Jumat, 04 Januari 2013

NAPAK TILAS PARA MAJUSI

Tahun 1960 untuk pertama kalinya National Aeronautics and Spase Administration (NASA), Amerika Serikat menampilkan gambar tentang dunia yang direkam oleh para astronaut dari pesawat ruang angkasa. Ini menandakan era baru pemahaman manusia terhadap semesta alam. Untuk pertama kalinya manusia melihat betapa indahnya bumi kita yang berwarna biru. Mengambang dan bergerak di angkasa. Menakjubkan!

Dalam setiap peradaban sebelumnya, manusia menegadah ke langit dan membuat penafsiran sendiri mengenai apa yang dilihatnya dan bumi tempat berpijaknya.  Menurut legenda Hindu, Bumi terletak di atas lempengan emas yang didukung oleh gajah-gajah yang berdiri di atas kura-kura raksasa yang dianggap sebagai dewa Wishnu. Bila terjadi gempa bumi, dianggap sebagai  bergeraknya para gajah. Sederhana. Ya, tentu jika melihatnya dari kaca mata zaman Einstein sekarang. Namun, apa yang sederhana itu bermakna pada era pra Pythagoras untuk menjelaskan semesta alam dan posisi manusia di dalamnya.

Dunia Perjanjian Lama lain lagi menggambarkan bumi dan alam semesta. Bumi  merupakan dataran rata. Di ujung nya terdapat jurang tembus menuju dunia orang mati. Di atas bumi ada langit, langit mempunyai tingkap-tingkap. Jika tingkap-tingkap langit terbuka maka air yang di atas langit itu akan tercurah ke bumi. Itulah hujan! Sangat simpel kosmologi pada saat itu. Namun, itulah yang dimengerti pada zaman itu.
   
Al Idrisi (1154 M) membuat peta bumi yang dianggap peta paling maju pada zaman itu. Bumi merupakan daratan yang dikelilingi oleh air. Selatan letaknya di atas (kebalikan peta moderen, Utara di atas). Pythagoras (abad ke-6 SM) sudah percaya bahwa bumi berbentuk bola, menjadi pusat alam semesta dan benda-benda angkasa mengelilingi bumi. Pendapat ini diikuti oleh Plato (427-347 SM) dan muridnya, Aristoteles (384-322 SM) sampai Ptolomeus (140) dan dikenal sebagai Geosentrisme. Bumi sebagai pusat tata surya dan kehidupan.

Tata surya, bumi dan benda-benda langit telah lama menjadi obyek atau subyek penelitian manusia. Sejak lama manusia percaya bahwa melalui ciptaan Sang Adikodrati itu komunikasi antara Sang Khaliq dan ciptaan terjalin komunikasi. Alam raya dapat menjadi pertanda yang ilahi.  Kearifan, bukan sekedar nalar dibutuhkan untuk menangkap sinyal Yang Mahatinggi itu. Kaum Majus adalah kelompok orang yang terkenal dengan kearifan itu. Mereka dipercaya mampu membaca “tanda langit”. Salah satunya tentang kelahiran Sang Mesias! Raja yang telah lama dinantikan. Siapakah para Majus ini? Herodotus meyakini, Majus (Yun: magoi) berasal dari sebuah suku bangsa Medi. Bangsa Medi adalah bagian dari warga kekaisaran Persia (Iran, sekarang). Mereka pernah mencoba menggulingkan kekuasaan Persia namun tidak berhasil. Sejak saat itu mereka tidak lagi punya ambisi untuk mempunyai kekuasaan dan pretise. Mereka memilih menjadi para imam. Mirip kaum Lewi di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka menjadi pendidik, penasehat sampai memimpin ritual ibadah. Orang Majus dipercaya sebagai orang suci dan bijaksana.

Sejarah mencatat dan mengakui kepiawaian dan hikmat dari para Majusi dalam membaca “tanda langit” itu. Suetonius seorang sejarawan mencatat dalam Life of Hero, 13:1, bahwa Tiridates Raja Armenia diiringi oleh beberapa orang Majus memberikan persembahan kepada Kaisar Nero di Roma. Seneka menulis dalam Epistles 58:31, adanya orang Majus yang memberikan persembahan kepada Plato.

Kini, kita membaca dalam Matius 2:1-12 bahwa para Majus itu mencari Mesias yang baru dilahirkan. Mereka membaca “tanda langit”, bintang terang itu! Jarak yang cukup jauh. Mereka datang dari “Timur”. Timur yang dimaksud bisa dari Arabia, Babel atau daerah-daerah di sekitar Mesopotamia, yang jaraknya bisa ratusan kilometer menuju ke Yerusalem. Sudah tentu mereka harus menyiapkan perbekalan dan segala sesuatunya dengan seksama agar tidak mendapat kendala di perjalanan. Mereka sampai di Yerusalem, masuk dalam istana Herodes. Mengapa tidak langsung ke Betlehem yang jaraknya 8 Km dari Yerusalem? Di sinilah naluri manusia. Walau sebijak apa pun orang-orang Majus, pastilah berpikir bahwa kalau seorang Raja Besar itu lahir tempatnya di istana. Sangat mungkin sekali mereka tidak menduga bahwa Sang Mesias justeru lahir di kandang yag hina.

Perjumpaan Majusi dengan Herodes di istana Yerusalem menimbulkan kegundahan dalam diri Herodes. Herodes merasa terancam dengan berita lahirnya Sang Raja ini. Betapa tidak! Setiap orang yang berpotensi merongrong kekuasaannya sebagai raja harus lenyap dari muka bumi. Tak peduli apakah ia adalah saudaranya, istri bahkan anaknya sendiri. Herodes ini telah membunuh isterinya, Mariamne, beserta ibunya yang bernama Alexandra bahkan anaknya yang tertua Antipater dan dua anaknya yang lain; Alexander dan Aristobulus lantaran mereka dicurigai membahayakan kekuasaannya. Sehingga tak heran kalau Agustus, sang kaisar Roma pernah berkata tentang Herodes ini, “Lebih baik menjadi babi milik Herodes dari pada menjadi anak Herodes sendiri.”

Dalam keterkejutannya, Herodes bertanya kepada para imam di mana Sang Mesias itu dilahirkan. Mereka menjawab di Betlehem! Sesuai dengan nubuat Kitab Mikha 5:2. Herodes berpesan kepada para Majusi itu untuk segera menemukan Anak itu dan memberitahukan kepadanya dengan dalih supaya ia pun ikut menyembah-Nya. Padahal ia akan mempersiapkan pasukannya untuk membantai Anak itu. Rencana busuknya terbukti ketika ia memerintahkan agar seluruh anak laki-laki di bawah dua tahun dibunuh. Untunglah Tuhan memerintahkan para Majusi ini tidak lagi menghadap Herodes, melainkan pulang melalui jalan lain.

Benar! Para Majus dituntun bintang Timur itu berjumpa di tempat di mana Anak itu berada. Mereka bersukacita, bersujud menyembah dan memberikan mas, kemenyan dan mur sebagai persembahan (Mat.2:9-11).  Apa yang dapat kita pelajari dari jiarah para Majus dalam menemukan Yesus, Sang Mesias itu?

1.     Penulis Injil Matius menyadari betul bahwa kedatangan para Majusi dari Timur itu merupakan pertanda bahwa di dalam Kristus, nubuat-nubut Perjanjian Lama digenapi. Dalam Mazmur 72:10 dicatat, bahwa bangsa-bangsa asing akan membawa upeti dan persembahan kepada Raja Mesias. Sedangkan Yesaya menulisnya, “ Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyur TUHAN.” (Yesaya 60:6). Dan lihatlah, waktu Yesus masih kecil bangsa asing benar membawa persembahan bagiNya. Allah menjamin bahwa di dalam Kristus, semua janji-janji-Nya terpenuhi.

2.    Matius ingin memperlihatkan bahwa bangsa asing “mendahului” orang Yahudi. Sebagaimana Pelayanan Paulus. Pemberitaan Injil Kristus disambut lebih baik oleh orang-orang bukan Yahudi (bnd. Efesus 3:1-12). Orang Yahudi, melalui para imam mestinya menyadari dan peka akan tanda-tanda kelahiran Mesias. Para imam hapal di mana Mesias itu akan lahir. Ini terbukti ketika Herodes bertanya, mereka langsung bisa menjawabnya. Di Betlehem! Namun, ternyata ritual ibadah dan pengetahuan tentang kitab suci hanya sekedar tradisi. Hal ini menjadi peringatan juga untuk kita. Natal, kelahiran Kristus yang dirayakan saban tahun dan ritual liturgi gerejawi yang dilakukan setiap saat belum tentu mengasah kepekaan kita yang kemudian memberi ruang yang paling terhormat bagi Sang Mesias, yakni di lubuk hati yang terdalam. Belum tentu orang yang tampaknya “saleh-superkristiani” itu di hatinya telah lahir Kristus!

3.   Orang Majus adalah orang yang bernalar dan sekaligus berhikmat. Mereka tidak menggunakan akal budinya sebagai satu-satunya penentu kebenaran dan petunjuk bagi kehidupannya. Masih ada yang terutama, yakni mendengar suara dan petunjuk Tuhan! Ada banyak orang semakin pandai akal budinya menganggap kitab suci itu tahyul karena ada banyak ketidaksesuaian dengan nalar. Nalar dijadikan sebagai sumber penentu arah hidupnya. Ia lupa bahwa sebagaimana Albert Einstein pernah mengatakan bahwa hanya 5% saja manusia menggunakan otaknya. Masih ada 95% bagian lain yang belum digunakan. Itu berarti sepandai-pandainya manusia, masih ada ruang yang tidak bakalan terselami oleh rasio manusia. Ada banyak perkara yang mustahil difahami manusia. Ada orang bijak mengatakan: “Jangan berusaha memasukan Kerajaan Sorga kedalam kepalamu. Tetapi masukkanlah kepalamu ke dalam Kerajaan Sorga, maka engkau akan menikmati kasih dan karunia-Nya!”

4.   Para Majus datang menyembah dan memberikan persembahan. Perilaku Majusi ini memberi contoh kepada kita bahwa mengakui Yesus sebagai Raja Mesias harus sesuai dengan perilaku yang terjadi. Sejak awal keberangkatannya, para Majusi sudah menyakini akan pertanda lahirnya Sang Raja. Mereka mencarinya, kini setelah menemukanNya, mereka menyembah-Nya. Tidak hanya berhenti di sini. Mereka pun memberikan persembahan! Mengaku Yesus sebagai Raja dan Mesias menuntut kita untuk sujud di hadapanNya serta memberikan apa yang terbaik untuk-Nya. Tentu persembahan kini tidak harus sama dengan apa yang diberikan oleh orang Majus. Intinya berikan yang terbaik dalam hidupmu yakni hidup dan karyamu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar