Ada kisah menarik yang
dituturkan oleh After Dostoyewski. Seorang wanita jahat yang teramat kikir
meninggal dunia. Selama hidupnya, ia tidak melakukan perbuatan baik apa pun. Maka
Setan menarik dan melemparkannya ke lautan api. Tetapi malaikat pelindungnya
tidak menyerah. Ia memohon. “Bisakah saya mengingat satu hal baik yang pernah
dilakukannya?” malaikat itu berpikir keras dan lama. Kemudian dia kelihatan
cerah dan berkata kepada Tuhan, “Saya ingat satu kali bahwa wanita itu menggali
bawang merah di kebunnya dan memberikannya kepada pengemis.”
“Benar,” kata Tuhan, “Ambillah
bawang merah yang sama ukurannya dan ulurkan kepada dia di lautan api dan
cobalah mengangkat dia dengan bawang merah itu. Jika kamu berhasil, dia akan
bebas.” Maka malaikat itu mulai menarik wanita itu dengan hati-hati. Wanita itu
mulai terangkat. Namun, ketika orang-orang lain melihat apa yang terjadi,
mereka semua mulai menggapai dan menggantungkan diri ke tubuh wanita itu. Wanita
itu mulai menendang mereka dan berteriak, “Akulah satu-satunya yang akan
diselamatkan oleh bawang merah kecil ini, ia milikku seorang, tidak untuk
kalian!” Seketika itu, bawang merah kecil itu putus dan...wanita itu jatuh
kembali ke lautan api untuk selamanya. Malaikat itu pun menangis!
“Akulah satu-satunya.....” seru
wanita itu. Bukankah wanita dalam kisah yang dituturkan oleh Dostoyewski
merupakan potret manusia pada umumnya. Sangat mungkin potret saya dan Anda. Demi
kenyamanan dan ambisi, kerap kita tidak lagi peduli dengan keberadaan dan
karier orang lain. Tanpa sadar kita sering mengorbankan kepentingan orang lain.
Cobalah renungkan, untuk menggapai posisi seperti sekarang ini, benarkah kita
tidak pernah mengorbankan kepentingan orang lain? Untuk bisa tinggal di rumah
yang nyaman, makan dengan makanan yang kita sukai, apakah kita bebas dari
penderitaan orang lain? Untuk sampai ke kantor dan tempat tujuan kita, tidakah
kita merugikan pengguna jalan lain? Pendek kata, dengan kenyamanan kita
sekarang, apakah kita tidak berdiri di atas penderitaan dan kesulitan orang
lain?
Kita mudah dan jengah melihat
potret para penguasa dan politisi negeri ini. Atas nama rakyat mengklaim telah
berjuang begini dan begitu. Namun, di balik semua itu sebenarnya sedang
melayani egonya sendiri. Demi ambisi dan kekuasaan, mereka rela mengorbankan
rakyat dan membungkam nurani. Manipulasi, kebohongan publik, menyisihkan dan
membinasakan siapa yang dianggap dapat merintangi ambisinya merupakan hal yang
lumrah. Dalam kerajaan-kerajaan dunia, standar untuk keberhasilan dan kebesaran
seseorang tolok ukurnya adalah kuasaan. Pembuktiannya adalah: seberapa banyak
orang atau pesaing yang telah ditaklukan dan kini mereka berada di bawah
kekuasaannya? Seberapa banyak pengikut yang loyal kepadanya? Berapa banyak
tentara yang ada di bawah komandonya? Seberapa banyak orang-orang yang bersedia
melayaninya?
Saya menduga Yesus menangis,
sama seperti malaikat pelindung wanita itu, ketika Yakobus dan Yohanes dengan
bebasnya mengutarakan ambisi mereka untuk memperoleh kedudukan terhormat sama
seperti yang dikejar oleh para penguasa dunia ini (Markus 10:35-45). Yesus
sedih oleh karena mereka tidak berhasil melihat esensi pelayananNya selama ini
meski kedua orang ini mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat dengan
Yesus ketimbang murid-murid yang lain. Yakobus dan Yohanes mengira perjuangan
Yesus selama ini sama seperti perjuangan pemimpin-pemimpin pergerakan politik
lainnya. Menggapai takhta kekuasaan dan mereka kelak menjadi orang-orang utama
yang diperhitungkan dalam kekuasaan itu. Mereka berharap bila kemenangan sudah
diraih dan perjuangan sudah tuntas, mereka bermaksud untuk menjadi
menteri-menteri utama di negara yang dipimpin oleh Yesus.
Padahal Yesus tidak
memperjuangkan kekuasaan macam itu. Ia tidak menginginkan begitu. Dalam Kerajaan
Yesus, standar kebesaran seseorang bukan dilihat seberapa banyak orang lain
melayani dirinya. Melainkan seberapa banyak dan berkualitasnya seseorang
melayani dan membahagiakan sesamanya. Kebesaran akan terwujud bukan dengan cara
mengecilkan atau menindas orang lain demi melayani kita, melainkan mengecilkan
diri kita sendiri demi melayani orang lain. Tolok ukur keberhasilan seseorang
di mata Yesus bukanlah kepemilikan. Sudah memiliki ini dan itu atau sudah
mencapai kuasa ini dan itu. Melainkan, memberi dan melayani!
Banyak orang memandang gagasan
yang disampaikan Yesus ini merupakan sesuatu yang terlalu ideal untuk
dilakukan. Sepintas tampaknya begitu. Namun, dalam kenyataannya, gagasan yang
dinyatakan Yesus ini merupakan hal yang sangat masuk akal. Ini merupakan
prinsip utama dalam urusan hidup sehari-hari. Cobalah lihat dan pelajari:
perusahan yang berhasil dalam kurun waktu yang lama adalah mereka yang mau
melayani dengan sunguh para konsumennya. Sebaliknya, sebuah perusahaan
didirikan dengan maksud mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan
mengorbankan karyawan dan konsumennya tidak pernah akan bertahan lama. Seorang
pemimpin yang disyukuri kehadirannya adalah pemimpin yang siap dan rela berbagi
dan mengorbankan kepentingannya untuk orang banyak. Orang yang banyak dikenang
dan namanya “abadi” adalah orang-orang yang telah memberi banyak dalam
ketulusan kepada dunianya.
William Barclay mencatat Bruce
Barton menunjukkan bahwa dasar yang di atasnya sebuah perusahaan mobil bisa
menjadi andalan bagi para pelanggannya adalah bahwa mereka sendiri bersedia
merangkak di bawah mobil sesering mungkin dan bersedia menjadi lebih kotor
dibandingkan dengan para pesaing mereka. Dengan kata lain, mereka siap
memberikan pelayanan lebih. Barton menyatakan bahwa meskipun para karyawan
biasa sudah pulang ke rumah pada pukul
5.30 petang, namun lampu masih menyala di ruang kerja kepala eksekutif sampai
jauh malam. Karena kerelaannya memberikan pelayanan tambahan itulah, maka ia
dapat menjadi kepala perusahaan itu.
Dunia ini membutuhkan banyak
pelayan. Dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dikatan Yesus. Yesus tidak
hanya pandai menggurui, tetapi Ia tampil sebagai model dari pelayan itu. Dengan
kuasa yang dimilikiNya, Ia bisa saja mengatur keseluruhan hidupNya sesuai
ambisi manusia pada umumnya. Namun, Ia telah menyerahkan diriNya dan
menggunakan semua kuasa yang dimilikiNya untuk melayani orang lain. Ia mengatakan
bahwa Ia datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Yesus datang ke dunia ini tepat seperti yang dikatakan Yesaya 53:4-12. Pada
diriNya nyata seorang hamba Tuhan yang digambarkan seperti “domba yang tidak
berdaya”. Gambaran seperti domba korban dalam Perjanjian Lama. Kesengsaraannya terus
berlanjut sampai kematianNya. Itu semua ditanggungNya bukan untuk kepentingan
dan ambisiNya melainkan untuk orang lain. Untuk kita! “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan
kesengsaraan kita yang dipikulnya,....” (Yesaya 53:4).
Tidak mencari popularitas dan
keuntungan diri, melainkan mengorbankan diriNya, itulah Yesus! Ia mengajarkan
itu kepada setiap muridNya. Setiap manusia dianugerahi Tuhan ego, keinginan
bahkan ambisi. Semua itu pasti ada gunanya, tidak melulu negatif. Yesus tidak
memerintahkan untuk membunuh ambisi, melainkan menyalurkannya ke arah yang
benar. Alih-alih memanjakan ambisi berkuasa, Yesus menyatakannya untuk menjadi
pelayan. Ambisi untuk berkuasa dan ternama, Yesus menyarankannya untuk menjadi
hamba. Tidak mudah, ya! Namun, bukan hal mustahil dan itulah yang membawa orang
kepada hidup yang sesungguhnya. Ia sendiri sudah mencontohkannya. Sehingga Ia
dapat mengatakan, “Karena Anak Manusia
juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45)
Yesus tahu apa yang sekarang
sedang kita perjuangkan. Betulkah kita sedang bergulat agar kasih Kristus itu
nyata bagi semua orang? Ataukah sedang mengejar ambisi agar kebesaran dan
kepentingan diri terwujud? Yesus ada dalam diri setiap orang yang percaya
kepadaNya, Ia ada dalam detak jantung kita. Ia akan sedih jika kita yang
mengaku pengikutNya penuh dengan nafsu berkuasa dan ambisi untuk dilayani. Sebaliknya
Ia akan tersenyum bila kita mengerjakan tepat apa yang diinginiNya. So, buatlah
Dia tersenyum setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar