Senin, 28 Februari 2011

NATAN, MAHATMA GANDHI , DAN ANDA


Suatu hari Mahatma Gandhi dikunjungi oleh seorang ibu bersama anaknya yang masih kecil. Si ibu memohon Gandhi berkenan menasehatkan anaknya agar berhenti makan gula-gula. “Baiklah ibu, saya memahami permintaan Anda, namun sudilah Anda satu minggu lagi datang kemari.” Sahut Gandhi. Si ibu tak banyak bicara mengajak anaknya pulang.
Seminggu berselang, Si ibu dan anaknya itu kembali datang pada Gandhi. Gandhi masih ingat keluhan Si ibu ini. Gandhi berpaling kepada sia anak dan ia memberikan nasehatnya, “Anakku, aku mohon kamu menghentikan kebiasaanmu makan gula-gula karena tidak baik untuk gigi  dan pencernaanmu!” Kemuadian Gandhi berpaling pada Ibu itu, “Nah, sekarang pulanglah!” Ibu itu bingung dan menyahut, “Pak Gandhi, mengapa untuk nasehat sederhana itu aku harus menunggunya satu minggu?” Dengan ringan Gandhi menyahut, “Ya, aku tidak bisa menasehatinya minggu lalu karena seminggu yang lalu aku juga masih suka makan permen!”
Ada banyak orangtua memberikan nasehat kepada anaknya agar si anak melakukan kebaikan, kejujuran dan ketaatan namun contoh yang mereka lihat sangat kontradiktif. Meminta anaknya tidak merokok namun yang terjadi nasehat itu diucapkan sang ayah sambil merokok. Mengajari anaknya jujur sambil meminta sang anak untuk mengatakan mama tidak ada di rumah apabila ada penagih hutang datang. Menanamkan ketaatan sambil melanggar lampu lalu-lintas karena alasan takut terlambat ke sekolah dan kantor. Inkonsisten!
Inkonsisten, inilah yang kita lihat di mana-mana. Kita gampang menyalahkan atau mengeritik dan menghakimi pihak lain sementara diri sendiri tidak kalah cacat-celanya. (bnd: “Bagaimana engkau dapat berkata kepada saudaramu: biarkan aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di matamu. Matt.7:4)
Hari-hari belakangan ini media dihebohkan dengan pernyataan Mensegkab, yang menghimbau jajaran pemerintahan agar tidak memasang iklan dan melayani wawancara media yang dianggap telah menjelek-jelekkan pemerintah. Pemerintah nampaknya merasa gerah kalau tidak mau dikatakan terpojok oleh opini-opini media yang terus memborbardir ruang public dengan pelbagai kritik. Banyak pengamat dari pelbagai disiplin keilmuaannya dihadirkan untuk meyakinkan bahwa selama ini ada banyak kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Bahkan mengusung wacana selama ini pemerintah telah banyak melakukan kebohongan public. Saya menyaksikan ulasan dan tanggapan itu meluncur dengan ringannya. Mungkin hal yang sama tanpa sadar kita lakukan juga ketika bergosip ria. Tak segan menghakimi dan menjelekkan orang lain.
Betapa terkejutnya saya ketika pada suatu hari dalam acara talk show yang menghadirkan Ketua Dewan Banding PSSI, Prof. Citra Lesma yang merasa geram atas tekanan yang diterimanya dalam menyelesaikan tuntutan banding yang diluncurkan oleh pihak Jendaral George Toisutta dan Arifin Panigoro yang merasa dizolimi dalam melangkah menjadi bakal calon PSSI. Prof. Citra Lesmana yang selalu mengatakan adalah wajar kalau media masa itu mengeritik dan menyampaikan hal yang jelek tentang pemerintah. Pemerintah harus menerimanya sebagai masukan untuk perbaikan. Namun, kali ini ia mengatakan, “Kompas itu jelek sekali…dan masih banyak lagi ungkapannya tentang kejengkelan banyak media yang menekannya.” Dalam hati saya mengatakan, “ya, itulah juga perasaan SBY and the gang”.
Kong Fu Tze (551-476 SM) pernah berkata, “Apa yang tidak ingin orang lain lakukan kepada dirimu janganlah juga kamu lakukan terhadap orang lain.” Ini mirip nasehat mama saya sewaktu saya kecil, “Jika kamu tidak ingin dicubit, janganlah kamu mencubit.”. Setengah millennium dari Kong Fu Tze, Yesus menegaskan, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hokum Taurat dan kitab para nabi.”
Adalah baik menyampaikan kritik dan hal-hal yang tidak baik. Seorang kawan yang baik pasti akan mengatakan hal-hal yang terburuk sekalipun dari sahabatnya, agar sang sahabat tidak terperoksok dalam kesalahannya. Sebaliknya teman yang selalu mengatakan yang baik, selalu memuji adalah bukan sahabat sejati. Sebab pujian yang berlebihan adalah potensi untuk melumpuhkan seseorang. Ingatlah strategi perangnya Sun Tzu,”Jika engkau ingin menaklukan musuhmu puji dan jilatlah ia terus-menerus.” Oleh karena itu Sun Tzu mengingatkan:”JIka engkau dipuji buanglah pujian itu ke tempat samapah dan jika engkau dikritik simpanlah itu di tempat yang berharga.”
Agar saran dan kritik itu tepat guna mungkin kita harus berpikir dan berprilaku seperti Mahatma Gandhi. Mulailah dari diri sendiri konsisten, work the talk! Sampaikanlah kritik itu sama seperti Nathan menegur Raja Daud, Anda bisa membacanya dalam 2 Samuel 12:1-25. Saya kira inilah bahasa komunikasi politik yang canggih yang seharusnya dipelajari oleh pengamat dan penasehat politik. Disampaikan oleh orang yang punya integritas dan membuahkan hasil luar biasa: pertobatan Daud!
Bangsa ini tidak akan pernah bertobat! Jika maling berteriak maling apalah gunanya, sama seperti ucapan Yesus, “orang buta menuntun orang buta.” Ya, bangsa ini membutuhkan “Natan, Mahatma Gandhi, dan………..Anda!  
Salam’ Nanang 28 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar