Kamis, 06 Desember 2012

PEKERJAAN BAIK YANG BERLANGSUNG SAMPAI KEDATANGAN-NYA

Francðis Bozize, Presiden Republik Afrika Tengah menggegerkan dunia. Pada bulan November yang lalu, ia memerintahkan  aparat kepolisian untuk menangkap, mengadili dan memenjarakan anaknya sendiri, Kevin Bozize. Pasalnya, sang anak dilaporkan telah menolak membayar tagihan senilai 12.000 atau sekitar Rp. 146 juta dari sebuah hotel di Bangui. Kevin yang juga seorang perwira berpangkat kapten telah menyalahgunakan jabatannya untuk tidak membayar tagihan hotel itu. Mungkinkah hal ini terjadi di Indonesia?

Setiap orang tua pada umumnya mempunyai naluri untuk melindungi anak-anaknya. Pelbagai cara dilakukan orang tua agar anaknya terhindar dari kesengsaraan dan jerat hukum. Sebaliknya, banyak anak-anak merasa mempunyai perlindungan manakala bapak atau ibunya mempunyai pengaruh signifikan dalam sebuah komunitas. Tidak sedikit anak-anak pejabat, penguasa yang membuat ulah melanggar hukum dan moralitas, bertindak sewenang-wenang lantaran dia beranggapan tidak bakal kena jerat hukum. Kekuasaan orang tua pasti melindunginya. Bozize adalah salah satu orang tua yang menyadari melindungi anak yang bersalah sebenarnya sedang menjerumuskannya dalam jurang malapetaka tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi berdampak pada kehidupan moral bangsanya.

Sindrom Kevin Bozize, bukankah bisa menghinggapi siapa saja. Saya dan Anda pun mungkin tidak bebas. Kita sering menginginkan kemudahan dengan bekal pengaruh jabatan atau beking seseorang. Coba lihat dalam antrian, entah pembuatan KTP, SIM, perpanjang STNK, pembuatan Pasport, selalu saja ada orang-orang yang diperlakukan istimewa. Kita marah melihat pemandangan seperti itu. Coba sekarang dibalik posisinya, Anda yang dapat kemudahan itu, pasti kita pun merasa senang, apabila dalam antrian itu mendapatkan perlakukan khusus. Didahulukan!

“Sindrom Kevin Bozize” dapat masuk menelisik kehidupan rohani. Seseorang merasa berhak menerima previlage, keistimewaan lantaran ia berasal dari keturunan istimewa. Israel merasa diri sebagai umat istimewa, berasal dari bapak leluhur Abraham. Keyakinan ini membuat mereka sudah pasti mendapatkan hak-hak istimewa turun-temurun dari Allah meski kehidupan mereka tidak seperti prilaku Abraham ketika hidup. Keyakinan seperti ini membuat mereka merasa aman dan nyaman meski tidak melakukan tugas panggilan sebagai umat yang kudus!

Dalam optimisme seperti ini, tampillah Yohanes Pembaptis. Ia menyerukan agar setiap orang bertobat supaya dapat diampuni. Pertobatan yang Yohanes serukan menurut saya bukan perkara menangis, mengaku dengan mulut dan menyesal saja. Itu baru setengahnya. Yang terpenting adalah menghasilkan buah dari pertobatan itu (bnd. Lukas 3:7). Untuk dapat menghasilkan buah maka seseorang harus bekerja. Bekerja dengan gigih! Bagi Yohanes, untuk setiap orang tidak ada previlega atau hak istimewa di hadapan Tuhan. Semua orang tanpa kecuali harus menghasilkan buah dari pertobatan itu. Israel yang punya “sindrom Kevin Bozize” tak luput dari teguran keras. Jangan merasa diri keturunan Abraham lalu bebas untuk tidak melakukan pekerjaan baik! “Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!” (Lukas 3:8), katanya.

Yohanes Pembaptis yang tampil pada masa Tiberius menjadi Kaisar (14-37 M), Pontius Pilatus menjadi gubernur Yudea dan Herodes Agung sebagai raja boneka untuk wilayah Galilea. Ia datang mendahului Sang Mesias yang sesungguhnya. Tanpa takut dan tedeng aling-aling, Yohanes memenuhi apa yang dinubutakan Perjanjian Lama. Maleakhi 3 :1-5 mencatatnya bahwa ia adalah seorang utusan yang bertugas menyiapkan jalan untuk kedatangan Tuhan.

Kedatangan Mesias yang memberikan kelepasan bagi orang-orang berdosa telah digenapi di dalam Yesus. Namun, kini apa yang menjadi nubuat dan peringatan Yohanes kita refleksikan dalam masa penantian Sang Mesias itu datang kembali. Ia akan datang kembali tentu dengan peran yang berbeda. Bukan lagi sebagai penyelamat. Melainkan sebagai hakim yang menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Maleakhi mengingatkan, apabila Ia datang siapa yang dapat tahan? Siapa yang dapat berdiri di hadapan-Nya? (Maleakhi 3:2). Artinya, tidak ada seorang pun dengan kebanggaan diri dan kesalehannya dapat bertahan di hadapan-Nya.

Dia yang akan datang itu, duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak. Kaum Lewi yang tugas utamanya adalah memimpin ritual di Bait Allah akan dimurnikan seperti orang memurnikan emas dan perak supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban dengan benar (Mal.3:3). Setelah umat Israel dibuang, mereka melakukan penyembahan dan ritual ibadah yang sudah bercampur aduk dengan tradisi penyembahan lain. Di sinilah pentingnya pemurnian kembali. Agar ibadah itu berkenan. Inilah sebuah gambaran bahwa Allah menghendaki persembahan yang kudus. Pemurnian dilakukan agar apa yang cemar tidak mengotori apa yang kudus. Hanya persembahan yang kudus itulah yang berkenan kepada Allah. Pemilahan itulah tugas Sang Hakim Agung.

Sang Hakim Agung itu pasti datang memenuhi janji-Nya. “Aku mendekati kamu untuk menghakimi dan akan segera menjadi saksi....”(Mal.3:5) Dalam konteks hari ini, kalau Ia datang pasti juga akan memisahkan mana emas dan mana loyang. Siapa yang sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan  dan menghasilkan buah untuk dipersembahkan bagi Tuhan dan siapa yang hanya hidup dalam keyakinan dan ibadah semu!

Banyak orang Kristen terjebak dalam “Sindrom Kevin Bozize”, seperti halnya orang Yahudi. Merasa sudah percaya Yesus yang menebus dosa-dosanya kini mereka aman. Meraka beranggapan perbuatan tidak lagi menentukan keselamatan. Akibatnya kehidupan keseharian tidak mencerminkan sebagai anak tebusan. Prilaku hidup tidak jauh berbeda dengan orang yang tidak mengenal Tuhan. Dosa terus mereka lakukan karena pikirnya, “Toh Tuhan itu baik, penuh anugerah. Tinggal aku mengaku dosa, pastilah pengampunan diberikan.” Pemahaman ini keliru, justeru karena sudah ditebus, sudah dimurnikan bagaikan tukang emas memurnikan emas, anak-anak tebusan harus menghasilkan buah-buah kebenaran.

Filipi adalah sebuah jemaat yang tidak mempunyai pemahaman seperti itu. Mereka, malaupun mengalami kesulitan, terus mengerjakan buah-buah kebenaran. Sehingga Paulus memberikan pujian kepada jemaat ini. Ia menyakini bahwa jemaat itu akan terus mengerjakan apa yang baik. Tidak hanya menunggu dengan pasif. “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada Hari Yesus Kristus.”(Filipi 1:6)

Tuhan menghendaki kita semua untuk bekerja, melakukan pekerjaan baik sebagai buah pertobatan karena kelak akan datang penghakiman atas semua orang. Tidak ada lagi yang dapat dibanggakan di hadapan Sang Hakim Agung itu kecuali kesungguhan kita dalam bertobat dan menghasilkan buah-buah kebenaran. Ketika kita gagal menghasilkan buah kebenaran dari pertobatan itu, maka di situlah cerminan seberapa seriusnya kita bertobat. Seorang yang sungguh-sungguh bertobat, merasakan jamahan kasih Tuhan, sudah pasti ia akan bersyukur kepada Tuhan. Ungkapan syukur itu terus mengalir dalam kehidupannya sehingga sudah pasti ia akan mengerjakan apa yang baik bukan lagi karena terpaksa, melainkan karena berterimakasih buat karya Tuhan bagi diri-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar