Seorang perempuan benar-benar
merasa bingung dan panik. Dia berdiri persis di posisi paling depan tempat
duduk penumpang sambil berteriak, “Aku terlalu muda untuk mati!” Kemudian ia
berteriak lagi, “Baiklah, kalau saya harus mati, saya ingin menit-menit
terakhir dalam hidupku di dunia ini menjadi benar-benar mengesankan! Belum
pernah seorang pun membuatku merasa sebagai seorang perempuan sejati! Baik, aku
tahu! Apakah ada orang di dalam pesawat ini yang dapat membuatku merasa sebagai
seorang perempuan sejati?”
Sesaat hening. Semua orang
lupa bahwa mereka sedang dalam keadaan bahaya. Mereka semua menatap, tepaku,
pada perempuan putus asa di bagian depan pesawat itu. Lalu seorang laki-laki
berdiri di belakang. Orang itu tinggi tegap, kekar dan kecoklatan dengan rambut
hitam legam, dan dia mulai berjalan pelan-pelan sepanjang lorong, sambil
membuka kancing bajunya. “Saya dapat membuatmu merasa seperti perempuan sejati!”
Katanya.
Tak seorang pun bergerak. Sewaktu
orang itu mendekat, si perempuan itu mulai bergairah. Orang itu kemudian
melepaskan bajunya. Ototnya melintang di dadanya ketika dia meraihnya,
menjulurkan tangannya yang memegang bajunya ke perempuan yang gemetar itu, dan
berkata, “Setrika ini!”
Apa yang dipikirkan seorang
perempuan ketika menghendaki dirinya merasa benar-benar sebagai perempuan
seringkali berbeda dengan pemahaman seorang lelaki untuk menjadikan perempuan
merasa dirinya sebagai perempuan. Tidak mengherankan ada begitu banyak konflik
dalam hidup bersama antara lelaki dan perempuan. Empati dan belarasa mutlak
dibutuhkan agar hubungan lelaki dan perempuan saling mengisi dan memberdayakan.
Bukan memperdayakan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar