Senin, 21 Februari 2011

Andaiku Gayus...........

Syair jenaka namun sarat kritik yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Bona Paputungan mengisyaratkan adanya “kecemburuan” Bona terhadap si Gayus Tambunan ini. Bayangkan punya uang segalanya bisa diatur dan dibeli termasuk hokum dan segala bentuk legalisme. Uang seolah segalanya. Jargon hukum yang mengatakan bahwa “Di Negeri ini Hukum yang Menjadi Panglima!” Kenyataannya? Anda dapat merasakannya. Pengalaman saya bersinggungan dengan penegak hukum membenarkan bahwa uanglah sebenarnya yang menjadi “panglima”.
Suatu hari saya ditilang oleh polantas di depan Mall Citraland. Meskipun sang penilang menawarkan penyelesaian di tempat, saya keukeuh nggak mau bayar. Saya memilih sidang. Di hari persidangan saya diminta datang jam 08.00 WIB, ternyata persidangannya dimulai jam 11.15.WIB. Saya tidak sendiri tapi ada banyak “pelanggar” yang lain yang siap disidangkan. Apa yang terjadi di lingkungan lembaga penegak hukum ini? Yah, mulai dari tukang parker, juru daftar sidang, office boy, bahkan sampai pembantu hakim sendiri menawarkan jasa “jalan tol” untuk tidak usah sidang lagi. Semuanya menawarkan tariff yang sama. “Bapak tinggal bayar Rp. 75.000,- SIM bapak segera akan kembali ke dompet bapak!” Saya menjawab, “Kalau caranya begini sih, saya bayar saja di TKP, toh polisinya minta Cuma Rp. 50.000,- Saya di sini justeru pengen tahu proses pengadilan di negeri yang menjujung tinggi hukum ini!”
Argumentasi terjadi dengan sang penegak hukum yang memvonis saya bersalah dan harus membayar denda Rp. 75.000,- saya punya pandangan lain, lalu perdebadat terjadi. Akhirnya dengan diputuskan Rp. 25.000,-. Saya membayangkan: Perkara yang “kecil” saja sarat dengan uang sebagai pemecahan masalah, apalagi masalah-masalah besar yang lainnya. Anda bisa menafsirkannya sendiri. Maka logis juga kalau si Bona jadi iri dengan si Gayus Tambunan.
Jadilah seperti Gayus yang bukan Tambunan
Gayus Tambunan bagaikan symbol bahwa uang dapat menyelesaikan banyak hal. Sehingga manusia menjadikan uang bukan lagi sebagai alat atau sarana, melainkan sebagai tujuan dari hidupnya. Manusia lupa bahwa tidak semua dapat dibeli dan diselesaikan dengan uang.
Uang dapat membeli rumah namun tidak rumah tangga
Uang dapat membeli teman namun tidak persahabatan
Uang dapat membeli ‘cinta’ namun tidak cinta kasih sejati
Uang dapat membeli obat dan rumah sakit namun tidak kesehatan
Uang dapat……………..Anda lanjutkanlah sendiri………………..

Gayus dalam Alkitab atau di zaman Perjanjian Baru merupakan nama diri yang banyak dipakai orang. Ada Gayus orang Makedonia, yang bersama dengan Aristarchus, berada dengan Paulus pada waktu terjadi huru-hara di Efesus (Kisah 19:29), ada Gayus dari Derbe, yang adalah utusan dari gerejanya yang menyampaikan kolekte bagi orang miskin di Yerusalem (Kisah Rasul 20:4).  Ada Gayus dari Korintus yang adalah tuan rumah dari Paulus, seorang yang begitu ramah sehingga ia dapat disebut tuan rumah dari seluruh gereja (Roma 16:23), ada juga Gayus yang dibaptis oleh Paulus (I Korintus 1:14)

Gayus Uskup Pergamus
Gayus ini menurut tradisi gereja ditahbiskan sendiri oleh Yohanes (penulis surat Yohanes). Siapakah Gayus ini? 3 Yohanes 1:1-4 menuliskan:
1:1. Dari penatua kepada Gayus yang kekasih, yang kukasihi dalam kebenaran.
1:2 Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.
1:3. Sebab aku sangat bersukacita, ketika beberapa saudara datang dan memberi kesaksian tentang hidupmu dalam kebenaran, sebab memang engkau hidup dalam kebenaran.
1:4 Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.
Dari ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Gayus adalah orang yang baik, benar dan taat, bukan ngakunya sendiri tapi kesaksian banyak orang. Oleh karena itu baik sekali kalau kita ini menjadi seperti Gayus, tapi Gayus yang bukan Tambunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar