Rabu, 21 September 2011

BERTEKUN DAN SETIA DALAM KEBAIKAN DAN KEBENARAN ALLAH

Sosok Mbah Marijan tidak bisa lepas dari Gunung Merapi. Menurut pengakuannya, ia menjadi juru kunci Gunung Merapi karena melanjutkan tugas orangtuanya. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberinya nama baru, yaitu Mas Penewu Suraksohargo, gelar yang sama dengan mendiang ayahnya. Layaknya seorang abdi dalem, ia bangga dan menghayati tugas panggilanya dengan setia meskipun secara materi gaji yang diterimanya sangat jauh dari cukup. Di masa-masa awal menjadi abdi dalem, Mbah Marijan mendapat gaji Rp. 3.710,-/bulan, sejak pangkatnya naik menjadi Penewu, gajinya juga mengalami kenaikan menjadi Rp. 5.600,-/bulan. Konon katanya, saat-saat terakhir ada orang yang menemukan slip gaji Mbah Marijan, di sana tertera nilainya Rp. 81.000,-/bulan.

Rupanya penghayatan sebagai abdi dalem bagi seorang Marijan bukan sekedar sebuah gelar untuk dibanggakan, melainkan telah menyatu dengan dirinya. Berbagai resiko bahaya ia hadapi. Demi kesetiaan pada tugasnya, ia tak bergeming ketika seorang Gus Dur bahkan Sri Sultan sendiri menyuruhnya untuk turun gunung ketika bahaya letusan mengancam area di sekitar lereng gunung pada tahun 2006. Kala itu Marijan selamat! Namun empat tahun berikutnya, ancaman letusan kembali bergelora, kali ini pun banyak pihak meminta Sang Mbah untuk hengkan dari tugasnya, lagi-lagi ia menolak. Hingga pada akhirnya tim SAR menemukan jenazahnya sedang bersujud di ruangan dapur rumahnya, setelah letusan besar terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010. Luka bakar di sekujur tubuhnya karena wedus gembel memaksanya untuk mengakhiri hidupnya.

Gaji atau bayaran bagi Marijan jelaslah bukan motivasi utama untuk tetap setia pada tugas panggilannya. Penghayatan sebagai abdi dalemlah yang memampukannya setia sampai akhir. Ia tidak pernah mempermasalahkan haknya. Bahkan honor yang ia terima sebesar Rp. 150 juta sebagai bintang iklan sebuah minuman berenergi, ia bagikan kepada tetangga dan sisanya untuk membangun sebuah mesjid. Banyak polemik dan perdebatan apakah Sang Mbah mati secara konyol atau pantaskah ia diberi gelar pahlawan? Namun, dari peristiwa Merapi dan sosok Marijan ini, minimal kita memperoleh pelajaran tentang kesetiaan. Tentang tanggungjawab dan integritas.

Setiap orang percaya pasti ingin disebut orang benar atau orang yang dibenarkan Tuhan. Nah, apakah predikat sebagai orang benar itu berpadanan dengan sikap hidupnya? Sebagai umat Tuhan atau anak-anak Tuhan, apakah sebutan itu memang pantas melekat pada diri kita? Bandingkan dengan kesetiaan Mbah Marijan pada tugas panggilannya yang hanya sebatas abdi dalem!

Yehezkiel pasal 18 berbicara mewakili suara Tuhan, bahwa setiap orang yang mau disebut sebagai orang benar bukanlah hanya sebuah gelar melainkan harus nyata dalam segala tindakan dan seluruh tingkah-lakunya. Ia harus setia mengemban predikat sebagai orang benar. Tidak otomatis sebutan keturunan Abraham, bangsa pilihan Allah itu kelak akan dibenarkan. Berdasarkan perbuatannya itulah seseorang akan dinilai. Jika ternyata kemudian orang ini berubah setia, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Demikian juga jika ada seseorang yang dilahirkan dalam keluarga “orang tidak benar”, lalu ia insyaf, menyadari apa yang dilakukan oleh orangtuanya dan dirinya selama ini tidak benar. Kini ia berbalik melakukan hal yang baik dan benar, maka orang seperti ini akan memperoleh rahmat.

Hal senada disampaikan juga oleh Yesus dalam sebuah perumpamaan tentang dua orang anak (Matius 21:28-32). Si sulung digambarkan sebagai seorang anak “baik”. Di depan bapaknya ia menyanggupi akan bekerja dengan baik di kebun anggurnya. Namun, ternyata anak ini hanya ngomong doang (omdo). Ia tidak mengerjakannya. Sebaliknya sang adik di depan bapaknya menolak untuk bekerja. Namun, kemudian ia menyesalinya dan kini ia melakukan seperti yang diinginkan oleh bapaknya. Yang dibenarkan adalah anak yang kedua. Karena ia yang mengerjakan kehendak bapaknya bukan omdo!

Banyak orang Kristen merasa diri paling benar dan dibenarkan, keyakinan itu seringkali berlebihan dan kemudian menghakimi orang lain. Seolah-olah dirinyalah yang diselamatkan dan orang lain tidak!. Asal “percaya” Yesus maka sejak saat itu keselamatan sudah ada dalam genggaman tangannya. Seolah perbuatannya tidak lagi menentukan. Bukankah kebanggaan serupa terjadi dalam diri umat Israel. Bangga sebagai keturunan Abraham dan umat pilihan Allah yang so pasti mendapat janji-janji Allah. Namun, kemudian lupa dengan tugas panggilannya? Jelas Allah tidak membenarkan hal seperti ini terjadi! Allah menginginkan kesetiaan dan ketekunan dalam mengerjakan kebaikan dan kebenaran sepanjang hidup orang percaya.

Paulus berpendapat bahwa kesetiaan dan ketekunan dalam mengerjakan kebaikan dan kebenaran itu hanya mungkin terjadi jika seseorang belajar kepada Yesus. Ia mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak mengganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:5-8)

Banyak orang mengira ketika mengosongkan diri, atau menanggalkan keegoannya maka ia akan kehilangan banyak hal. Kenyataannya tidak seperti itu. Jika kita melanjutkan bacaan pada Filipi 2:9 dan seterusnya, di sanalah Allah memberi kemuliaan yang setinggi-tingginya kepada Yesus. Contoh nyata dalam dunia ini banyak. Salah satunya Mbah Marijan, banyak orang yang mengusulkannya menjadi pahlawan. Namanya tetap harum sampai sekarang meskipun apa yang dikerjakannya tidak dicanangkan untuk mencari popularitas! Bagaimana dengan Anda? Apakah sampai saat ini tetap setia mengerjakan kehendak-Nya. Pujian nggak usah dicari! Keselamatan dan berkat tidak usah direngek-rengek, semua itu akan datang dengan sendirinya, seperti yang dijanjikan-Nya, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar