Selasa, 12 Juni 2018

USIA INDAH


Orang benar akan bertunas seperti pohon korma,...
Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar." (Mzm. 92:12, 14)

Tak disangka biji kurma yang dibuang di pot tanaman ternyata bertunas. Ketika hendak dipindahkan ke polybag ternyata tidak mudah. Akarnya begitu panjang, kira-kira empat kali panjangnya dari tunas yang menyembul keluar! Penasaran, cari tahu. 

Para ahli mengatakan bahwa kurma sebelum bertunas ia akan menjalarkan akarnya sedalam mungkin untuk menemukan sumber air. Di habitatnya, padang pasir, ketika seseorang menaman kurma, biji itu di tanam 2 - 3 meter di bawah tanah, kemudian biji itu sengaja ditutup dengan batu. Akibatnya, kurma yang dihambat dan ditekan dari atas tersebut akan menumbuhkan akarnya sampai menemukan sumber air. Akar yang tumbuh ke bawah itu bisa mencapai ratusan meter. Maka tidaklah mengherankan di padang gurun nan gersang, kurma dapat tumbuh dan berbuah karena akarnya telah sampai pada air yang dibutuhkannya untuk pertumbuhan dan pembuahan.

Kurma juga menjadi pertanda harapan. Ketika seseorang yang sedang melakukan perjalanan di padang pasir, ia kehabisan bekal dan kepanasan kemudian melihat pohon kurma, mereka yakin di situ ada kehidupan, ada buahnya dan pasti ada air di bawahnya. Semakin tua, akar-akar pohon kurma itu terus menjalar. Ia semakin kokoh, pohonnya semakin besar dan tentu saja buahnya semakin lebat! Barangkali itulah yang menjadi refleksi pemazmur melihat pohon kurma sehingga ia mengatakan, Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar" (Mzm.92:14). 

Umumnya, orang takut menghadapi masa tua. Takut karena kekuatan tubuh berkurang, tidak lagi punya penghasilan tetap, pelbagai penyakit mulai menggerogoti tubuh, merasa disingkirkan oleh anak cucu, dan sederet lagi kekuatiran lainnya yang tampaknya sangat logis. Maka inilah yang kemudian menjadi peluang bisnis suplemen makanan sehat dan kosmetik. Mereka menawarkan alternatif penundaan peroses penuaan. Namun, pemazmur dapat menepis isu usia lanjut yang diwarnai banyak hal negatif. Alih-alih pesimis, pemazmur justeru menawarkan bukan saja pengharapan di usia lanjut melainkan juga hidup yang terus menjadi berkat.

Benar, tidak semua kondisi usia lanjut dapat berbuah dan menjadi berkat. Dalam hal ini, kita dapat belajar dari pohon kurma itu. Hanya orang-orang yang hidupnya "seperti pohon kurma" itulah yang akan menuai hasilnya: 

Kurma akan terus menjalarkan akarnya sampai mendapatkan air dan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Batu dan pasir yang menutup, menghimpit, dan menekan biji yang kecil itu, pada saatnya akan dapat diterobos dengan mudah. Setiap orang percaya yang berakar pada firman Tuhan akan mampu menghadapi pelbagai tekanan hidup yang menghimpit dan menekannya. Semakin ditekan maka akarnya semakin dalam dan kuat. Semakin ditekan, orang yang berakar dalam iman akan semakin tumbuh, merambat dan berbuah. 

Kurma, menjadi pengharapan bagi sang musafir, kelaparan dan kehausan. Di mana ada pohon kurma di sana sang musafir merasa aman. Kurma hidup bukan untuk dirinya sendiri. Ia berakar pada sumber Air Hidup, mengisapnya, menjadikan energi dan buah. Setiap orang yang berakar dalam firman-Nya, ia akan hidup bukan untuk dirinya melainkan, menjadi berkat dan pengharapan bagi orang-orang di sekitarnya.

Dalam bahasa pertanian Yesus juga mengajar melalui benih dan tanaman (Markus 4:26-34). Benih yang ditabur sang petani itu akan tumbuh meski ditutup tanah. Benih akan menemukan jalannya. Saya, tak henti-hentinya mengagumi pertumbuhan kehidupan melalui biji-biji yang tampaknya mati. Benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu semakin tinggi, bagaimana terjadinya? Tidak diketahui orang. Seperti itulah, kita tidak pernah tahu bagaimana cara Roh Kudus bekerja menumbuhkan "benih" firman Tuhan. Ia dapat mengubah hati seseorang melebihi apa yang dapat kita jelaskan. Perubahan ini mestinya seperti yang dikatakan Paulus, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" (2 Kor.5:17). 

Secara tersembunyi firman itu berkuasa mengubah hati kita. Tidaklah mengherankan jika firman itu  menegur kita, menantang, menghibur, dan menguatkan kita. Lalu, bagaima sikap kita ketika firman itu "berbicara" kepada kita.

Apa yang dilakukan sang petani sesudah menabur benih? Ya, tentu saja memerhatikan, merawat dan menjaganya. Namun, pada malam hari, ia tidur. Mungkin saja tidak berpikir banyak tentang benih itu. Ajaibnya, benih itu tumbuh. Tentu ada yang menumbuhkannya. Ibarat petani yang menabur, pengkhotbah menaburkan firman Tuhan. Firman itu diterima dengan iman dan Roh Kudus berperan - di sini si pengkhotbah tidak berperan apa-apa. Benih itu berangsur-angsur tumbuh. Mula-mula tangkainya, berbunga, mengeluarkan bulir dan akhirnya bulir itu matang siap dipanen.

Memasuki usia tua, bahagia dan menjadi berkat, jelas melawan arus. Mengapa? Karena bagi kebanyakan orang, menjadi tua adalah kebalikan dari itu: kesusahan dan penderitaan! Tidak mudah menikmati usia tua dengan bahagia dan menjadi berkat. Namun, bukan hal yang mustahil. Ini tergantung bagaimana kita merespon firman Tuhan. Benar, yang memberikan pertumbuhan itu adalah Tuhan sendiri, tetapi bukan berarti kita hanya berpangku tangan. Ada saatnya petani tidur dan beristirahat, namun ada saatnya juga ia harus menyiapkan lahan untuk menanam komoditi pertanian itu. Seberapa seriuskah kita menyiapkan apa yang menjadi bagian kita? Kalau serius dengan pertumbuhan iman kita, kalau serius dengan usia senja yang diberkati, pastilah kita akan mengusahakan untuk datang tidak terlambat dalam ibadah, tidak melewatkan saat-saat teduh bersama Tuhan, dan selalu serius dalam pelbagai bentuk pelayanan serta mempraktekan apa yang dipahami sebagai kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan cara itulah kita menjadi seperti "pohon kurma" itu. Terus menjadi berkat sampai akhir kita menutup mata. Berkat itu akan terlihat bukan melalui harta kekayaan yang  ditimbun sejak kita muda, bukan pula dalam bentuk tanda jasa dan penghargaan. Berkat itu akan terlihat dalam diri orang-orang yang telah merasakan bahwa kita merupakan salah satu cara Tuhan menjawab doa-doa mereka. Berkat itu akan terlihat dari anak, cucu yang mewarisi - bukan harta dan hak cipta - iman dan karakter baik, lalu mereka tumbuh menjadi berkat juga buat orang lain. Berkat itu berupa kebahagiaan tak terhingga sehingga kita tidak pernah menyesali telah hidup bersama dengan Tuhan. Inilah yang disebut "Usia Indah" yang sesungguhnya!



Jakarta, Lebaran 2018

Kamis, 07 Juni 2018

BILA DITOLAK DAN DILUKAI


Secara psikis ada dua hal paling menyakitkan dalam kehidupan manusia. Pertama, kehilangan dan yang lainnya ditolak. Perasaan sakit akan segera muncul apabila kita kehilangan orang yang terhubung dengan kita. Rasa sakit itu semakin mendalam sebanding dengan seberapa dekatnya kita dengan orang tersebut. Begitu juga halnya ketika kita ditolak. Seberapa dekat hubungan dengan orang yang menolak akan sebanding dengan sakitnya yang kita terima. Ditolak musuh dan pembenci, banyak orang tegar menghadapinya. Namun, ditolak oleh orang yang dikasihi, keluarga atau sahabat hanya sedikit orang yang dapat bertahan. Sudah tak terbilang lagi cerita orang menjadi nekad atau rela menghabisi nyawa oleh karena tertolak.

Ada banyak bentuk dari penolakan. Bisa melalui tutur kata - biasanya ini yang paling banyak -, mendiamkan, bahasa tubuh, atau sikap. Tentu, ada pelbagai alasan pembenaran bagi orang yang menolak keberadaan kerabatnya. Umumnya ada dua hal. Pertama, tidak mau menanggung kerugian atau risiko yang membahayakan. Kedua, tidak mau dipermalukan.

Seorang ayah tidak lagi mampu menasihati anaknya yang sering melakukan tindakan kriminal. Akhirnya, ia menulis iklan di surat kabar yang bunyinya mulai tanggal terbitnya harian itu hubungan dirinya dengan sang anak terputus. Segala perbuatan yang dilakukan si anak bukan lagi merupakan tanggung jawabnya. Jelas, si ayah tidak mau mengambil risiko dari perbuatan anaknya. Lain lagi dengan Ibu B. Ia punya tiga orang anak. Si sulung berkebutuhan khusus, sejak kecil anak ini dititipkan di sebuah panti yang merawat anak-anakk berkebutuhan khusus itu. Setiap orang yang bertanya kepadanya tentang berapa anak yang ada padanya, ia selalu menjawab, "Saya punya dua orang anak." Anaknya yang sulung tidak pernah diakuinya, belakangan ia mengatakan, "Belum siap." Ibu B, belum siap menerima kondisi anaknya yang berkebutuhan khusus pada pihak lain, si anak merasa ditolak oleh orang tuannya sendiri yang merasa malu. Penolakan bisa juga dalam bentuk lebih halus. Ketika orang tua lebih banyak menceritakan keberhasilan salah satu anaknya yang berprestasi tapi ia menutup rapat kisah kegagalan anaknya yang lain, pada dasarnya orang tua tersebut menolak sang anak yang kurang berhasil itu.

Setelah konflik dengan kaum Farisi lantaran Yesus dianggap melanggar kekudusan Sabat, semua gerak-gerik-Nya selalu diamati. Bahkan, kali ini tidak hanya diamati atau dikritik melainkan dituduh bersekutu dengan Setan. Sangat mudah bagi kaum Farisi dan kroni mereka untuk membangun opini negatif tentang Yesus. Alasan pelanggaran Sabat dan penghujatan merupakan isu seksi untuk digoreng. Kini, gorengan itu bertambah lezat dengan pelintiran bahwa kuasa-Nya berasal dari Setan! Perlawanan terhadap Yesus dilakukan dalam pelbagai lini, Injil Markus mencatat ada yang melawan secara terbuka, ada yang tidak setia dan tidak mengerti apa yang aiajarkan Yesus. Namun, secara khusus Markus menegaskan bahwa sikap tidak baik terhadap Yesus itu datang bukan hanya dari kelompok Farisi, ahli-ahli Taurat, para pendukung Herodes, penduduk Nazaret, dan pemimpin di Yerusalem, melainkan juga khalayak, bahkan dari keluarga-Nya sendiri.

Sikap tidak ramah terhadap Yesus tentu saja tidak sama rata. Sikap penduduk Nazaret - kampun Yesus - tidak dapat disamakan dengan sikap permusuhan orang-orang Farisi atau imam-imam kepala dan para ahli Taurat atau pun dengan ketegaran hati para murid Yesus sendiri. Tidak semua ahli Taurat dan tidak semua anggota Mahkamah Agama memusuhi Yesus. Sikap keluarga Yesus tidak dapat disamakan juga dengan para penuduh Yesus yang diperkenalkan dalam Markus 3:22. Meski demikian, apa yang akan kita rasakan seandainya kita ada pada posisi Yesus? Bayangkan Anda digugat, dituduh oleh musuh, tidak difahami oleh para sahabat, dan dianggap tidak waras oleh keluarga? Menyakitkan!

Setelah konfliks "Sabat" Yesus pulang ke Kapernaum dan berada di rumah yang terus-menerus dikerumuni orang banyak sehingga makan pun tidak sempat (Markus 3:20). Sangat mungkin kerabat keluarga Yesus terpengaruh dengan opini hoax yang disebarkan oleh orang-orang yang menolak-Nya. Opini itu begitu kuat sehingga keluarga-Nya beranggapan bahwa Yesus sudah lupa diri, kehilangan reverensi Yudaisme. Yesus sudah tidak waras!

Otoritas tertinggi dari ibukota telah menunuh Yesus sudah kerasukan setan. Ia melakukan pengusiran-pengusiran roh-roh jahat dengan kuasa Beelzebul, pemimpin roh-roh setan itu. Padahal, Yesus justeru melarang mereka berbicara. Perjuangan Yesus melawan kuasa roh-roh jahat melalui eksorsisme, penyembuhan orang sakit, dan pemberian pengampunan kepada orang yang berdosa, semuanya dideskriditkan sebagai tindakan sihir yang bersekutu dengan kuasa gelap. Apa yang Yesus lakukan dalam Kuasa Roh Kudus, oleh kaum penentang-Nya ditolak dan dipandang sebagai perbuatan setan. Menyakitkan!

Perbuatan orang baik tidak jarang disalahkan oleh mereka yang iri hati dan membencinya. Apa yang dilakukan Yesus dalam kuasa Roh Allah dituding oleh pemuka masyarakat sebagai karya setan. Perbuatan yang membebaskan orang dari belenggu kejahatan, difitnah sebagai perbuatan Iblis. Roh Kudus yang mendorong seluruh pelayanan Yesus disalahkan sebagai roh jahat. Dosa Roh Kudus seperti itu tidak dapat diampuni, karena si pendosa telah menutup diri terhadap segala karunia Allah, termasuk penyesalan, belas kasihan, dan pengampunan, dengan menolak Roh Allah.

Seandainya Yesus memang mengusir setan dengan kuasa penghulu setan, kerajaan iblis terpecah dan mestinya tidak bertahan. Padahal, dari dulu sampai sekarang kekuatan setan masih bertahan dan tetap mampu meraik manusia ke dalam genggamannya. Dalam bahasa perumpamaan, Yesus menjelaskan mengapa kuasa iblis kini mulai digoyangkan. Sebagai orang yang lebih kuat, Yesus telah mengikat pemilik rumah (Beel - zebul = "tuan rumah") dan dengan bebas dapat merampas isi rumahnya. Pemilik rumah yang kuat dalam perumpamaan ini adalah Beelzebul, dan harta bendanya adalah semua orang yang ada dalam genggamannya, yakni orang-orang yang kerasukan roh jahat, berdosa, sakit, dan seterusnya. Mereka dapat dilepaskan dengan kuasa-Nya. Inilah keturunan Hawa yang membebaskan manusia dari belenggu dosa (bacaan pertama Minggu biasa ke-10 tahun B: Kej. 3:9-15).

Yesus bukan seperti kebanyakan orang. Meski mengalami pelbagai penolakan yang menyakitkan, termasuk dalam keluarga-Nya sendiri, Ia terus melanjutkan misi pembebasan-Nya. Kini, Yesus bukanlah milik dari keluarga fisik-Nya dan saudara-saudara-Nya yang lahiriah. Sebaliknya, Ia menegaskan kitalah saudara-saudari-Nya yang sesungguhnya bila sama seperti Dia - melakukan kehendak Bapa-Nya. Kita ini menjadi keluarga-Nya yang baru. Kita akan disebut "ibu Yesus" - sama seperti yang dikatakan Fransiskus dari Asisi - kita "melahirkan kembali" kepada dunia melalui tindakan-tindakan yang bercahaya bagi orang lain (Surat I Kepada Kaum Beriman, 10).

John Calvin melihat gereja sebagai bentuk feminis. Calvin melihat bahwa Gereja yang sebenarnya adalah ibu  yang membina dan memelihara anak-anaknya dalam iman. Iman itulah yang seharus berbuah. Buahnya tidak tergantung dari sikap atau perlakuan pihak lain. Namun, bersumber dan bertumbuh dalam Kristus. Gereja harus melanjutkan misi Kristus. Meski ada banyak penolakan, fitnah, perlakuan tidak ramah gereja - yang adalah juga sebagai tubuh Kristus - tidak boleh "sakit hati " atau mutung. Jadi "Bila ditolak dan dilukai", berlakulah seperti Yesus.

Gereja adalah kita : Anda dan saya! Gereja tidak boleh menolak siapa pun yang datang kepadanya. Ia harus merangkul dengan cinta kasih Allah. Ia harus bagai ibu yang dalam dekapannya semua anak manusia menjadi tenang dan teduh!

Jakarta, 07 Juni 2018