Kamis, 03 Maret 2011

DENGARKANLAH YESUS KRISTUS, ANAK ALLAH YANG TERKASIH

Mendengar dan mendengarkan adalah dua hal yang berbeda (bnd. hear dan listen). Ketika merapikan kembali album photo, ada sebuah album kenangan. Ingatan saya kembali pada beberapa tahun silam, mana kala kami sedang berlibur ke Bangka-Belitung. Itulah saat pertama kali anak kami naik pesawat terbang. Sebagaimana lazimnya sebelum pesawat lepas landas, crew akan memeragakan ritual menggunakan alat-alat keselamatan. Berbeda dengan kebanyakan penumpang lainnya, Eirene, anak kami begitu antusias mendengarkan peragaan dan instruksi dari sang pramugari ini. Kadang ia bertanya sesuatu yang tidak jelas. Ia menyimak dan bahkan sampai menghapal gerakan si pramugari itu karena baginya ini adalah hal yang teramat penting. Menyangkut keselamatannya! Saya pun jadi ingat pengalaman pertama naik pesawat, ya seperti itu! Antusias dan penuh perhatian. Eirene mendengarkan, sementara kami dan kebanyakan penumpang yang lainnya hanya mendengar.
 
Masih dalam konteks penerbangan. Dalam dunia penerbangan dan juga pelayaran dikenal istilah “Mayday”, istilah itu berasal dari bahasa Perancis “m’aider” adalah kata untuk kode darurat yang digunakan secara internasional sebagai isyarat tanda bahaya melalui komunikasi radio. Kata itu dalam bahasa Inggris “help Me” atau “SOS” : “tolong saya!” Apa yang akan dilakukan oleh Sang pilot ketika pesawatnya dalam keadaan darurat dan terpaksa ia menggunakan kode “Mayday”? Pilot memutuskan untuk mendaratkan pesawat sesegera mungkin di lapangan udara terdekat. Namun, karena cuaca sangat buruk, penglihatan terbatas, pilot mengandalkan tuntunan yang disampaikan oleh petugas menara. Waktu berjalan sangat cepat, keputusan harus diambil secepat itu pula. Melalui radio, petugas menara memberitahukan apa yang harus dilakukan oleh pilot. Sang pilot pun dengan seksama mendengarkan semua instruksi itu. Tidak ada instruksi yang bisa diulang. Tidak ada instruksi yang diberikan melalui contoh atau peragaan. Semua disampaikan melalui gelombang radio. Satu-satunya yang dipercaya adalah suara petugas menara. Maka tindakan terbaik bagi sang pilot adalah mendengarkan. Tidak ada kesempatan untuk melihat, bertanya apalagi berdebat. Ia hanya bisa mendengarkan dan mengikuti instruksi tersebut. Di saat seperti itu, keselamatan seluruh penumpang bergantung pada kemampuan sang pilot untuk mendengarkan secara cermat dan tepat instruksi-instruksi yang disampaikan melalui radio.
 
  Allah melihat situasi dunia ini dalam kondisi “Mayday”.Dosa telah merusak tatanan alam raya yang diciptakan "sungguh amat baik". Hubungan antar manusia diwarnai sakwasangka, pertikaian, konflik dan pembunuhan. Hubungan manusia dengan alam cenderung eksploitatif. Alam raya diambang kehancuran. Darurat, genting mengarah kepada kebinasaan! Tetapi sayangnya manusia sering mengabaikannya. Manusia sama seperti kebanyakan penumpang pesawat yang hanya memerhatikan peragaan alat keselamatan kalau pramugarinya berpenampilan menarik dan seksi matanya tertuju pada itu. Namun, sama sekali tidak menyimak isi yang disampaikan sang pramugari itu. Bukankah sudah jamak terjadi: banyak orang hanya mencari “pramugari yang seksi dan menarik” yakni pengkhotbah yang hanya menyampaikan apa yang ingin didengarnya. Yang hanya mengumbar janji-janji kesuksesan dan memuaskan telinga. Salah satu potensi bahaya dalam diri setiap orang sehingga tidak dapat mendengarkan suara Tuhan adalah karena dirinya hanya mau menikmati apa yang ingin didengarnya. Barulah ketika saat-saat kritis begitu mencekam ia akan mencari Tuhan, padahal Tuhan enggak usah dicari. Dia sendiri yang menghampiri manusia, Dia siap memandu manusia, bagaikan menara pengawas yang siap memandu pilot agar selamat sampai di bandara. Masalahnya kembali apakah kita menyadari pentingnya suara Itu atau tidak.  
 
Dalam perkataan: “dengarlah Dia..” (bagian terakhir dari ayat 5) adalah penegasan dari Allah sendiri bahwa Yesus adalah Anak-Nya, Raja Mesias dan sekaligus juga Hamba yang menderita. Suara di balik awan itu hendak menegaskan, baik kepada Yesus maupun kepada para murid. Penegasan kepada Yesus bahwa Allah menghendaki penderitaan dan kematian-Nya sebagai penggenapan nubuat Yesaya. Penegasan kepada para murid: bahwa mereka harus mendengarkan Yesus. Mendengarkan Yesus bukan saja ketika Yesus dimuliakan sebagai Mesias tetapi juga ketika ketika Ia mengalami penderitaan di Yerusalem. Tampaknya para murid dan juga kebanyakan orang hanya mau “mendengar” Yesus ketika dalam kemuliaan. Petrus mencoba menahan Yesus, Musa dan Elia yang nampak dalam kemuliaan itu dengan membangun tenda untuk mereka (Matius 17:4). Tetapi ketika Yesus mengalami banyak penderitaan dan akhirnya kematian, para murid berusaha menghindar dan kalaupun ada, mereka melihatnya dari jauh. Sudah menjadi karakter manusia: suka dengan kenyamanan dan kemuliaan. Mendengarkan Yesus adalah mengikuti narasinya sampai akhir.
 
Mendengarkan Yesus itu berarti dengan sengaja memberi diri kepada suara-Nya. Ada pepatah mengatakan, “Anda takkan bisa mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata”. Mendengarkan setidaknya membutuhkan diam. Diam di sini bukan sekedar tidak berbicara, namun juga memerhatikan dengan baik apa dikatakan Yesus. Acapkali yang terjadi adalah di saat mendengarkan justru pikiran kita menerawang merancang argument. Maka sering kali banyak orang yang merasa bahwa perintah Tuhan itu tidak masuk akal. “Mana bisa mengampuni dan mengasihi musuh! Mana mungkin memaafkan orang yang telah menyakiti sebanyak tujuh puluh kali tujuh! Mana tahan ditampar pipi kiri memberi pipi kanan!” Kalimat atau sanggahan seperti ini muncul oleh karena dalam kita mendengar ajaran Yesus, otak dan logika kita juga bicara!. Mendengarkan adalah sikap aktif mendengarkan bukan berusaha mencari argument pembenaran atas ketidakmauan tunduk pada apa yang didengar.
 
Mendengarkan Yesus dengan baik sama seperti sang pilot dalam kondisi “Mayday” tidak ada waktu berdebat, Anda hanya bisa tunduk dan melakukan instruksi dari pengawas penerbangan!
Salam,
Nanang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar