nyaman telah
membutakan banyak orang untuk melihat kebenaran. Paulus tidak menginginkan
orang-orang hanya mengaku Krsiten tetapi tidak pernah menjalani hidup sebagai
murid Kristus. Banyak orang mengku Kristen tetapi hidup dalam rasa nyaman
palsu, memuaskan hawa nafsu. Paulus, setidaknya yang dicatat dalam Filipi
3:17-4:1, dengan jujur mengatakan bahwa dirinya sering menangis. Mengapa? Ia sedih
dengan begitu banyaknya orang yang menjadi seteru salib Kristus karena tidak
tahan dengan penderitaan akhirnya mereka melacurkan diri dengan kenyamanan
duniawi yang memang dikejar oleh kebanyak orang Filipi. “...Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan
mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara
duniawi.” (Fil.3:19)
Kembali ke cerita kawanan angsa liar. Saya percaya
kalau setiap angsa itu memahami bahwa apa yang dilakukan oleh angsa penjaga itu
bukanlah semata mengusik rasa nyaman dan kantuk mereka, melainkan mengingatkan
akan bahaya ancama yang sedang mengintai di depan mata mereka, pastilah mereka
akan bersyukur dan berterimakasih. Demikian pula kalau setiap orang menyadari
bahwa apa yang dilakukan Tuhan adalah sebuah tindakan kasih paling agung, maka
setiap orang akan bersyukur dan berterimakasih atas teguran-teguran yang
disampaikan-Nya. Masalahnya, kini ada pada kita. Kita tidak selalu peka
terhadap kasih sayang Tuhan itu. Ingat suara Tuhan bisa hadir di mana-mana.
Tuhan bisa bicara melalui ayah, ibu, anak, adik, kakak, pembantu, bawahan,
atasan kita. Apakah tegurannya kita indahkan atau sama seperti Yerusalem? Membungkam!
Menganiaya! Bahkan membunuh si pembawa pesan Tuhan! Semoga kita terhidar dari
orang-orang yang seperti itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar