Masyarakat kota Roma menyambut kaisar mereka dengan atusias. Tarian, hingar-bingar musik pesta, jamuan makan dan lainnya. Tujuannya agar raja yang telah menang berperang itu bergembira. Itulah sekelumit tradisi yang melatarbelakangi adven. Menyambut kedatangan raja yang menang dari pertempuran! Apa yang kita siapkan untuk menyambut kedatangan Raja, Sang Mesias kita? Apakah sekedar menyiapkan tarian, drama, dekorasi dengan pernak-pernik lampu yang berkilauan, hidangan makanan yang lezat dan yang serupa dengan itu?
Mestinya ada yang lebih dari itu. Apa? Dalam Injil Markus 1:1-8, dikisahkan sebelum kedatangan Mesias ada seseorang yang diutus Tuhan menyiapkan jalan bagi-Nya. Orang itu adalah Yohanes Pembaptis. Yohanes diutus untuk mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi kedatangan Tuhan. Bahkan jauh sebelum kedatangan Yohanes, Yesaya telah menubuatkannya (Yesaya 40:1-11). Bahwa sang utusan itu akan tampil untuk menutup lembah dan memangkas gunung agar menjadi dataran yang rata menjelang kedatangan-Nya. Yesaya melihat lembah dan gunung adalah hambatan yang membuat orang sulit untuk menuju Bait Allah, sulit untuk bertemu dengan Allah. Tampaknya hal ini bukanlah pesan harafiah, sebab jika demikian Yohanes harus punya buldozer untuk meratakan padang gurun Arabia sampai menyeberangi padang rumpu luas di Siria Tenggara. Jelas ini merupakan sebuah kiasan yang intinya segala sesuatu yang dapat menjadi penghalang perjumpaan dengan Tuhan itu harus disingkirkan. Penghalang itu menurut Yesaya 59:1,2 adalah dosa. Dosa harus disingkirkan melalu pertobatan.
Pesan sentral Yohanes Pembaptis adalah metanoia, pertobatan! Tampaknya Tuhan lebih suka disambut dengan pertobatan ketimbang tarian dan pesta-pora! Pertobatan seperti apa? Apakah cukup dengan menyatakan penyesalan dan pengakuan dosa dalam sebuah ibadah? Tidak! Tuhan menghendaki jauh dari itu, yakni perubahan dan pembaruan dalam hidup. Ada sebuah kisah tentang pertobatan.
Sekitar seabad yang lalu, seorang laki-laki membaca koran pagi dan menjadi sangat terkejut. Mengapa? Karena ia membaca tentang dirinya. Ia membaca di koran itu tertulis namanya. Bukan kabar baik! Namun, kabar kematian. Koran itu telah salah mengutip nama orang. Seperti kita juga, ia ingin mengetahui apa yang dikatakan masyarakat tentang dirinya setelah ia mati. Kemudian dalam berita itu, ia membaca sebuah kalimat yang dicetak tebal, headline bunyinya, “Matinya Raja Dinamit”. Ia menelusuri terus teks itu hingga akhirnya ia benar-benar tercengang dengan penggambaran mengenai dirinya yang disebut sebagai seorang “pedagang kematian”.
Laki-laki ini adalah penemu dinamit dan telah memperoleh kekayaan yang sangat besar dari karyanya membuat pelbagai macam senjata penghancur. Namun kini ia sangat terpukul dengan citra diri yang terbangun di masyarakat melalui berita di koran itu. Ia bergumul, apakah dirinya sungguh-sungguh ingin dikenang orang sebagai seorang “pedagang kematian”?
“Tidak!” pikirnya, “aku tidak ingin anak-cucuku dan orang-orang lain menyebut diriku sebagai seorang pembuat dan penyebar kematian!” Pada saat itulah kuasa pemulihan yang lebih dasyat dari dinamit, memenuhi dirinya. Itulah saat yang mengubah dirinya. Mulai saat itu, ia mencurahkan tenaga dan uang yang dimilikinya untuk menciptakan perdamaian dan kebaikan bagi umat manusia. Kini, Anda tahu? Dia dikenang bukan sebagai pencipta dinamit, bukan pula disebut “si pedagang kematian”. Namun orang mengenangnya sebagai agen perdamaian. Dialah Alfred Nobel seorang pendiri Yayasan Hadiah Nobel Perdamaian. Itulah metanoia, pertobatan yang sesungguhnya. Bukan hanya berhenti melakukan apa yang dianggap keliru namun sekaligus memperbaiki apa yang salah.
Rupa-rupanya Tuhan lebih senang disambut dengan cara demikian, lihatlah Mazmur 85:11-14, “Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan Tuhan akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.”
Tuhan masih terus memberikan kesempatan untuk kita sebelum waktunya tiba karena Tuhan tidak menghendaki kebinasaan, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Petrus 3:9). Apakah kesabaran Tuhan itu kita gunakan seperti Alfred Nobel? Ataukah kita terus terlena? Ingatlah kedatangan-Nya sama seperti pencuri, tidak pernah bisa kita duga! (2 Pet.3:10).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar