Masih dalam konteks penerbangan. Dalam dunia penerbangan dan juga pelayaran dikenal istilah “Mayday”, istilah itu berasal dari bahasa Perancis “m’aider” adalah kata untuk kode darurat yang digunakan secara internasional sebagai isyarat tanda bahaya melalui komunikasi radio. Kata itu dalam bahasa Inggris “help Me” atau “SOS” : “tolong saya!” Apa yang akan dilakukan oleh Sang pilot ketika pesawatnya dalam keadaan darurat dan terpaksa ia menggunakan kode “Mayday”? Pilot memutuskan untuk mendaratkan pesawat sesegera mungkin di lapangan udara terdekat. Namun, karena cuaca sangat buruk, penglihatan terbatas, pilot mengandalkan tuntunan yang disampaikan oleh petugas menara. Waktu berjalan sangat cepat, keputusan harus diambil secepat itu pula. Melalui radio, petugas menara memberitahukan apa yang harus dilakukan oleh pilot. Sang pilot pun dengan seksama mendengarkan semua instruksi itu. Tidak ada instruksi yang bisa diulang. Tidak ada instruksi yang diberikan melalui contoh atau peragaan. Semua disampaikan melalui gelombang radio. Satu-satunya yang dipercaya adalah suara petugas menara. Maka tindakan terbaik bagi sang pilot adalah mendengarkan. Tidak ada kesempatan untuk melihat, bertanya apalagi berdebat. Ia hanya bisa mendengarkan dan mengikuti instruksi tersebut. Di saat seperti itu, keselamatan seluruh penumpang bergantung pada kemampuan sang pilot untuk mendengarkan secara cermat dan tepat instruksi-instruksi yang disampaikan melalui radio.
Dalam perkataan: “dengarlah Dia..” (bagian terakhir dari ayat 5) adalah penegasan dari Allah sendiri bahwa Yesus adalah Anak-Nya, Raja Mesias dan sekaligus juga Hamba yang menderita. Suara di balik awan itu hendak menegaskan, baik kepada Yesus maupun kepada para murid. Penegasan kepada Yesus bahwa Allah menghendaki penderitaan dan kematian-Nya sebagai penggenapan nubuat Yesaya. Penegasan kepada para murid: bahwa mereka harus mendengarkan Yesus. Mendengarkan Yesus bukan saja ketika Yesus dimuliakan sebagai Mesias tetapi juga ketika ketika Ia mengalami penderitaan di Yerusalem. Tampaknya para murid dan juga kebanyakan orang hanya mau “mendengar” Yesus ketika dalam kemuliaan. Petrus mencoba menahan Yesus, Musa dan Elia yang nampak dalam kemuliaan itu dengan membangun tenda untuk mereka (Matius 17:4). Tetapi ketika Yesus mengalami banyak penderitaan dan akhirnya kematian, para murid berusaha menghindar dan kalaupun ada, mereka melihatnya dari jauh. Sudah menjadi karakter manusia: suka dengan kenyamanan dan kemuliaan. Mendengarkan Yesus adalah mengikuti narasinya sampai akhir.
Mendengarkan Yesus itu berarti dengan sengaja memberi diri kepada suara-Nya. Ada pepatah mengatakan, “Anda takkan bisa mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata”. Mendengarkan setidaknya membutuhkan diam. Diam di sini bukan sekedar tidak berbicara, namun juga memerhatikan dengan baik apa dikatakan Yesus. Acapkali yang terjadi adalah di saat mendengarkan justru pikiran kita menerawang merancang argument. Maka sering kali banyak orang yang merasa bahwa perintah Tuhan itu tidak masuk akal. “Mana bisa mengampuni dan mengasihi musuh! Mana mungkin memaafkan orang yang telah menyakiti sebanyak tujuh puluh kali tujuh! Mana tahan ditampar pipi kiri memberi pipi kanan!” Kalimat atau sanggahan seperti ini muncul oleh karena dalam kita mendengar ajaran Yesus, otak dan logika kita juga bicara!. Mendengarkan adalah sikap aktif mendengarkan bukan berusaha mencari argument pembenaran atas ketidakmauan tunduk pada apa yang didengar.
Mendengarkan Yesus dengan baik sama seperti sang pilot dalam kondisi “Mayday” tidak ada waktu berdebat, Anda hanya bisa tunduk dan melakukan instruksi dari pengawas penerbangan!
Salam,
Nanang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar