Kamis, 13 November 2025

TETAP BERTAHAN

Nokia! Ah, pasti gen Z tidak mengenalnya. Padahal era 90-an sampai 2000 awal Nokia adalah raja ponsel dunia. Mereka menguasai lebih dari 40% pasar global. Nokia 3310, 6600 dan N95 merupakan tipe kebanggaan dalam genggaman pemiliknya. Brand Nokia identik dengan daya tahan, baterai awet, kualitas tinggi dan gaya hidup keren!

 

Nokia berada di atas angin, terlena dan nyaman dengan pencapaian yang berhasil meng-connicting people nyaris separuh pengguna ponsel dunia. Masalah mulai muncul setelah Apple meluncurkan iPhone (2007) dan Google merilis Android (2008). Nokia tetap nyaman pada ponsel fitur (feature phone)cdan sistem oprasi Symbian. Sementara, Apple dan Google menawarkan layar sentuh yang mulus dan ekosistem aplikasi yang menjadi daya Tarik pengembang dan pengguna.

 

Inilah awal kehancuran Nokia. Mereka terlalu over confidence menyepelekan iPhone dengan alasan tidak mempunyai key board fisik dan mencibir Android tidak stabil. Kehancuran total benar-benar terjadi pada 2013. Pasar Nokia anjlok tinggal di bawah 5%. Tahun 2014 Microsoft membeli divisi ponsel Nokia senilai $7,2 miliar. Ironisnya, dua tahun kemudian Microsoft sendiri akhirnya menutup bisnis ponsel Nokia! 

 

Akankah raksasa-raksasa bisnis seperti Apple, Microsoft, Google mengikuti jejak Nokia? Bisa jadi, jika: Terlalu nyaman di puncak kesuksesan, tertutup pada perubahan teknologi, budaya organisasi yang tertutup, anti kolaborasi dan merasa mampu menciptakan pasar sendiri.

 

Kehancuran biasanya dimulai dari rasa percaya diri berlebihan, nyaman di puncak kesuksesan dan tertutup pada situasi kekinian. Berita kehancuran memang menyakitkan. Namun, setidaknya menyadarkan orang untuk tetap waspada dan tahu diri. Berita kehancuran pada situasi nyaman tentu menuai konfrontasi dan penolakan. Maleakhi menyerukan berita kehancuran bukan ketika Israel berada pada titik nadir pembuangan ke Babel. Justru, ketika mereka telah kembali dan membangun peradaban kembali. Meski tidak seperti zaman keemasan Salomo, mereka sedang menikmati sedikit kemakmuran. 

 

Bayangkan, Anda bersama dengan semua orang sedang membangun, menata kembali kehidupan yang lebih baik setelah porak-poranda oleh Babel. Hasilnya mulai terlihat, ada panen, ada ternak, dan kehidupan ekonomi mulai berkembang. Tiba-tiba, “Bahwa sesungguhnya hari itu datang menyala seperti perapian,…”Nubuat kehancuran! Apa reaksi mereka? Sudah dapat ditebak, sebagian besar seperti para petinggi Nokia! 

 

Mereka merasa baik-baik saja, tidak mungkin terjadi kehancuran. Bukankah pada zaman itu mereka sedang menikmati berkat Tuhan? Sulit bagi mereka untuk menerima nubuat Maleakhi ini. Nubuat itu sama sekali tidak digubris dan mereka menjalani hidup seperti biasa. Yang berbisnis melakukan bisnisnya seperti biasa, pejabat memperlakukan rakyatnya seperti biasa, kehidupan moral tidak lebih dari sebelum bangsa itu mengalami pembuangan. Tidak ada yang perlu dirisaukan!

 

Mereka gegabah terhadap hidup diri sendiri maupun komunal. Inilah yang dikhawatirkan oleh Maleakhi, “…, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang itu, firman TUHAN semesta alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka.” Mengerikan!

 

Meski dalam konteks berbeda, berita penghancuran ini nyaris sama seperti yang disuarakan Yesus, “…. – akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.” Waktu itu banyak orang, termasuk para murid Yesus mengagumi bangunan monumental Bait Allah. Keindahan dan matrial mewah menunjukkan kemakmuran umat itu. Rasanya tidak masuk akal, bagaimana mungkin Yesus bicara tentang kehancuran Bait Allah sekaligus umat pilihan Allah itu. Bukankah di sana Allah bertakhta, berdaulat dan, ya… kemakmuran itu tanda bahwa Allah berkenan kepada umat-Nya? Lagi-lagi mereka berpikir seperti para petinggi Nokia!

 

Nokia hancur bukan karena tidak ada yang mengingatkan, namun mereka terlalu percaya diri. Terlalu percaya diri membuat lupa diri. Demikian Israel pada dua zaman; Maleakhi dan Yesus. Mereka terlena dengan kehidupan yang selama ini dijalani. Justru dalam kondisi ini mereka harus selalu waspada. Hidup tidak boleh kendur. Ikat pinggang iman harus tetap terjaga! Dan, bila saatnya benar-benar tiba, kewaspadaan itu harus tetap dijaga. Jangan mudah terombang-ambing oleh berita hoax yang justru akan semakin dalam menjerumuskan mereka.

 

Masa sulit bahkan diambang kehancuran adalah konsekuensi dari hidup ugal-ugalan yang tidak lagi peduli dengan norma moral dan kaidah hukum Tuhan. Yesus mengingatkan akan terjadi perang, bencana, gempa bumi, kelaparan, dan epidemi sebagai bagian dari tanda-tanda sulit jelang akhir zaman. Para murid akan mengalami penganiayaan, persekusi, penangkapan, fitnah, penganiayaan dan pengkhianatan. Yesus mengingatkan para murid untuk tidak gentar. Mereka akan mampu menghadapinya dengan kekuatan dari Allah sendiri dan disertai dengan kesanggupan mereka untuk bertahan.

 

Kesanggupan mereka bertahan (hupomone) tidak hanya dapat menciptakan situasi sulit menjadi ladang kesaksian, tetapi sekaligus juga akan memelihara mereka untuk memperoleh hidup yang kekal. Tekun dan sabar bukan pasif menunggu. Atau membiarkan penderitaan merampas kebahagiaan sambil berharap; di dunia ini saya tidak mendapatkannya, nanti di surga Tuhan sediakan. Bukan seperti itu! Hupomone adalah sikap teguh dan konsisten di tengah kesulitan sambil berupaya berjuang mengatasi kesulitan dan penderitaan, bahan bakarnya adalah api semangat pengharapan. Hupomone bukanlah sikap pasrah menantikan kehancuran, melainkan bekerja keras di jalan Tuhan dan andai kata perjuangan itu terhenti di lembah kematian, Tuhan menyediakan hidup yang kekal! 

 

Hupomone akan membuat seseorang tetap berbahagia walaupun realita penderitaan berkelindan dalam hidupnya. Bisa saja pada saat ini Anda sedang berada “ di atas” angin. Jangan terbuai dan lupa diri. Tetap kencangkan ikat pinggang iman, jangan menganggap enteng pelanggaran-pelanggaran kecil. Jangan mengabaikan peringatan-peringatan Tuhan melalui siapa pun peringatan itu sampai padamu. Tetap serius dan setia sekalipun pada perkara-perkara yang tampaknya sepele.

 

Sebaliknya, ketika Anda berada pada titik nadir, hidup dirundung derita dan air mata. Ingatlah bahwa ini bukan akhir dari segalanya. Situasi ini bisa mengangkat derajat Anda. Anda bisa mengubahnya menjadi lahan kesaksian tentu saja bukan dengan kekuatan sendiri. Kekuatan Allah akan bekerja bila Anda menyiapkan sarananya, yakni hupomone. Sabar, bertahan dalam penderitaan dan tetap yakin bahwa Tuhan adalah Sang Pemelihara jiwamu. Berimanlah dengan tetap teguh, jangan goyah. Landasi iman percayamu dengan cinta kasih kepada-Nya, itu yang akan menolongmu untuk tetap teguh bertahan dalam berbagai musim kehidupan!

 

Jakarta, 13 November 2025, Minggu Biasa XXXIII Tahun C

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar