Rabu, 17 Oktober 2012

BERKURBAN, BUKAN MENGORBANKAN

Ada kisah menarik yang dituturkan oleh After Dostoyewski. Seorang wanita jahat yang teramat kikir meninggal dunia. Selama hidupnya, ia tidak melakukan perbuatan baik apa pun. Maka Setan menarik dan melemparkannya ke lautan api. Tetapi malaikat pelindungnya tidak menyerah. Ia memohon. “Bisakah saya mengingat satu hal baik yang pernah dilakukannya?” malaikat itu berpikir keras dan lama. Kemudian dia kelihatan cerah dan berkata kepada Tuhan, “Saya ingat satu kali bahwa wanita itu menggali bawang merah di kebunnya dan memberikannya kepada pengemis.”

“Benar,” kata Tuhan, “Ambillah bawang merah yang sama ukurannya dan ulurkan kepada dia di lautan api dan cobalah mengangkat dia dengan bawang merah itu. Jika kamu berhasil, dia akan bebas.” Maka malaikat itu mulai menarik wanita itu dengan hati-hati. Wanita itu mulai terangkat. Namun, ketika orang-orang lain melihat apa yang terjadi, mereka semua mulai menggapai dan menggantungkan diri ke tubuh wanita itu. Wanita itu mulai menendang mereka dan berteriak, “Akulah satu-satunya yang akan diselamatkan oleh bawang merah kecil ini, ia milikku seorang, tidak untuk kalian!” Seketika itu, bawang merah kecil itu putus dan...wanita itu jatuh kembali ke lautan api untuk selamanya. Malaikat itu pun menangis!

“Akulah satu-satunya.....” seru wanita itu. Bukankah wanita dalam kisah yang dituturkan oleh Dostoyewski merupakan potret manusia pada umumnya. Sangat mungkin potret saya dan Anda. Demi kenyamanan dan ambisi, kerap kita tidak lagi peduli dengan keberadaan dan karier orang lain. Tanpa sadar kita sering mengorbankan kepentingan orang lain. Cobalah renungkan, untuk menggapai posisi seperti sekarang ini, benarkah kita tidak pernah mengorbankan kepentingan orang lain? Untuk bisa tinggal di rumah yang nyaman, makan dengan makanan yang kita sukai, apakah kita bebas dari penderitaan orang lain? Untuk sampai ke kantor dan tempat tujuan kita, tidakah kita merugikan pengguna jalan lain? Pendek kata, dengan kenyamanan kita sekarang, apakah kita tidak berdiri di atas penderitaan dan kesulitan orang lain?

Kita mudah dan jengah melihat potret para penguasa dan politisi negeri ini. Atas nama rakyat mengklaim telah berjuang begini dan begitu. Namun, di balik semua itu sebenarnya sedang melayani egonya sendiri. Demi ambisi dan kekuasaan, mereka rela mengorbankan rakyat dan membungkam nurani. Manipulasi, kebohongan publik, menyisihkan dan membinasakan siapa yang dianggap dapat merintangi ambisinya merupakan hal yang lumrah. Dalam kerajaan-kerajaan dunia, standar untuk keberhasilan dan kebesaran seseorang tolok ukurnya adalah kuasaan. Pembuktiannya adalah: seberapa banyak orang atau pesaing yang telah ditaklukan dan kini mereka berada di bawah kekuasaannya? Seberapa banyak pengikut yang loyal kepadanya? Berapa banyak tentara yang ada di bawah komandonya? Seberapa banyak orang-orang yang bersedia melayaninya?

Saya menduga Yesus menangis, sama seperti malaikat pelindung wanita itu, ketika Yakobus dan Yohanes dengan bebasnya mengutarakan ambisi mereka untuk memperoleh kedudukan terhormat sama seperti yang dikejar oleh para penguasa dunia ini (Markus 10:35-45). Yesus sedih oleh karena mereka tidak berhasil melihat esensi pelayananNya selama ini meski kedua orang ini mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat dengan Yesus ketimbang murid-murid yang lain. Yakobus dan Yohanes mengira perjuangan Yesus selama ini sama seperti perjuangan pemimpin-pemimpin pergerakan politik lainnya. Menggapai takhta kekuasaan dan mereka kelak menjadi orang-orang utama yang diperhitungkan dalam kekuasaan itu. Mereka berharap bila kemenangan sudah diraih dan perjuangan sudah tuntas, mereka bermaksud untuk menjadi menteri-menteri utama di negara yang dipimpin oleh Yesus.   

Padahal Yesus tidak memperjuangkan kekuasaan macam itu. Ia tidak menginginkan begitu. Dalam Kerajaan Yesus, standar kebesaran seseorang bukan dilihat seberapa banyak orang lain melayani dirinya. Melainkan seberapa banyak dan berkualitasnya seseorang melayani dan membahagiakan sesamanya. Kebesaran akan terwujud bukan dengan cara mengecilkan atau menindas orang lain demi melayani kita, melainkan mengecilkan diri kita sendiri demi melayani orang lain. Tolok ukur keberhasilan seseorang di mata Yesus bukanlah kepemilikan. Sudah memiliki ini dan itu atau sudah mencapai kuasa ini dan itu. Melainkan, memberi dan melayani!

Banyak orang memandang gagasan yang disampaikan Yesus ini merupakan sesuatu yang terlalu ideal untuk dilakukan. Sepintas tampaknya begitu. Namun, dalam kenyataannya, gagasan yang dinyatakan Yesus ini merupakan hal yang sangat masuk akal. Ini merupakan prinsip utama dalam urusan hidup sehari-hari. Cobalah lihat dan pelajari: perusahan yang berhasil dalam kurun waktu yang lama adalah mereka yang mau melayani dengan sunguh para konsumennya. Sebaliknya, sebuah perusahaan didirikan dengan maksud mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan karyawan dan konsumennya tidak pernah akan bertahan lama. Seorang pemimpin yang disyukuri kehadirannya adalah pemimpin yang siap dan rela berbagi dan mengorbankan kepentingannya untuk orang banyak. Orang yang banyak dikenang dan namanya “abadi” adalah orang-orang yang telah memberi banyak dalam ketulusan kepada dunianya.

William Barclay mencatat Bruce Barton menunjukkan bahwa dasar yang di atasnya sebuah perusahaan mobil bisa menjadi andalan bagi para pelanggannya adalah bahwa mereka sendiri bersedia merangkak di bawah mobil sesering mungkin dan bersedia menjadi lebih kotor dibandingkan dengan para pesaing mereka. Dengan kata lain, mereka siap memberikan pelayanan lebih. Barton menyatakan bahwa meskipun para karyawan biasa sudah pulang ke rumah  pada pukul 5.30 petang, namun lampu masih menyala di ruang kerja kepala eksekutif sampai jauh malam. Karena kerelaannya memberikan pelayanan tambahan itulah, maka ia dapat menjadi kepala perusahaan itu.

Dunia ini membutuhkan banyak pelayan. Dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dikatan Yesus. Yesus tidak hanya pandai menggurui, tetapi Ia tampil sebagai model dari pelayan itu. Dengan kuasa yang dimilikiNya, Ia bisa saja mengatur keseluruhan hidupNya sesuai ambisi manusia pada umumnya. Namun, Ia telah menyerahkan diriNya dan menggunakan semua kuasa yang dimilikiNya untuk melayani orang lain. Ia mengatakan bahwa Ia datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang. Yesus datang ke dunia ini tepat seperti yang dikatakan Yesaya 53:4-12. Pada diriNya nyata seorang hamba Tuhan yang digambarkan seperti “domba yang tidak berdaya”. Gambaran seperti domba korban dalam Perjanjian Lama. Kesengsaraannya terus berlanjut sampai kematianNya. Itu semua ditanggungNya bukan untuk kepentingan dan ambisiNya melainkan untuk orang lain. Untuk kita! “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,....” (Yesaya 53:4).

Tidak mencari popularitas dan keuntungan diri, melainkan mengorbankan diriNya, itulah Yesus! Ia mengajarkan itu kepada setiap muridNya. Setiap manusia dianugerahi Tuhan ego, keinginan bahkan ambisi. Semua itu pasti ada gunanya, tidak melulu negatif. Yesus tidak memerintahkan untuk membunuh ambisi, melainkan menyalurkannya ke arah yang benar. Alih-alih memanjakan ambisi berkuasa, Yesus menyatakannya untuk menjadi pelayan. Ambisi untuk berkuasa dan ternama, Yesus menyarankannya untuk menjadi hamba. Tidak mudah, ya! Namun, bukan hal mustahil dan itulah yang membawa orang kepada hidup yang sesungguhnya. Ia sendiri sudah mencontohkannya. Sehingga Ia dapat mengatakan, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45)

Yesus tahu apa yang sekarang sedang kita perjuangkan. Betulkah kita sedang bergulat agar kasih Kristus itu nyata bagi semua orang? Ataukah sedang mengejar ambisi agar kebesaran dan kepentingan diri terwujud? Yesus ada dalam diri setiap orang yang percaya kepadaNya, Ia ada dalam detak jantung kita. Ia akan sedih jika kita yang mengaku pengikutNya penuh dengan nafsu berkuasa dan ambisi untuk dilayani. Sebaliknya Ia akan tersenyum bila kita mengerjakan tepat apa yang diinginiNya. So, buatlah Dia tersenyum setiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar