Jumat, 26 Januari 2018

LEPASKANLAH KAMI DARIPADA YANG JAHAT



Angin utara membawa kabar yang tidak sedap. Sebanyak 83 pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara yang berstatus terpidana kasus tindak pidana korupsi masih aman-aman dan santai-santai saja bekerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan 15 pemerintahan kabupaten/kota. Di Gorontalo juga ada 31 PNS terpidana kasus korupsi yang berkekuatan hukum tetap ternyata masih asyik-asyik bekerja dan menikmati remunerasi seperti biasa....Bagaimana tiupan angin timur, barat, selatan, atau lainnya? Berdasarkan data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), ada 594 ASN yang menjalani hukuman penjara karena korupsi. Mereka tersebar di Jawa Timur (64 orang), DKI Jakarta (40), Bengkulu (38), Riau (32), Sumatera Utara (29), Jawa Barat (29), Jawa Tegah (18), dan Banten (4).

Persoalan ini agak sulit dicerna akal sehat. Bagaimana mungkin para ASN yang korup - dan ada yang kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap - masih bisa bertahan menduduki kursi empuk di pemerintahan, mengenakan seragam Korpri "kebanggaan" sebagai abdi negara, bahkan ketika pensiun pun masih dibayari negara. Betapa nikmatnya hidup di negeri ini: ditanggung negara walaupun sudah melakukan perbuatan tercela. Begitulah sebagian dari celotehan Mohamad Subhan SD dalam rubrik Catatan Politik dan Hukum (Kompas, 25 Januari 2018).

Korupsi di negeri ini telah dikategorikan sebagai tindak kejahat luar biasa. Mengapa? Dampaknya luar biasa menyengsarakan dan membahayakan kehidupan orang banyak. Bayangkan, jika sebuah bendungan atau jempatan dananya dikorupsi. Besi dan semen, pondasi dan material di bawah standar, sudah pasti membahayakan. Kita juga dapat membayangkan jika vaksin-vaksin yang digunakan mencegah pelbagai penyakit mematikan kualitasnya di bawah standar bahkan dipalsukan karena uangnya dikorupsi. Sudah pasti korbanya adalah anak-anak bangsa. Korupsi dapat mengubah dan memutarbalikkan kebenaran. Yang benar bisa salah dan yang salah dibenarkan. Cinta akan uang menebarkan virus bencana kemanusia. Tragedi!

Korupsi hanyalah salah satu dari penyebab tragedi manusia. Masih banyak lagi yang lainnya, umpamanya kesombongan, perimordialisme, penindasan oleh yang kuat kepada yang lemah, dan lain sebagainya. Pada umumnya tragedi-tragedi kemanusiaan ini disebabkan oleh dua hal saja yakni, egoisme dan tinggi hati. Egoisme melahirkan keserakahan, ketamakan, pementingan diri, ketidak pedulian, dan lainnya. Sedangkan tinggi hati membuahkan kesombongan, primordial, penindasan, pelecehan, penghakiman, kesombongan rohani dan semacamnya.

Mengapa manusia dikuasai oleh ego dan kesombongannya? Meminjam kajian psikologis maka kita bisa menelusuri seseorang dikuasai oleh sifat atau karakter egoisme dan tinggi hati itu. Bisa karena ia hidup dalam keluarga atau lingkungan yang punya kecenderungan seperti itu sehingga menerapkan pola asuh yang serupa terhadap anak mereka. Kajian ilmu sosial dan antropologi akan mengamati mengapa seseorang begitu rakus dan tamak serta tega menindas sesamanya dari sudut budaya dan hubungan-hubungan sosial serta ancaman-ancama yang ada di sekitar mereka. Sisi pandang dunia medis, khususnya neoroscience mengungkapkan bahwa otak manusia mengendalikan prilakunya; mengapa ada orang yang bisa begitu baik mengorbankan segalanya untuk menolong orang lain. Namun, di pihak lain ada orang-orang yang begitu kejam dan tidak berperasaan, ternyata ada struktur dalam otak manusia yang berbeda-beda. Betapa pun setiap kajian keilmuan berbeda, namun dapat kita simpulkan bahwa manusia yang dikuasai oleh sifat-sifat egoisme dan tinggi hati akan berdampak buruk dan menimbulkan tragedi yang memilukan.

Tentu saja pada zaman Yesus perkembangan ilmu pengetahuan tidak seperti sekarang. Dalam Kitab Suci, penyebab kekacauan dan penderitaan adalah kuasa roh jahat. Roh setan yang merasuki manusia akan merusak kehidupan, bukan cuma moralnya - tetapi menurut pandangan zaman antar Perjanjian,  roh itu juga merusak kesehatan jiwa dan raganya (Markus 1:34, 9:25). Roh jahat merasuk manusia, ia membuat manusia tidak lagi bisa membedakan mana yang baik, benar dan pantas. Dampaknya, menimbulkan kekacauan, kesengsaraan, penderitaan bahkan kematian, tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga bagi orang lain. Sederhana saja, mereka melihat penderitaan manusia itu disebabkan oleh kekuatan besar yang menguasai mereka. Akibatnya, manusia bisa sakit, kehilangan kendali diri, destruktif, najis, dan bahkan kematian. Bagaimana mengatasinya? Sederhana juga; enyahkan ikatan dan belenggu kuasa jahat itu maka manusia akan mengalami damai sejahtera. Lihatlah, setelah "setan" itu keluar, mereka dapat melihat, berjalan, sembuh!


Injil Markus mementaskan Yesus berhadapan dengan kuasa yang mengekang orang, kuasa itu destruktif, itulah kuasa roh jahat (Markus 1: 21-28). Kuasa roh jahat itu ada dalam rumah ibadah dan ia merasuki pengunjung ibadah itu. Ketika melihat Yesus, roh itu berteriak dan Yesus menghardiknya! Dalam Minggu epifani IV, Markus menyajikan bahwa apa yang diajarkan Yesus bukan perkataan hampa melainkan sabda penuh dengan kuasa. Sebelumnya, dalam Markus 1 :15 Yesus memaklumkan waktunya sudah genap dan Kerajaan Allah telah dekat! Di sinagoge Kapernaun kuasa itu menjadi kenyataan: pengajaran Yesus berbeda dari rabi-rabi lainnya, pengajaran-Nya penuh kuasa. Dalam diri Yesus orang menyaksikan bahwa Kerajaan Allah dan kuasanya itu benar-benar hadir. Pengajaran dan tindakan Yesus menampakan (epifani) Allah sendiri. Seperti terang, di mana terang itu hadir maka dalam sekejap kegelapan sirna. Hadirnya Yesus berdampak tersingkirnya kuasa roh jahat. Yesus memiliki kuasa ilahi, dengan demikian Ia punya otoritas atas roh jahat, Ia mampu memerintahkannya pula.

Yesus pernah mengatakan bahwa selama Dia ada di dunia ini, "Pemerintahan Allah ada di tengah-tengah kamu" (Lukas 17:21), artinya Yesus menyamakan pemerintahaan kuasa Kerajaan Allah itu identik dengan kehadiran-Nya, "JIka Aku, dengan kuasa Allah, mengusir setan, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang" (Lukas 11:20). Namun, walaupun Kerajaan Allah sudah datang pada saat Yesus mengatakannya, hal ini tentu belum final. Kerajaan Allah adalah suatu yang dinamis, bukan suatu tempat atau struktur yang permanen. Jadi, Kerajaan Allah bukanlah dua hal yang berbeda: Kerajaan Allah ketika Yesus datang dan satunya lagi Kerajaan Allah yang akan datang. Bukan! Tetapi sebuah proses yang terus berkembang. Pemerintahan Allah adalah Yesus sendiri yang awalnya hanya dikenal oleh segelintitr orang, tetapi kemudian seperti "biji sesawi" tumbuh menjadi besar dan meluas menjangkau banyak orang demi menuntaskan tugas dari Sang Bapa.

Yesus telah memulai Kerajaan Allah itu secara konkrit. Kemunculannya mengenyahkan kuasa jahat yang destruktif. Jadi ketika kita berdoa seperti kalimat tema, "Lepaskanlah kami daripada yang jahat", jawabannya sederhana, "Masuklah dalam pusaran kuasa Kerajaan Allah itu maka dengan sendirinya kita akan terlepas dari kuasa jahat!" Masalahnya, bagaimana caranya kita masuk dalam Kerajaan Allah itu? Tomas pernah bertanya kepada Yesus, "Bagaimana kami dapat menemukan jalan (kepada Sang Bapa)?" Lalu Yesus menjawab, "Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah tindakan bersekutu dengan Yesus. Ini bukan perkara basa-basi atau tindakan politik. Yang pasti juga bukan tindakan politik gereja dalam memperbanyak jumlah anggota atau orang Kristen.

Orang bisa masuk ke dalam pemerintahan Allah hanya melalui satu jalan, yakni kasih. Jalan itu tidak hanya mengarahkan kepada Yesus. Jalan itu sendiri adalah Yesus. Salah seorang Bapa Gereja, Agustinus pernah mengatakan, "Ke mana kita harus pergi selain kepada Dia? Dan bagaimana kita harus pergi selain melalui Dia? Jadi, Dia pergi kepada diri-Nya sendiri melalui diri-Nya sendiri, dan kita pergi kepada Dia melalui Dia, dan kita berdua - Dia dan kita - tiba kepada Sang Bapa." Jadi Yesus bukan saja harapan dan jawaban doa, "Lepaskanlah kami daripada yang jahat" melainkan bagaimana kita juga berjuang untuk mewujudkan doa kita sendiri. Sebab, apalah artinya kita berdoa seperti kalimat tema itu sementara justeru kita sendiri sedang mabuk dirasuk oleh kuasa "jahat" itu? Bagaimana mungkin kita beralih ke dalam persekutuan dengan Yesus sementara kita masih gemar mengumbar hawa nafsu dan memanjakan diri dengan kesenangan dunia?

Yang harus kita kerjakan adalah benar-benar hidup dalam kuasa Kerajaan Allah itu. Artinya, sama seperti murid-murid-Nya dulu mau ikut dan tinggal bersama dengan Yesus. Jika hal ini terjadi, maka sama seperti para murid - setelah mereka tinggal bersama dan menjadi murid Yesus - maka kuasa Kerajaan Allah pun menyertai mereka. Akibatnya, mereka dapat mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan banyak lagi pemulihan yang dirasakan orang banyak sebagai dampak hidup bersekutu dengan Yesus.

Kini, bukankah kuasa jahat itu terus mengancam kehidupan manusia dan dunia ini. Di sinilah tantangan, tugas dan tanggungjawab kita sebagai murid-Nya diuji. Apakah kita juga berhasil mengenyahkan kuasa-kuasa jahat itu dengan pelbagai ilmu dan talenta yang kita miliki. Atau justeru kita sendiri yang sekarang sedang menjadi lawan dari kuasa Kerajaan Allah itu? Hanya Tuhan dan setiap pribadi kita sendiri yang dapat menjawabnya!

Jakarta, Epifani IV 2018

Kamis, 18 Januari 2018

SERUAN BERITA PERTOBATAN



Saat ini sangat mungkin Anda sedang mengenggam telepon pintar. Beraktivitas di dunia maya dan bersosial media. Begitu banyak informasi yang kini ada dalam genggaman tangan Anda. Konon, Indonesia adalah salah satu negara peringkat atas pengguna sosial media. Dari beragam informasi yang tersaji tak dipungkiri banyak sekali yang bermanfaat. Namun, tidak sedikit pula yang mencoba menggiring Anda pada opini menyimpang dari kebenaran dan mengarahkan pada gaya hidup egoisme-hedonisme.

Konsep-konsep yang keliru dalam prisip kehidupan terus-menurus membombardir kita. Tidak ada waktu jeda dan ruang private, semua dapat di tembus - kecuali tidak ada signal, kuota habis atau baterai sekarat. Konsep-konsep itu keliru oleh karena dibangun di atas landasan kebenaran yang tidak utuh atau penuh dengan kebohongan. Lihatlah ketika seseorang mengunggah berita penuh opini tidak benar atau nestapa manusia, kita diminta untuk me -"like" atau menuliskan "amin" dan "share". Kelihatannya biasa-biasa saja atau sangat saleh, namun justeru di balik itu ada nilai komersil yang dia kejar. Dia mengumpulkan kekayaan atas berita bohong dan derita orang lain. Orang dipacu untuk mendapat banyak follower ; "jadilah nomor satu!"

Setiap saat kita disajikan berita-berita degradasi moral dalam dunia moderen ini. Politisi dan penguasa menggunakan kewenangan mereka secara tidak pantas. Pengusaha kongkalikong dengan penguasa. Penegak hukum membela siapa yang membayar tinggi, rohaniwan terlibat perselingkuhan dan penggelapan uang jemaat. Pelecehan seksual, pembunuhan, pembakaran, narkoba, prostitusi dan lain sebagainya. Semua itu, jika dikaji lebih dalam dimulai dengan langkah pertama yang fatal, seperti langkah yang diambil oleh Adam dan Hawa yang menyebabkan keterpisahan mereka dari Allah di taman Eden. Mereka menolak untuk setia dan menysukuri nikmat Allah. Dosa itu tampaknya menyenangkan, namun sebenarnya buruk dan mematikan. Dosa kebalikan dari keindahan. Dosa membimbing manusia kepada kehancuran. Di sinilah kita menemukan jawaban, mengapa Tuhan tidak bosan-bosannya menegur, mengingatkan, mengancam, bahkan menghukum manusia ketika hidup dalam dosa. Dia tidak ingin manusia yang diciptakan sesuai dangan citranya itu berakhir dengan kebinasaan!

Sejak manusia jatuh dalam dosa, tidak henti-hentinya Allah terus menyerukan agar manusia kembali kepada-Nya. Para nabi diutus untuk berseru agar Israel bertobat dan percaya. Bahkan bangsa asing pun diperingati-Nya agar tidak binasa. Yesus pun menyampaikan tema yang sama, "pertobatan!" Lalu, kalau temanya sama dengan nabi-nabi terdahulu untuk apa lagi Yesus melakukannya, Yohanes pembaptis juga melakukan itu? Benar, seruan tobat Yohanes dan Yesus sama (lihat Markus 1:4 dan 15). Namun, ada yang membedakan yakni, alasan untuk pertobatan itu. Perhatikan ayat 15, "Saatnya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil itu!" Berbeda dari Yohanes, bahwa pertobatan dan tanda baptisan itu akan penghasilkan pengampunan, Yesus menyatakan bahwa alasan tobat itu bukan hanya bebas dari hukuman Allah, melainkan karena "waktunya telah genap".

"Waktu' (kairos) yang dimaksud Yesus adalah waktu penggenapan dari nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama. Ketika Yesus mengatakan bahwa di dalam diri-Nya telah genap apa yang dinubuatkan itu, artinya bahwa kini Allah mulai bertindak secara baru supaya janji-janji-Nya itu benar-benar terwujud maka untuk itu, manusia harus mengambil keputusan yang tegas.

Waktunya telah genap, menyatakan pula bahwa dengan tampilnya Yesus, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Raja itu nyata di dalam diri Yesus Kristus. Kerajaan Allah sudah dekat, juga dapat berarti jarak, Kerajaan Allah yang menjelma di dalam diri Yesus tidak ada lagi sekat, jaraknya sekarang begitu dekat: Ia dapat dilihat, disentuh, dialami dan dirasakan kehadiran-Nya sebab, apa yang dikatakan Yesus adalah sabda Allah sendiri dan apa yang dilakukan Yesus adalah tindakan Allah sendiri. Oleh karena itu, bila manusia berjumpa dengan Yesus maka ia akan merasakannya. Kerajaan Allah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah pasti sangat berbeda dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kerajaan dunia ini. Itulah sebabnya -tidak mengherankan - apabila Yesus berucap dan bertindak berbeda sekali dari nilai, pandangan dan tindakan yang dianut oleh dunia ini. Yesus datang bukan untuk menyenangkan manusia melainkan untuk memerjumpakan manusia dengan Allah seutuhnya. Dalam perjumpaan itu bisa terjadi dua kemungkinan: menolak atau menerima-Nya. Bila manusia yang berjumpa dengan Yesus itu taat kepada-Nya, maka ia taat kepada Allah. Bila manusia menolak Dia, maka ia menolak Allah sendiri.

Hal lain yang membedakan dari seruan tobat Yohanes, Yesus mengajak orang-orang yang mendengar seruan-Nya untuk "....percayalah kepada Injil" Injil adalah Kabar Baik. Orang yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya akan merasakan seperti apa Kabar Baik itu. Hidup dalam Kerajaan Allah bukan saja Kabar Baik tetapi sekaligus pengalaman merasakan kebaikan Allah itu menjadi begitu nyata! Oleh karena itu seruan Yesus untuk bertobat tidak hanya mempunyai arti berbalik dari dosa, tetapi lebih jauh dari itu yakni, menyambut Pemerintahan Allah. Di sini orang diajak membuka diri untuk hidup dalam norma-norma baru.

Hidup dalam Kerajaan Allah kita akan berjumpa dengan konsep, logika berpikir dan tindakan yang baru. Kita belajar bahwa Allah itu baik, Ia menyatakan Kabar Baik dan Kabar Baik itu nyata dalam diri Yesus Kristus. Kita diajak melihat segala sesuatu dari perspektif kebaikan Allah. Di dalam Kerajaan Allah, kita akan melihat bagaimana solusi mengatasi keinginan daging atau nafsu kita. Banyak orang gagal mengatasi nafsu (epithumia) hanya dengan tekad dan doa penuh dengan linangan air mata, tetapi nyatanya tidak bebar-benar berubah. Rob Bell pernah mengatakan, "Jika saya berjuang sendirian melawan hawa nafsu saya, maka pasti saya akan kalah...Apa pun yang menjerat Anda, maka Anda tidak akan pernah bebas sebelum Anda menemukan sesuatu yang lebih. Pergumulan ini bukan soal membuang hawa nafsu. Pergumulan ini adalah soal memberi diri kepada gairah yang lebih besar, lebih baik dan lebih berkuasa...Hidup ini bukan soal menyesuaikan diri atau menekan gairah hidup yang telah diberikan Allah. Hidup ini adalah soal menyalurkan dan memfokuskan atau mengarahkannya kepada sesuatu yang indah."

Allah telah menyediakan fokus atau arah hidup itu, yakni Yesus. Banyak orang gagal menjalani hidup pertobatan oleh karena fokus mereka adalah menekan dan memerangi pelbagai nafsu itu. Seharunya, kita fokus pada Kristus. Lihatlah Yesus ketika Ia dicobai Iblis. Tiga kali Iblis mencobai-Nya dengan pencobaan-pencobaan yang tidak main-main. Yesus menang oleh karena fokus dan arah hidup-Nya adalah ketaatan kepada Bapa-Nya. Ingatlah, ketika Anda dan saya fokus kepada Yesus Kristus, Sang Firman yang hidup itu, maka godaan-godaan yang ada di sekitar kita akan kehilangan daya tariknya.

Ketika fokus kita pada Kerajaan Allah kita tidak akan bergairah lagi untuk menyebarkan berita bohong dan mengeksploitasi keburukan orang lain agar kita terlihat lebih saleh. Kita tidak tertarik lagi untuk menyombongkan diri, tidak menunjuk-nunjuk kesalah orang lain. Hidup dalam Kerajaan Allah membuat kita semakin tidak egois, tidak serakah dan tidak tamak. Hidup terarah pada Kristus membuat gairah kita berkobar, untuk berbagi, melayani orang lain dengan penuh cinta kasih, memakai waktu yang ada sebaik-baiknya untuk memuliakan nama-Nya. Di sinilah makna hakiki dari sebuah pertobatan. Dunia yang berdosa dan mengarah kepada kebinasaan memerlukan Kabar Baik, yakni pertobatan dan hidup dalam Kerajaan Allah. Semua itu dimulai dari diri sendiri, dari Anda dan saya.

Jakarta, 18 Januari 2018