Yohanes 1:6-8, 19-28
Adven III
Sudah empat ratus tahun lebih suara seorang nabi tidak terdengar. Kini, tampil sosok eksentrik penuh kharisma, yang menyerukan pertobatan. Suara dan kharismanya sontak menggetarkan jagad Israel. Suaranya bagai oase di padang gurun, bak magnet yang menyedot khalayak datang kepadanya. Sejenak namanya melambung tenar. Banyak orang menyanjungnya, maka tak heran jika ada yang menduganya sebagai Mesias, Elia atau salah seorang nabi yang sedang dinantikan.
Siapa sih yang tidak ingin disanjung, menjadi tenar dan terkenal? Yohanes punya kesempatan itu! Namun Kitab Suci tidak pernah mencatat Yohanes menggunakan kesempatan itu buat kepentingan dirinya. Ia sadar bahwa hidup dan kerjanya adalah untuk menyiapkan jalan bagi Sang Mesias yang sesungguhnya. Yohanes adalah orang yang melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh nabi dan guru yang benar. Orang seperti Yohanes adalah mereka yang menghayati dirinya sebagai alat yang menunjuk kepada kebenaran yang hakiki, yakni Sang Terang yang sesungguhnya itu. Tidak ada motivasi mencuri kemuliaan. Yohanes ingin agar orang melupakannya dan berharap semua manusia mengenal Mesias.
Bahkan dalam kesempatannya menjadi tenar itu, ia berkata, “Aku membaptis (hanya) dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang kamu tidak kenal…..Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Yohanes tidak dapat menyebutkan pekerjaan yang lebih kasar lagi dari pada membuka tali kasut. Membuka tali kasut adalah tugas budak. Ada ucapan Rabbi yang mengatakan, bahwa seorang murid boleh melakukan apa saja bagi tuannya sama seperti tugas seorang hamba, kecuali membuka tali kasut tuannya. pekerjaan ini terlalu kasar meskipun untuk seorang murid. Jadi dengan bahasa sederhana, Yohanes mau mengatakan, “Ada seseorang yang datang, yaitu Dia yang sangat mulia, sehingga menjadi budaknya saja pun aku tidak pantas.”
Tugas Yohanes hanyalah untuk memersiapkan jalan, bersaksi tentang Sang Terang yang sesungguhnya. Setiap pujian dan sanjungan yang diperolehnya tidak lain dan tidak bukan berasal dari pujian yang dimiliki oleh Sang Mesias yang kedatangan-Nya sedang ia beritakan. Yohanes adalah figur yang bersedia untuk mengundurkan diri dari arena ketenaran supaya Yesus Kristus bisa tampak jelas. Yohanes hanyalah salah satu jari yang menunjuk kepada Kristus. Yohanes sadar bahwa dirinya harus bertambah kecil dan Kristus semakin besar.
Hanya sedikit orang yang bersedia “bertambah kecil” agar Tuhan dimuliakan. Kebanyakan orang berusaha untuk melambungkan namanya tak terkecuali dalam pelayanan. Sudah bukan rahasia lagi banyak orang mencari “nama” di ranah suci. Alih-alih berfungsi sebagai jari yang menunjuk kepada Mesias, jari itu ditujukan pada diri sendiri.
Yohanes menyaksikan bahwa dirinya bukan Terang itu. Terang yang dimaksud tentu bukanlah makna harafiah. Terang itu : alethes atau alethinos. Alethes berarti “benar” sebagai lawan kata “salah”, sedangkan alethinos berarti, “nyata”, “asli” sebagai lawan kata “samar-samar” dan tidak otentik. Yohanes menyaksikan Yesus sebagai terang, berarti bahwa Yesus adalah kebenaran yang sesungguhnya. Dulu orang mengenal kebenaran dari Allah masih samar-samar, sekarang melalui Yesus orang dapat mengenal kehendak Bapa yang otentik, melalui tutur kata Yesus. Dulu orang masih banyak menafsirkan bagaimana kasih Allah itu, bagaimana pengampunan itu? Sekarang sangat nyata, semua orang bisa melihat kasih itu di dalam segenap kehidupan Yesus. Di dalam diri Yesus semua orang bisa mengerti Allah yang mengampuni orang berdosa. Sekarang orang bisa menyaksikan tangan Allah yang merawat orang yang remuk hatinya, yang memberi pengharapan pada orang sengsara, yang membebaskan orang dari tawanan dosa, yang memberitakan tahun rahmat Allah sudah tiba. (bnd. Yesaya 61:1-11)
Dalam masa Adven ini, kita diingatkan lagi untuk mencontoh dan meneruskan apa yang dilakukan Yohanes Pembaptis. Tugas menyaksikan Sang Terang tidaklah berhenti ketika Yohanes memberitakannya. Apa yang harus kita saksikan kepada dunia ini tentang Sang Terang itu? Banyak konsep tentang kesaksian, namun dari kisah Yohanes mestinya kita menyadari bahwa yang terutama dalam kesaksian itu adalah orang melihat, mengenal dan mengarahkan diri bukan kepada si pemberita melainkan kepada yang ia beritakan, yakni Kristus itu sendiri. Apa yang harus kita lakukan agar orang dapat melihat Yesus dalam kehidupan kita. Kisah berikut mungkin bisa menginspirasi kita:
Pada masa Perang Krim, Perang yang terjadi sekitar tahun 1853-1856 yang melibatkan Kekaisaran Rusia melawan sekutu: Perancis, Britania Raya, Sardinia, dan kesultanan Utsmaniayah. Ada tokoh yang mencuat dan menjadi terkenal. Florence Nightingale, wanita cantik kelahiran tahun 1820 yang kelak menjadi pelopor pendidikan keperawatan modern. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli statistik. Lahir dari keluarga bangsawan Italia. Tuan tanah yang kaya raya. Namun, hatinya terenyuh pada penderitaan yang terjadi di hadapannya. Peperangan telah membuat banyak orang menderita. Ia tidak memilih hidup di istana atau kastil. Ia memilih menjadi seorang juru rawat. Pada masa itu profesi perawat bukanlah sebuah profesi yang dapat dibanggakan. Tidak ada orang tua bangsawan yang rela apalagi bangga, jika anaknya memutuskan menjadi perawat. Pekerjaan perawat hampir sama dengan pekerjaan budak.
Pada suatu malam, Nigthingale berjalan di dalam rumah sakit. Ia menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di samping tempat tidur seorang prajurit yang luka parah. Ketika ia membungkuk mendekati prajurit itu, maka prajurit itu menengadah kepadanya dan berkata :”Bagiku Anda sungguh nampak seperti Kristus.” Florence Nigthingale telah membuat Kristus menjadi hidup, nyata, dan dialami oleh orang yang ia layani. Ya, tak ayal lagi inilah kesaksian!
Sebuah refleksi yang sangat bernas. Terimakasih Nanang :)
BalasHapus