Dalam setiap kelompok atau
komunitas, tidak kecuali komunitas Kristiani, pasti ada anggota-anggota yang
lebih unggul; lebih mapan, lebih matang di dalam iman dan pengalaman hidup. Sebaliknya
ada anggota-anggota yang menghayati iman di bawah standar rata-rata. Kualitas iman
yang mudah diombang-ambingkan oleh pelbagai ajaran, tantangan kesulitan hidup
atau bahkan kenikmatan hidup sehingga mudah meninggalkan imannya. Di sinilah
fungsi sebuah persekutuan atau paguyuban diuji. Ya, mereka yang “lebih kuat”
imannya berkewajiban untuk membantu menyegarkan dan menguatkan “tangan” dan
hati orang-orang yang lemah itu. “Sebab
itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruhkanlah jalan
bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan
terpelecok, tetapi menjadi sembuh.” (Ibrani 12: 12).
Menarik, dalam Ibrani 12 ini
kata yang dipakai untuk ”tangan yang
lemah” adalah sama dengan istilah yang dipakai untuk melukiskan umat Israel
kuno yang ingin meninggalkan kesulitan perjalanan di padang gurun dan pulang
kembali kepada kehidupan yang santai di Mesir. Sangat lumrah orang yang tidak
mempunyai motivasi kuat atau iman yang teguh akan segera mengeluh dan berbalik
meninggalkan imannya manakala badai hidup menerpa.
Membantu orang lemah merupakan
tantangan yang tidak mudah. Namun, di balik tantangan itu sebenarnya ada
anugerah Tuhan! Manusia akan merasa bahagia manakala ia berhasil membantu
kesulitan orang lain, menopang dan memberdayakannya. Di sanalah manusia
menemukan naturnya sebagai makhluk sosial. Cobalah Anda melakukannya. Bersihkan
niat tulus di hati Anda untuk membantu orang lain, bukan sekedar pamer
kesalehan atau investasi budi baik. Namun, semata-mata karena Anda menginginkan
ia bangkit, berdaya dan punya pengharapan. Lihatlah kemudian hari ketika ia
berhasil mengatasi kesulitannya malah sukses dalam hidupnya, kemudian dia dapat
menolong orang lain juga. Pasti hati Anda akan diliputi kegembiraan tiada tara.
Itulah anugerah Tuhan!
Pada dasarnya setiap agama
membangun dua relasi. Pertama, penganutnya diajarkan untuk membangun relasi
dengan Tuhannya dan yang kedua relasi dengan sesama manusia atau makhluk
ciptaan lainnya. Relasi dengan Tuhan akan baik apabila diawali dengan kesediaan
merendahkan hati, menunjukkan hati yang bersih dan hidup yang tulus. Sedangkan relasi
terhadap sesama merupakan cerminan dari hubungan yang baik dengan Tuhannya. Ia akan
menunjukkan cara hidup yang benar, tidak egois karena Tuhan yang disembahnya
bukan Tuhan yang egois. Mengakui keberadaan sesama sebagai makhluk mulia dan
dimuliakan juga oleh Tuhannya. Ia akan menerjemahkan apa yang diyakininya
sebagai ajaran yang ilahi itu dalam peragaan hidup. Dengan cara hidup yang
seperti ini ia akan menjadi teladan dalam memberdayakan orang-orang yang ada di
sekitarnya ke arah kehidupan iman yang lebih baik!
Berangkat dari pemahaman ini,
penulis Ibrani menunjukkan tujuan yang harus selalu ada dalam kehidupan orang
beriman. Yakni:
a. Setiap
orang beriman atau setidaknya yang mengakui dirinya beriman ia harus menjadi
agen atau alat pembawa damai sejahtera. Di mana pun ia hadir akan membawa aora damai sehingga orang yang ada di
sekitarnya merasakan sejahtera. Perdamaian atau damai sejahtera di sini mengandung dua arti: Pertama, damai sejahtera adalah segala sesuatu yang
mendatangkan kebahagiaan yang paling tinggi untuk manusia. Jadi bukan
kebahagiaan semu! Kebahagaiaan yang tertinggi ini dapat diraih dan dirasakan
oleh manusia manakala ia mengenal pencipta dan menaati penciptanya sehingga ia
tahu dan mengerti arah hidupnya. Kedua, damai sejahtera berarti terciptanya
hubungan yang baik dengan sesama manusia. Damai sejahtera adalah kondisi di
mana kebencian tidak mendapat ruang. Di buang jauh-jauh! Setiap orang beriman
akan mengupayakan yang baik untuk sesamanya. Penulis Ibrani mengatakan,”Berusahalah hidup damai dengan semua orang….”(Ibr.12:14)
Jelaslah damai sejahtera itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan
diupayakan! Damai itu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi ia merupakan buah
kerja keras, keringat dan air mata.
Ayat di atas
menegaskan untuk berdamai dengan semua orang, jadi tanpa kecuali. Termasuk di
dalamnya mengupayakan damai sejahtera dengan orang-orang yang telah melukai
kita. Berdamai dan mengasihi orang yang mengasihi kita itu mudah. Tapi bagaimana
dengan mereka yang telah menjadi “musuh”? Tidak mungkin kita bisa berdamai
dengan orang lain sementara hati masih terluka. Maka usahakanlah pulih. Berdamai
dengan diri sendiri. Hal ini bisa terjadi jika hidup kita tidak selalu
berorientasi pada diri sendiri. Di sinilah kita membutuhkan ruang hati yang
luas. Secara iman Kristiani kita dapat mengatakan kita dapat mengampuni orang
lain kalau kita terlebih dahulu telah merasakan pengampunan Tuhan.
Nah, jika
seseorang mengaku beriman atau beragama namun dalam praktek hidup
kesehariaannya yang terjadi adalah menyimpan akar kepahitan atau dendam-kesumat,
menebarkan kebenciaan dan teror, sulit mengampuni orang lain, senang melihat
orang mengalami hidup susah dan susah hati manakala melihat keberhasilah orang
lain. Pertanyaannya, iman yang seperti apa yang sedang ia anut? Bukankah iman
tanpa perbuatan itu pada hakekatnya mati?
b. Menjaga
hidup kudus. Kudus, hagios selalu
berarti “dibedakan” atau “dipisahkan”. Apa artinya? Begini, meskipun orang
beriman itu masih hidup di dunia ini, orang yang ‘hagios’ (orang yang berjuang untuk hidup kudus) senantiasa harus
berbeda dengan dunia ini. Jika kebanyakan manusia atau dunia ini hanya
mengasihi orang yang mengasihi dan membenci musuh serta berusaha
melenyapkannya. Maka orang yang berjuang menuju hidup kudus itu akan
mencerminkan nilai yang berbeda: Ia akan mengasihi semua orang termasuk yang
telah membenci dan menyakitinya. Di sinilah damai sejahtera itu diperjuangkan,
dipraktekan! Orang yang berjalan dalam koridor kekudusan akan hidup bukan lagi
dengan norma-norma dunia atau tingkah-laku dunia tetapi ia akan hidup dari apa
yang dipercayanya.
Bagaimana dengan kita? Apakah nilai-nilai
iman itu telah mendarah-daging dan menjadi gaya hidup? Ataukah hanya sebatas
wacana, angan-angan atau cita-cita saja?
Selagi hari masih siang jadilah agen-agen perdamaian! Tuhan beserta
kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar