Jumat, 18 Februari 2022

CARA MEMBALAS MUSUH

Plato adalah murid Socrates. Sang guru tidak meninggalkan catatan apalagi buku tentang pelbagai ajaran dan pandangan filosofisnya. Platolah yang kemudian mengabadikan dialog-dialog Socrates. “The Republic” (Yun: Politeia) adalah catatan monumental Plato yang sampai hari ini banyak dibaca dan dipelajar orang. The Republic ditulis sekitar tahun 375 sebelum Kristus lahir, itu berarti sezaman dengan dua generasi sesudah Ezra-Nehemia.

Plato mencatat dialog gurunya dengan berbagai orang di Athena tentang arti keadilan. Socrates bertanya kepada Cephalus, Polemarchus, dan Trasymarchus mengenai definisi keadilan. Cephalus mendefinisikan keadilan sebagai memberi apa yang terutang. Jadi, adil itu adalah ketika utang dibayar! Polemarchus mengatakan bahwa keadilan itu “seni yang memberikan kebaikan kepada teman dan perlakuan buruk atau jahat kepada musuh.” Trasymarchus menjawab bahwa keadilan itu adalah kepentingan yang lebih kuat.

Saya tertarik dengan pendapat Poilemarchus, “keadilan itu adalah seni yang memberikan kebaikan kepada teman dan perlakuan buruk atau jahat kepada musuh”. Jadi, kalau tema khotbah hari ini “Cara membalas musuh”, sudah ada jawabannya: perlakukan yang jahat kepadanya. So, simple!

Bukankah kalau mau jujur, kita pun sering tergoda dengan sikap yang seperti ini? Apalagi musuh itu telah merusak dan merampas masa depan kita, mengoibrak-abrik harkat dan martabat kita. Maka andaikan saja kita punya kuasa, ingin rasanya membalaskan dendam itu. Biar tahu rasa!

Sayangnya, bagi siapa pun yang mengaku diri orang Kristen, niat apalagi mewujudkannya dengan tindakan, tidak boleh! Yesus mengatakan, “Kepada kamu yang mendengarkan Aku..” (Lukas 6:27). Yesus sangat serius dengan para pengikut-Nya. Kini, Yesus benar-benar meminta perhatian kepada para murid-Nya. “Kasihilah musuhmu…” perintah ini sangat tegas dan tidak bisa ditawar-tawar. Kasih di sini bukan masalah perasaan, melainkan keputusan untuk bertindak. Kasih yang dituntut Yesus adalah kasih yang radikal. Kasih yang otentik, yang tidak sama dengan kasih kebanyakan orang. Kasih yang tidak ditujukan hanya kepada mereka yang telah melakukan tindakan kasih. Kalau murid-murid Yesus membatasi tindakan kasih dengan kasih yang model begini, Yesus mengingatkan mereka “apakah jasamu, karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.” (Lukas 6:32).

Kasih itu harus ditujukan kepada semua orang yang memusuhi, membenci dan mengutuki mereka. Model kasih semacam ini adalah kasih yang dilakukan oleh Bapa sendiri. Bapa mengasihi semua orang termasuk mereka yang tidak tahu berterima kasih. Oleh karena itu setiap murid Yesus terpanggil untuk menjadi orang-orang yang mengasihi, murah hati, sama seperti Bapa adalah murah hati.

Lalu, tindakan kasih seperti apa?

Berbuat baik kepada orang yang membenci kamu…”

Loh, mana mungkin? Orang yang membenci, seharusnya balas lagi dengan kebencian! Ini sangat mungkin terjadi, syaratnya seperti yang diungkapkan Yesus sebelum mengajarkan cinta kasih ini, “Tetapi kamu yang mendengarkan Aku…” Jika saja kita mendengarkan apa yang katakan Yesus kita akan mampu melakukannya. Mengenai mendengarkan sudah kita bahas dalam khotbah Minggu lalu. Mendengarkan berarti kesediaan belajar terus dari Yesus. Yesus tidak hanya sekedar berbicara mengungkapkan ajaran yang ideal dan terkesan utopis. Tapi, tunggu dulu sebelum kita menyimpulkan bahwa ajaran seperti ini adalah utopis yang tidak bakal bisa dilakukan. Yesus sendiri dalam pelayanan-Nya melakukan apa yang Ia ajarkan!

Berbuat baik terhadap orang yang membenci kita yang diajarkan Yesus tentu saja bukan pada posisi kita tidak berdaya. Berbuat baik karena tekanan. Bukan, bukan begitu! Jelas, yang dimaksudkan adalah berbuat baik dengan tulus. Sebab, jika kita berbuat baik karena tidak ada pilihan, karena tertekan, itu sama saja dengan orang lain. Orang yang tidak mendengarkan Yesus pun dapat berbuat baik kepada orang yang mereka benci oleh karena ditekan dan ditindah. Tidak ada pilihan! Berbuat baik yang dimaksudkan Yesus adalah tindakan merdeka untuk mengasihi. Sama seperti Yesus pun merdeka untuk mengasihi para pembenci-Nya!

Berkatilah orang yang mengutuk kamu…”

Orang dapat saja menerima permusuhan dengan sikap pasrah. Namun, bukan itu yang Yesus mau. Ia menyuruh para pengikut-Nya mengucapkan berkat atas orang-orang yang mengutuk mereka. Lagi-lagi, kalau pun keluar kata berkat, itu sering kali dengan nada sarkas. Hati kita jengkel, karena tidak berdaya kita mengatakan, “Semoga kamu kaya raya, dengan begitu tidak lagi merongrong orang lain.” Jelas, Yesus menginginkan kata-kata berkat itu tulus. Buka ada maksud tersembunyi yang sebenarnya menginginkan kemalangan bagi orang yang menjengkelkan itu. Ingatlah Yesus dalam kesengsaraan-Nya Ia memohon pengampunan dari Bapa-Nya terhadap mereka. Seperti itulah yang Yesus inginkan!

…berdoalah bagi orang-orang yang berbuat jahat terhadap kamu”

Jujur, doa seperti apa yang biasanya kita ucapkan ketika kita dijahati oleh orang lain? Mungkin yang sudah diperhalus begini, “Tuhan, tergurlah dia dengan tangan kasih-Mu, agar Ia sadar dan tidak lagi melakukan apa yang jahat.” Tampaknya doa yang baik. Tapi benarkah berasalah dari hati nurani yang tulus. Yang menginginkan orang tersebut dikasihi Tuhan? Lalu kalau benar, Tuhan mengasihi dabn memberkati orang itu, lalu tentramkah hati kita? Jangan-jangan yang dimaksud dengan “tegurlah dia dengan tangan kasih-Mu” adalah kalimat lain yang sebenarnya, “Tuhan balaslah dia, hukumlah dia,…”.

Jadi, sangat jelas apa yang diajarkan Yesus tentang bagaimana caranya membalas atau memperlakukan musuh. Sangat mungkin kita akan menyanggah dan mengatakan, kalau begitu di manakah keadilan? Sangat mungkin orang-orang seperti ini akan terus mengulangi perbuatan mereka. Sangat mungkin juga orang-orang Kristen akan terus menjadi kelompok yang ditindas karena tidak kuasa untuk melawan!

Tindakan kejahatan tidak mungkin akan berakhir ketika dibalas dengan kejahatan. Hanya kebaikan yang mampu menghentikannya. Ketulusan hati, motivasi yang benar dalam mengasihi akan memenangkan hati orang-orang yang berbuat jahat. Sebelum kita menyanggahnya dengan pelbagai pengalaman sendiri, mari kita telisik dalam-dalam hati kita. Sudahkah kita melakukan apa yang diajarkan Yesus ini? Betulkah kita telah berbuat baik dengan tulus terhadap mereka yang membenci kita? Betulkah kita telah memberkati dan mendoakabn mereka dengan sungguh-sungguh? Atau jangan-jangan hanya alasan saja demi memelihara sakit hati dan dendam kesumat kita?

Lihatlah apa yang dilakukan Yusuf dalam bacaan pertama Minggu ini. Yusuf tidak memilih balas dendam terhadap saudara-saudaranya yang telah mencelakakan dirinya. Ia memilih merangkul dan mengasihi mereka dengan tulus. Yusuf dapat melihat bahwa di balik kebencian dan perbuatan jahat yang dirancangkan oleh kakak-kakaknya itu ada rencana Allah untuk memelihara umat-Nya.

Sangat mungkin, ketika Anda memilih melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Yusuf dan diajarkan oleh Yesus, di sana Allah bekerja. Allah merancangkan kebaikan yang lebih dahsyat untuk menyatakan dan memenangkan orang-orang yang tadinya anti dan membenci Anda. Jalani saja dengan ketulusan dan nanti pada saatnya Anda akan melihat sungguh ajaib apa yang dilakukan Allah kita itu.

 Jakarta, 18 Februari 2022

Kamis, 10 Februari 2022

MENGIKUTI SUARA ALLAH

Junjungan yang ‘ku pilih: Yesusku Penebus

Yang bangkit dari mati, berkuasa Seterus.

Kendati banyak orang mengejek, mencela, 

‘ku ikut suara-Nya, lembut mesra.

 

Reff:

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Bersamaku di jalanku, suara-Nya ‘ku dengar.

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Di mana Dia ‘ku dengar? Di dalam hatiku!

 (He Lives, A.H. Ackley - “Junjungan yang ‘ku pilih”, NKB 87)

 

Syair lagu yang sering kita nyanyikan ini digubah oleh komposer lagu rohani sekaligus pendeta Presbitarian. Alfred Ackley lahir pada tahun 1887 di Pennsylvania. Sejak kecil bakat musiknya sudah terlihat. Ia mengembangkan bakat musiknya ke. Royal Academy of Music di London. Di sana Ackley bermain piano dan cello. Setelah menyelesaikan studi musiknya, Ackley kembali ke Westminter Theological Seminary , Maryland dan ditahbiskan sebagai pendeta Presbitarian pada 1914. Ackley menggembalakan jemaat di Wilkes-Barre dan Elmhurst, Pennsylvania, sebelum dipanggil ke sebuah jemaat di Escondido, California.

 

Di California pada tahun 1932, Ackley memerhatikan seorang Yahudi yang menghadiri beberapa pertemuan penginjilan. Mahasiswa muda ini terus berkata, “Mengapa saya harus menyembah orang Yahudi yang sudah mati?” Ini mengganggu Ackley, dan itu terus ada dalam pikirannya. 

 

Suatu pagi setelah ia bangun untuk mempersiapkan renungan Minggu Paskah, dia kagum mendengar di radio seorang pengkhotbah liberal terkenal di New York berkata, “Selamat pagi. Ini Paskah! Anda tahu saudara-saudara, tidak ada bedanya bagi saya jika Kristus dibangkitkan atau tidak. Sejauh yang saya tahu, tubuh-Nya bisa menjadi seperti debu di beberapa pemakaman Palestina. Hal utama adalah, kebenaran-Nya terus berjalan!”

 

Malam itu Ackley terus memikirkan kata-kata teman Yahudinya dan khotbah di radio. Sang istri mengingatkannya untuk melakukan yang terbaik - menulis lagu dan kemudian ia akan merasakan suasana yang lebih baik. 

 

Di ruang kerjanya, Ackley membaca kembali kisah Kebangkitan dari Injil Markus, dan segera kata-kata mengalir darinya. Beberapa menit kemudian ia mulai memainkan musik untuk kata-kata gubahannya itu, dan menjawab pertanyaan, “Mengapa saya harus menyembah orang Yahudi yang sudah mati?”

 

“Dia hidup, Dia hidup, Kristus Yesus hidup hari ini!

Dia berjalan dengan saya, dan berbicara dengan saya di sepanjang jalan hidup yang sempit.

Dia hidup, Dia hidup, keselamatan untuk dibagikan!

 

 

Anda bertanya kepada saya bagaimana saya tahu Dia hidup?

Dia hidup di dalam hatiku!”

Refrain NKB 87:

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Bersamaku di jalanku, suara-Nya ‘ku dengar.

Benar, benarlah hidup Yesusku.

Di mana Dia ‘ku dengar? Di dalam hatiku!

 

Bagi Alfred Ackley, suara Yesus dapat di dengar di dalam hatinya. Bagi Ackley Yesus itu benar-benar hidup, dia berjalan bersama-Nya. Yesus hidup dan menjadi benar-benar nyata, suara-Nya di dengar sehingga ia mengikuti apa yang dikatakan-Nya. Bagaimana dengan kita yang sering menyanyikan lagi ini? Benar-benarkah suara Yesus jernih terdengar dalam hati kita? Jangan-jangan hanya suka iramanya dan kita ikut-ikutan menyanyikannya.

 

Benarkah suara Yesus kita dengar dan kemudian mengikuti apa yang disuarakan itu? Setiap pribadi yang terpanggil mengikut Yesus akan menyediakan dirinya untuk menjalin relasi yang baik, intim dan bersahabat dengan Yesus. Sehingga suara Sang Gembala itu akan memandu kehidupan kita.

 

Selain melakukan pelayanan kasih berupa mukjizat sebagai tanda hadirnya Kerajaan Allah, Yesus juga mempersiapkan para murid-Nya dengan pengajaran. Ia memperdengarkan suara-Nya di tengah konteks kehidupan para murid yang penuh tantangan. 

 

Meski banyak orang yang menolak-Nya, namun tidak sedikit juga mereka yang mengikuti Yesus. Mereka terpikat dengan mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan. Dari sekian banyak orang yang mengikuti-Nya, Yesus memilih dua belas orang untuk menjadi murid yang khusus dan kemudian disebut sebagai rasul-rasul. Begitu pentingnya momen pemilihan dua belas orang ini sehingga Yesus harus mendahuluinya dengan doa di atas gunung. Ia melewatkan malam dalam doa sebagaimana dilakukan-Nya menjelang peristiwa-peristiwapenting dalam hidup-Nya.

 

Setelah pemanggilan para murid itu, hal yang terpenting bagi Yesus adalah menyampaikan pengajaran-Nya. Dalam bacaan Injil Minggu ini (Lukas 6:17-26) ada empat ucapan bahagia yang diajarkan Yesus.

 

Pertama, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Injil Lukas tidak menggunakan kata “miskin” sebagai kiasan. Yang dimaksud “kamu yang miskin” adalah orang-orang yang memang kekurangan atau bahkan tidak memiliki sama sekali kebutuhan mendasar untuk bisa bertahan hidup. Orang miskin dipahami dalam dunia Romawi-Yunani sebagai kelompok masyarakat yang tidak beruntung. Mereka membutuhkan belas kasihan dan bantuan orang lain. Raja adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memberi perhatian dan bantuan terhadap mereka. “Milik merekalah Kerajaan Allah” Ini mengandung pengertian bahwa mereka - karena kemiskinannya itu - hanya mengharapkan belas kasihan Allah semata. Apa yang disampaikan Yesus merupakan penegasan dari khotbah-Nya di Nazaret ketika Ia menyatakan bahwa Roh Allah telah mengurapi-Nya untuk mewartakan kabar baik bagi orang miskin. Kini, dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Ia juga menyebut orang miskin berbahagia. 

 

Tentu saja orang miskin yang dimaksud adalah orang yang harapannya bergantung sepenuhnya kepada Allah. Orang yang tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa diandalkan untuk menolongnya. Miskin dalam konteks para murid adalah kehidupan yang sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengembangkan usaha karena dihimpit oleh keadaan dan kesempatan mereka berkarya. 

 

Pada saat ini, jika kondisi Anda sedang dalam keadaan miskin, ingatlah suara Yesus ini. Sama seperti Alfred Ackley, suara Yesus yang bangkit itu dapat kita dengar di dalam hati Anda. Pada saat semua orang tidak peduli dengan kesusahan dan kemiskinan Anda, ada satu nama yang peduli. Ada satu nama yang telah menjamin “berbahagialah kamu yang miskin”. Nama itu adalah Yesus yang bangkit. Dengarkan dalam hatimu, Ia ada bersamamu. Engkau tidak sendiri!

 

Kedua, “Berbahagialah kamu yang sekarang lapar, karena kamu akan dipuaskan.” Mereka yang lapar adalah mereka yang tidak memiliki makanan. Tidak punya makanan merupakan bagian dari kemiskinan itu. Makanan adalah bentuk intervensi yang harus diberikan kepada mereka yang miskin dan mengalami kelaparan. Allah telah menyediakan makanan bagi orang-orang Israel di padang gurun. Yesus akan menggandakan roti bagi mereka yang kelaparan. Jemaat pertama akan memecahkan roti bersama-sama setiap hari di rumah-rumah mereka dan membagikan harta milik mereka sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.

 

Andaikan saja hari ini Tuhan mengizinkan Anda tidak punya makanan dan kelaparan. Dengarkan kembali suara-Nya, “Berbahagialah kamu yang sekarang lapar, karena kamu akan dipuaskan,” Berbahagialah kamu yang lapar namun tidak mencuri, mengambil milik orang lain demi memuaskan perutmu. Berbahagialah kamu yang sekarang lapar namun kamu tetap jujur dan setia. Tuhan akan menjamin dengan memuaskanmu. Bisa saja mukjizat Tuhan terjadi dengan mengutus orang untuk memberimu makanan. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Namun, andai kata hal itu tidak terjadi, tetaplah percaya. Iman itu seperti apa yang dikatakan Daniel ketika dirinya akan dimasukkan dalam perapian yang menyala-nyala, “Jika Allah yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku ketahuio, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17,18). 

 

Ketiga, “Berbahagialah kamu yang sekarang menangis karena kamu akan tertawa.” Orang bisa menangis karena berbagai hal. Namun, dalam konteks Yahudi, orang bisa menangis karena menanggung ketidak-adilan yang memilukan di mana orang percaya ditindas, dianiaya dan dibuang. Dalam situasi hidup Yesus, ada banyak orang yang menangis: kaum miskin, penderita sakit, kaum tersisih, para pendosa, orang asing, janda, anak yatim piatu. Mereka harus menanggung derita, beberapa di antaranya disebabkan oleh ketidak-adilan  yang dilakukan oleh sesamanya: karena pajak, stigma religius, perbudakan, dan lainnya. Kadang mereka menangis karena mempertahankan prinsip kebenaran, mereka menderita oleh karena mengikut Yesus. Yesus akan menyatakan ini dalam salah satu khotbah-Nya. Para murid akan menghadapi pertentangan tidak hanya dari orang-orang yang mereka tidak kenal, tetapi juga dari kaum keluarganya sendiri.

 

Mengapa mereka yang menangis akan tertawa? Karena hanya mereka yang bertahan dalam derita dan aniaya itulah yang diselamatkan. Mereka mungkin kehilangan nyawa karena Kristus tetapi mereka akan mendapatkannya kembali oleh karena pengurbanan Yesus. 

 

Sangat mungkin Anda sekarang sedang “menangis” entah karena ketidak-adilan, pelecehan, aniaya, fitnah, atau menderita sakit. Telisiklah ke dalam relung hati, dengarkan suara-Nya, “Berbahagialah kamu yang sekarang menangis, karena kamu akan tertawa”, berbahagialah kamu yang pada saat ini benar-benar menderita, tertekan namun tetap setia berpegang pada janji Tuhan, suatu saat nanti Anda akan tertawa bahagia. Ini bukan isapan jempol, namun Yesus sendiri menjaminnya.

 

Keempat, “Berbahagialah kamu jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Komitmen untuk mengikut Yesus selalu mengandung risiko: dibenci, dikucilkan, dicela, ditolak. Yesus sendiri sudah menghadapi kenyataan itu. Sebagaimana Yesus, para pengikut-Nya juga akan mengalami hal yang sama. Berbahagialah orang yang tetap bertahan setia dalam komitmen mereka terhadap Yesus, karena kesetiaan mereka, mereka akan mendapatkan upah yang besar di surga (Lukas 6:23). 

 

Bisa jadi Anda sekarang mengalami kenyataan ini: dibenci oleh karena mempertahankan komitmen kepada Yesus. Dibenci oleh karena mendengar, mengikuti dan melakukan ajaran Yesus. Kembali, dengarkan suara-Nya dalam hati Anda. Ia berbisik mengatakan, Anda itu orang yang berbahagia. Maka janganlah membalas kebencian, ketidak-adilan, kejahatan, kelaliman dengan hal yang serupa. Tetaplah bergembira, karena Anda adalah anak Tuhan!

 

 

Jakarta, 10 Februari 2022