Sepasang suami isteri hidup
harmonis dan mereka dikenal sebagai orang baik. Si suami dengan setia selalu
mengantar isterinya setiap kali pergi ke gereja. Ya, si suami itu hanya sekedar
mengantar! Ia tidak masuk, apalagi ikut beribadah. Bukan karena sambutan
aktifis gereja yang kurang ramah, atau Pak Pendeta gereja itu yang tidak pernah
melawat, namun ia memilih untuk tidak munafik! Akalnya menolak keyakinan
kristiani bahwa Allah mau menjadi manusia apalagi merendahkan diri sedemikian
rupa sampai mati di kayu salib. “Bukankah Ia itu TUHAN yang Mahakuasa? Bukankah
Ia dapat melakukan apa saja termasuk kalau mau menyelamatkan manusia mestinya
tidak sampai seperti itu.
Menjelang Natal, seperti biasa,
setelah menghantar istrinya, ia hendak pulang. Tiba-tiba ia melihat pemandangan
di sekitarnya penuh dengan salju. Ada banyak burung-burung terperangkap
kedinginan dan kelaparan. Sebagian sudah tidak bernyawa. Ia terenyuh, iba
melihat burung-burung itu. Ia membayangkan di rumahnya ada garasi yang
terhubung dengan perapian. Ruangan itu cukup luas untuk menampung burung-burung
malang itu lagi pula tersedia makanan berlimpah. Namun, bagaimana caranya
supaya mereka dapat masuk ruangan itu? Ia memeras otak. Akhirnya dapat ide. Ia
membuka garasi rumahnya lebar-lebar, kemudian lari ke belakang kawanan burung
itu, merentangkan tangannya dan mencoba menggiring burung-burung itu. Apa yang
terjadi kemudian? Burung-burung itu lari, mengepakan sayap dengan sisa daya
yang ada. Mereka ketakutan. Kembali kedinginan dan sebagian ada yang mati lagi.
Ia kembali berpikir.
“Burung-burung itu pasti lapar, mereka butuh makanan, kali ini aku akan
menaburkan makanan dengan mengarahkannya ke ruang garasi itu. Sesudah mereka
masuk, baru aku tutup pintunya.” Segera ia melaksanakan idenya itu. Apa reaksi
burung-burung itu? Jangankan mau diarahkan ke ruang garasi itu, mereka tidak
mau menyentuh makanan itu. Dalam keputusasaannya kini ia melakukan upaya
terakhir menolong burung-burung yang malang itu. “Burung-burung itu kedinginan,
mereka memerlukan kehangatan. Oleh karena itu aku akan membuat perapian di
tengah-tengah mereka supaya mereka dapat berdiang!” Pikir pria itu. Segeralah
ia mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya menjadi sebuah perapian. Apa yang
terjadi? Burung-burung itu terkejut, kini mereka benar-benar menghindar.
Akibatnya banyak di antara mereka yang stres dan mati. Pria ini sekarang
benar-benar prustasi. Ia menyesali diri mengapa tidak dapat menyelamatkan
burung-burung itu.
Dalam kekecewaannya yang
mendalam, ia bergumam, “Coba andaikan saja aku bisa menjadi seekor burung, salah satu dari antara mereka.
Aku akan berbicara, mengajak mereka untuk masuk dalam ruangan yang nyaman. Di
sana ada kehangatan, ada banyak makanan. Pasti mereka terhindar dari badai
salju, kedinginan, kelaparan dan
kematian!” Saat itulah seolah dia disadarkan. “Sekarang aku mengerti, mengapa
Allah mau menjadi manusia! Mengapa Dia mau menderita!”
Allah mau menjadi manusia di
dalam diri Yesus Kristus. Ia diam di antara manusia, menjadi hamba bahkan
menderita sampai mati di kayu salib. Paulus mencatat dalam Filipi 2:5-11 bahwa
Yesus telah mengosongkan diri-Nya sedemikian rupa. Bukan saja supaya cinta
kasih Bapa dikenal dan dirasakan manusia, tetapi juga supaya manusia yang
mengenal cinta-Nya itu melakukan juga tindakan cinta kasih yang bukan
pura-pura, tapi mau mengosongkan diri, memberi tempat bagi sesama. Berbagi
ruang dan waktu!
Sebagai sebuah gereja yang hadir
dalam konteks Indonesia mestinya teladan Yesus Kristus yang mengosongkan diri
tidak hanya menjadi wacana dan bahan pembinaan saja, melainkan mewujud dalam
tindakan dan program nyata dalam pelayanan gerejawi. Dan gereja itu bukankah
adalah setiap kita yang menanggapi karya Allah di dalam Yesus Kristus.
Kembali ke cerita burung, andai
saja Anda adalah salah satu dari burung-burung malang itu. Anda mendengar kabar
gembira bahwa ada ruang nyaman, hangat dan berlimpah makanan. Anda masuk dalam
ruang itu dan menikmatinya. Lantas apa reaksi Anda ketika melihat di luar sana
masih banyak burung-burung malang yang sedang menanti ajal? Apakah berdiam diri
dan menikmati kenyamanan serta berebut makanan dengan sesama burung lain di
dalam ruangan itu? Ataukah mau terbang keluar dan membawa kabar sukacita itu
dan berbagi ruang dengan mereka supaya tidak satupun binasa? Selamat merayakan
Natal dan memasuki Tahun Baru 2013!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar