Kamis, 24 Oktober 2024

KELUARGA YANG DIPULIHKAN ALLAH

Tidak banyak orang punya kecerdasan untuk membedakan kebutuhan dari keinginan. Lebih banyak orang menukar kebutuhan dengan keinginan. Contoh, tubuh kita memerlukan energi, makanan tidak hanya untuk sumber tenaga, tetapi juga pemeliharaan sel-sel dalam tubuh kita. Tubuh kita memerlukan keseimbangan gizi yang baik agar tidak hanya bertenaga tetapi juga bugar dan sehat. Nyatanya, atas nama kenikmatan yang diinginkan, kita mengorbankan kebutuhan.

 

Bartimeus berbeda dari kebanyakan orang. Anak Timeus ini tahu apa yang dibutuhkannya. Ketika suaranya didengar dan ia tepat berhadapan dengan Yesus, Yesus bertanya: “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?” Bartimeus yang buta – yang oleh sebagian besar orang dalam kondisi ini dipakai menjadi modal untuk mendapatkan uang – tahu apa yang paling dibutuhkannya. Dapat melihat!

 

Usaha kerasnya untuk dipulihkan terlihat dari mulai Si Buta ini mendengar kedatangan Yesus melintasi wilayahnya sampai ia mengerahkan segala kekuatannya untuk mendapat perhatian dari Si Anak Daud itu. Ia berteriak dengan sekuat tenaga: “Anak Daud, kasihanilah aku!” Mengapa Si Buta ini memanggil Yesus dengan “Anak Daud”? Ya, dalam konteks zaman itu gelar “Anak Daud” dapat dipahami secara berbeda. Ada yang sekedar menyebut Yesus sebagai seorang keturunan Daud, sebagaimana juga keturunan Daud yang lain. Yang lain berpendapat bahwa, gelar “Anak Daud” dapat menunjuk pada Salomo, anak Daud yang tidak hanya dikenal dengan kebijaksanaan dan kebesaran kuasanya, melainkan juga dikenal pandai menyembuhkan sakit penyakit. Namun bagi banyak orang Israel, “Anak Daud” adalah sosok Mesias yang dinantikan kedatangannya untuk memulihkan kejayaan Kerajaan Israel. Apa pun itu, bagi Bartimeus, Yesus bukanlah insan biasa. 

 

Meski diminta diam oleh mereka yang mengiring Yesus dalam perjalanan menuju Yerusalem. Bartimeus bergeming, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Teriakannya tidak sia-sia. Yesus berhenti! Betapa pentingnya perjalanan Yesus ke Yerusalem untuk menuntaskan tugas dari Sang Bapa. Namun, mendengar teriakan Si Buta ini, Yesus berhenti dan meminta pengikut-Nya untuk menghadirkan dia. Orang buta itu segera menanggalkan jubahnya – jangan berpikir jubah kebesaran, ini jubah pengemis! Jubah ini melambangkan keterikatan Bartimeus pada suatu tempat, status dan ketidakberdayaan sebagai orang buta. Sejurus kemudian Bartimeus tepat berada di hadapan Yesus.

 

Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?” Retorika ini membuka kesempatan buat si Buta. Yesus tahu apa yang paling dibutuhkannya. Namun, Ia tetap membuka peluang Bartimeus meminta yang lain, misalnya uang atau makanan yang biasa diharapkan oleh para pengemis yang berjajar di jalanan Yerikho yang menuju ke Yerusalem. Jalanan itulah yang lazim dilewati oleh para peziarah yang akan merayakan Paskah di Yerusalem. Fokus pada kebutuhannya, Bartimeus meminta Yesus agar ia dapat melihat. 

 

Kali ini Yesus tidak menggunakan tanah atau ludah-Nya untuk mencelikkan mata Bartimeus. “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Seketika itu juga Bartimeus dapat melihat! Lihat, Yesus mengkonfirmasi iman dari Si Buta itu. Artinya, Yesus membenarkan keyakinan dari Bartimeus. Iman itu adalah pengakuan bahwa Yesus Anak Daud, dalam hal ini Yesus bukan hanya secara garis keturunan adalah anak Daud, atau nama yang dihubungkan dengan Salomo yang dapat menyembuhkan sakit penyakit. Iman Bartimeus meyakini bahwa Yesus adalah Mesias. Mesias yang membawa setiap orang yang terbuang kembali kepada kasih Allah, termasuk “…. di antara mereka ada orang buta dan orang lumpuh,…” (Yeremia 31:8).

 

Bagi Bartimeus, penglihatan jauh lebih penting ketimbang uang pemberian sebagai bentuk iba dari orang lain. Keyakinan iman Bartimeus yang dibenarkan Yesus tidak hanya berhenti ketika ia dipulihkan, dapat melihat. Iman yang disertai pengucapan syukur itu ia buktikan dengan mengiring Yesus menuju Yerusalem! Bartimeus tidak mau duduk di pinggir jalan lagi dan mengemis. Bartimeus adalah contoh orang yang telah mengalami pemulihan. Ia tidak lagi hidup dan bergantung pada masa lalunya. Bartimeus seakan tahu Yerusalem yang dituju oleh Yesus. Di tengah perebutan kekuasaan di antara para murid tentang siapa yang terbesar. Bartimeus hadir sebagai anti tesis. Ia mengiring Yesus bahkan sampai pada peristiwa penyaliban itu.

 

Tidak banyak orang seperti Bartimeus yang tahu apa yang menjadi kebutuhan mendasar bagi hidupnya. Kebanyakan dari kita mengejar keinginan: ingin bertambah kaya, berkuasa, menikmati kesenangan hidup, dan seterusnya. Padahal, bukan itu yang akan membawa kita pada kebahagiaan sejati. Doa-doa kita pun sering kali manipulatif, seakan seperti orang yang benar-benar sale. Namun, nyatanya mengatur Tuhan untukmemenuhi setiap keinginan kita, bukan kebutuhan! Bisa jadi, apa yang tidak dikabulkan oleh Tuhan adalah segala keinginan kita, dan ketika itu terjadi kita menjadi gusar, marah, kecewa lalu meninggalkan Tuhan.

 

Percayalah, Tuhan akan menyimak, sebagaimana Ia berhenti dari perjalanan-Nya ke Yerusalem untuk mendengarkan permintaan Bartimeus. Ia akan mendengar setiap doa-doa permohonan pemulihan dari kita. Jelas, Tuhan ingin kita pulih! Berkaca dari pemulihan Bartimeus, Allah pertama-tama ingin kita pulih, bisa melihat karya kasih-Nya dalam Yesus Kristus. Banyak orang sulit, bahkan buta teradap kasih dan pemeliharaan Allah. Kebutaan ini pertama-tama disebabkan oleh egoisme, pementingan diri sendiri yang berlebihan sehingga seberapa pun kasih Allah tidak cukup untuk disyukuri. Kita gagal melihat bahwa Allah menempatkan pasangan kita: suami atau istri, anak-anak, orang tua, saudara: kakak atau adik, bahkan semua orang yang terhubung dengan kita adalah wujud kasih-Nya yang terlihat, sekaligus juga tempat di mana kita mengasihi.

 

Kebutuhan utama kita untuk dipulihkan adalah bagaimana melalui mereka Tuhan mencintai kita. Dan, melalui segala rentetan peristiwa, baik suka maupun duka di situ Ia merancangkan rancangan damai sejahtera-Nya. 

 

Kasihanilah aku, ya Anak Daud!” adalah ungkapan kesadaran bahwa ada sesuatu yang tidak baik-baik saja. Sakit! Hanya orang yang merasa dan sadar bahwa dirinya sakit, ia akan mencari pemulihan. Tidak mungkin orang yang merasa baik-baik saja atau sehat merindukan pemulihan. Apanya yang dipulihkan, wong saya tidak sakit? 

 

Kesadaran bahwa kita sakit akan mendorong kita mencari Sang Pemulih tulen. Ya, Tuhanlah yang sanggup memulihkan. Tuhanlah yang sanggup memulihkan sakit penyakit dalam keluarga kita!

 

Tanda bahwa kita dan keluarga kita dipulihkan, tampak seperti Bartimeus. Yesus menyuruhnya pergi. Eh, malah ia terus mengiring Yesus sampai Yerusalem. Bartimeus menanggalkan keterikatannya pada “jubah pengemis”. Ia sekarang bukan lagi menjadi objek rasa iba orang banyak yang hendak berziarah. Kini, ia menjadi seorang peziarah! 

 

Ciri-ciri kita dan keluarga kita telah dipulihkan adalah tidak lagi menjadi pribadi-pribadi yang terus melekatkan diri pada masa lalu dengan menjadikan diri sebagai orang yang menderita dan korban dari ketidakadilan. Flaying victim! Sebagai gantinya sekarang menjadi pribadi-pribadi yang tangguh untuk berjalan mengiring Yesus bahkan sampai pada puncak derita-Nya. Orang-orang yang telah dipulihkan Yesus adalah mereka yang mengisi hidup dengan jalan ziarah, memaknai hidup ini sebagai perjalanan bukan sebagai tujuan hidup. Berjalan bersama dengan Tuhan akan menjumpai hal-hal mengejutkan tetapi juga menjadi tempat kita memulihkan satu dengan yang lain!

 

Jakarta, 24 Oktober 2024 Minggu Biasa tahun B

Kamis, 17 Oktober 2024

KELUARGA YANG MENGHAMBA

Sir Hugh Beaver seorang direktur pelaksana pabrik bir terkenal, Guinness beradu pendapat dengan teman-temannya sewaktu berburu di muara Sungai Slaney, Country Wexford, Irlandia. Mereka mempersoalkan burung buruan di Eropa yang paling cepat terbangnya: burung spesies Pluvialis apricaria atau burung famili Tetranodiae. Saya membayangkan dengan referensi yang terbatas, belum ada internet apalagi embah Google, perdebatan menjadi seru dan panas.

 

Otak bisnis Beaver berputar. Ia menyadari buku rujukan yang ada ternyata tidak bisa menjawab keingintahuan mereka tentang burung buruan tercepat di Eropa. Aha, jika saja ada penerbit yang mencetak buku yang berisi tentang jawaban dari segala yang terhebat, pasti buku itu akan menjadi populer! Beaver menugaskan karyawan Guinness, Christopher Chataway untuk mewujudkan ide membuat buku berisi catatan rekor. Lalu, Chataway meminta rekan satu almamaternya, Norris dan Ross McWhirter yang kebetulan membuka sebuah kantor pencari fakta di London. Si kembar McWhirter akhirnya mewujudkan impian Beaver. The Guinness Book of Record edisi pertama akhirnya terbit pada Bulan Agustus 1954. Buku tersebut dicetak sebanyak seribu eksemplar dan dibagi-bagikan secara gratis!

 

The Guinness Book of Record dalam perkembangannya dicetak dan diperbarui setiap tahun. Buku ini terus mencatat kumpulan rekor dunia yang berkaitan dengan prestasi manusia, serta catatan “ter – “ dan “paling” yang ada di dunia dan mendapat pengakuan secara internasional. Buku yang dimulai oleh direktur pelaksana dan terus dikembangkan oleh perusahaan bir hitam Guinness memegang rekor sebagai serial buku berhak cipta paling laku di dunia!

 

The Guinness Book of Record yang berkembang tidak hanya dalam mencatat rekor tetapi juga memvasilitasi, menggugah dan memotori manusia serta terus membarui pencapaiannya seakan mewadahi naluri manusia yang ingin menjadi terhebat, dikagumi dan berkuasa. Bukankah seseorang akan lebih bangga bila disebut terhebat ketimbang hebat saja, tercantik ketimbang cantik doank, terkuat dari hanya sekedar kuat!

 

Bayangkan, kedua belas murid Yesus yang telah lama bersama-sama Sang Guru, mestinya sudah menjadi orang yang bukan biasa-biasa saja. Mereka mengatakan sendiri telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus (Markus 10:28). Mereka tidak puas hanya menjadi orang hebat yang mengikuti Guru Super hebat! Mereka ingin menjadi terhebat, paling berkuasa, paling mulia di antara yang lain. “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.” (Markus 10:37). Posisi di sebelah kanan dan kiri Sang Mesias akan membuat mereka mempunyai kuasa besar dan akan dapat berbuat apa saja. Ironis, Yesus baru saja memberitahukan tentang penderitaan yang akan dijalani-Nya, tetapi mereka meminta kemuliaan!

 

Lontaran ketidakmengertian, tetapi juga gambaran hasrat motivasi mengikut Yesus tersirat vulgar! Mereka tidak tahu bahwa kemuliaan hanya dapat diraih setelah sengsara dan kematian; mereka yang ingin mulia bersama dengan Yesus, harus pula menderita bersama dengan-Nya. Itulah sebabnya, Yesus kemudian mengulang kembali kepada mereka tentang jalan menuju kemuliaan itu, yakni via dolorosa: jalan sengsara! Dalam kiasan, Yesus bertanya: “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima” (Markus 10:38).

 

Di tengah ketidaktahuan dan ambisi, mereka menjawab, “Kami dapat!”. Tanpa tahu makna yang disampaikan Yesus, Yakobus dan Yohanes menyatakan kesanggupan mereka. Jelas, kedua murid itu tidak memahami apa yang Yesus maksudkan dengan meminum cawan dan dibaptis dengan baptisan yang diterima-Nya. Dengan kata lain, mereka akan mengalami sengsara seperti yang dialami Yesus.

 

Kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Mungkin saja mereka berpikir bahwa permintaan kedua orang teman mereka ini sudah kelewatan. Atau, mereka tersinggung, karena permintaan itu menunjukkan bahwa merekalah yang paling layak, paling hebat untuk posisi di sebelah kanan dan kiri Yesus. Dengan meminta posisi itu mereka telah merendahkan kesepuluh murid yang lain.

 

Yesus menanggapi pertengkaran receh itu dengan berbicara tentang, “mereka yang diakui sebagai pemerintah bangsa-bangsa” yang bertindak sebagai tuan dan penguasa, dengan sewenang-wenang menindas dan memperdaya rakyatnya demi mengikuti keinginan dan hawa nafsu mereka. Yesus menolak pola kekuasaan yang berlaku di dunia ini. Dan, Ia menawarkan hal yang sebaliknya, “Siapa yang ingin menjadi besar, hendaklah ia menjadi pelayan dan yang ingin menjadi terkemuka hendaklah menjadi pelayan.” Seorang pelayan mengikuti kehendak mereka yang dilayaninya dan tidak menjadikan orang lain sebagai budaknya. 

 

Kuasa tidak bertentangan dengan pelayanan. Yesus memandang diri-Nya sebagai pribadi yang memiliki kuasa untuk mengampuni dosa, mengusir setan, memulihkan kelemahan manusia. Tetapi Ia memahami bahwa kuasa itu diberikan oleh Allah untuk melayani manusia, bukan untuk mengagungkan diri dan meraup keuntungan atas ketenaran dan kuasa itu. Yesus mengajarkan hal ini bukan hanya melalui ucapan tetapi gaya hidup-Nya juga memang demikian. Dia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang!

 

Yesus memberikan nyawa-Nya, Ia bukan dikorbankan melainkan mengorbankan diri-Nya sendiri supaya manusia terbebas dari belenggu dosa dan menjadi benar di hadapan Allah. Bagaimana Yesus melakukan hal ini? Seperti hamba Allah dalam Yesaya 53:10-12, Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai kurban penebus salah, yakni kurban yang dipersembahkan kepada Allah supaya manusia memperoleh pengampunan dosa. 

 

Yesus melebih para imam besar yang membawa kurban untuk penghapusan dosa. Sebab, para imam sebagai perantara umat, mereka membawa hewan kurban dan mempersembahkan untuk penghapusan dosa umat, sementara mereka sendiri harus menyucikan diri mereka juga dengan kurban penebus salah. Tetapi berbeda dengan mereka, Ibrani 5:1-10 mencatat bahwa Yesus sebagai Imam Besar justru mempersembahkan diri-Nya sendiri untuk menghapus dosa manusia. Yesus tidak memuliakan diri-Nya sendiri alih-alih menghamba. Ia taat meski harus menderita!

 

Jadi, buat Yesus berjuang menjadi besar, tenar, berkuasa dan mulia dalam pemikiran hikmat dunia menjadi tidak relevan untuk mencapai kemuliaan yang sesungguhnya. Yesus menawarkan jalan menjadi hamba. Jelas, yang dimaksud Yesus bukan dalam arti “diperhamba”, melainkan dengan kesadaran penuh bahwa kita semua telah ditebus dan kini menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus, maka bukan lagi nikmat dunia dan kuasanya yang menjadi tujuan hidup kita, melainkan memberi diri untuk melayani satu dengan yang lain. Pelayanan itu paling masuk akal apabila dimulai dalam lingkungan terkecil. Keluarga!

 

Ketimbang berpikir dan ambisius menjadi yang paling hebat, paling berkuasa, paling dominan, paling dihormati, dan sederet lagi seperti yang diimpikan banyak orang agar namanya tercantum dalam The Guinness Book of Record, marilah kita menjadi orang yang berjuang untuk kepentingan bersama: menjadi orang yang paling suka melayani, menjadi sahabat bagi orang yang kehilangan, menjadi teman bagi mereka yang sebatang kara, menjadi bahu bagi mereka yang kehilangan sandaran, bahkan menjadi “tong sampah” untuk setiap keluh kesah orang-orang yang telah penat menghadapi beban hidup ini!

 

 

Jakarta, 17 Oktober 2024. Minggu Biasa tahun B