Rabu, 05 Maret 2025

MEMPERJUANGKAN KESALEHAN SEJATI

Sepeda motor yang tampaknya tidak layak lagi dikendarai terpaksa terus dipakainya untuk mencari nafkah agar dapur tetap ngebul. Tak disangka pagi itu, sebut saja namanya Cadek, sedang mangkal di tempat biasanya. Seorang berkebangsaan asing menghampirinya. Lalu, menawarkan kebaikan. Sepeda motor usang itu dipinjamnya seharian. Untuk apa? Restorasi total! Cadek tentu saja sangat senang. Setelah persetujuan, pria asing itu membawa motor butut itu ke sebuah bengkel untuk direstorasi total. Sambil menunggu, Cadek diajak ke sebuah mal, belanja pakaian dan kebutuhan sehari-hari. Tak lupa, pria asing itu memberinya segepok uang.

 

Semua yang dilakukan pria asing itu diliput kamera dengan detail. Bahkan, air mata haru dari Cadek yang menerima kebaikannya itu sengaja dibuat slow motion. Apa komentar warganet? Nyaris semuanya memuji kebaikan dari pria asing itu sambil berharap menanti giliran mereka tiba. Tentu saja pria asing itu bukan sendirian yang membuat kanal medsos bertemakan kesalehan. Semakin dramatis, semakin miskin dan menderita lalu ditolong dan diberi kebaikan serta adanya air mata haru, maka semakin seru dan menjual!

 

Adakah yang salah? Adakah hukum yang dilanggar? Tentu saja tidak! Kebaikan itu ada manfaatnya bagi si penerima dan bagi si konten creator, apalagi kalau follower-nya sudah jutaan. Selain uang yang didapat, citra diri sebagai orang baik, saleh dan dermawan semakin moncer. Inilah perpaduan yang diidamkan hampir oleh sebagian besar umat manusia: mendapatkan keuntungan sekaligus kesohor sebagai orang baik dan saleh!

 

Kesohor sebagai orang saleh dan mendapat keuntungan ternyata bukan hanya terjadi pada zaman kiwari saja. Yesus berjumpa dengan orang-orang seperti ini. Meskipun tampaknya tidak melanggar hukum dan mereka sedang mengerjakan kebajikan, namun ada sesuatu yang sedang dimanipulasi. Perintah dan kewajiban agama yang seharusnya sebagai sarana mengungkapkan kecintaan kepada perintah Tuhan menjadi ladang mencari untung dan popularitas. Siapa berani mengatakan bahwa sedekah, doa dan puasa itu jelek? Tidak ada! Namun, ada yang memakainya untuk sebuah motivasi jelek.

 

Yesus mengajak pendengar-Nya untuk kembali memaknai bagaimana melakukan kehendak Allah itu dengan benar. Bila orang melakukan kehendak Allah dan mencanangkannya agar dikagumi manusia, maka hilanglah upah dari Bapa di surga. Upah dari Bapa di sini tidak dipandang sebagai hak orang yang melakukan kehendak-Nya. Dalam Injil Matius, upah menjadi kiasan kemurahan hati Allah, seperti upah satu dinar untuk mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima sore (Matius 20:8-9, 15). Kesalehan yang tidak mencari pujian manusia, akan diganjari Bapa secara bebas dan murah hati.

 

Sedekah adalah bentuk kesalehan dalam tradisi Yahudi yang sudah mereka kenal bahkan sebelum mereka masuk ke negeri perjanjian. Orang Yahudi wajib menyediakan sebagian hasil tanah mereka untuk kaum miskin (Ulangan 14:28-29). Selain itu, mereka diajak untuk dengan sukarela memberi sedekah kepada orang miskin. Sayangnya, pemberian sedekah sering kali dilakukan dengan menggembar-gemborkannya agar orang lain tahu. Yesus mengecam hal tersebut sebagai sebuah tindakan munafik (Yun: hypokrités). Kata Yunani ini mengacu kepada seorang aktor yang bermain drama dengan menggunakan topeng. Dari sinilah muncul arti kiasan: Bertindak seolah-olah … , memberi tontonan muluk-muluk yang bertolak belakang dengan maksud yang sebenarnya.

 

Banyak contoh di sekeliling kita. Sang penguasa selalu mengatakan apa yang menjadi kebijakannya merupakan keberpihakan kepada kaum lemah. Subsidi yang besar yang membuat kas negara defisit adalah semata-mata untuk kepentingan rakyat. Benarkah? Anda bisa mengujinya sendiri. Namun, hal ini juga bisa terjadi dalam kehidupan pribadi kita. Seolah-olah berbuat baik dan saleh terhadap pasangan, orang tua, anak, saudara, tetangga, teman, padahal ada maksud tertentu. Inilah kesalehan manipulatif!

 

Untuk mengembalikan pada kesalehan otentik, Yesus mengajarkan bahwa kebajikan yang dilakukan oleh tangan kanan, tidak boleh diketahui oleh tangan kiri. Maksud kiasan indah ini adalah bahwa orang lain, bahkan teman yang paling dekat sekalipun (tangan kiri), tidak perlu tahu akan bantuan apa yang sudah diberikan oleh murid Yesus dengan sukarela. Bahkan, si pemberi itu pun tidak perlu mengingat-ingat sedekahnya itu. Cukuplah Bapa saja yang tahu dan mengganjarinya dalam kebebasan yang murah hati.

 

Ini tidak mudah, perlu perjuangan! Bayangkan Anda melakukan perbuatan baik. Contoh, menolong orang yang sedang sekarat dan jika Anda tidak melakukannya, orang itu lewat. Selesai Anda menolongnya, datanglah sahabat baik Anda dan ia juga sahabat baik dari yang Anda tolong itu. Apakah Anda tahan untuk tidak bercerita tentang heroiknya Anda itu? Inilah perjuangan! Perjuangan itu bukan melawan orang lain, tetapi diri sendiri. Ya, keinginan diri untuk menjadi orang yang dihormati dan dikagumi. Inilah yang disebut perjuangan melawan “lapar konfirmasi” dan “haus pengakuan”. Lalu bagaimana mengatasinya? 

 

Kalau kita dapat mendiagnosa bahwa ini masalah “lapar” dan “haus”, maka terapinya dengan mengatasi lapar dan haus itu. Siapa sesungguhnya yang dapat mengatasi dan memberikan kepuasan itu? Jelas, bukan dunia dan bukan juga diri sendiri. Ingatlah Yesus yang telah mengatakan “Akulah roti hidup” dan “Akulah air kehidupan”. Nikmati dan rasakan apa yang diberikan Yesus. Nikmati cinta-Nya yang dahsyat itu, maka kita akan kagum dan mensyukurinya. Buah dari itu adalah tindakan kasih yang meluap dalam diri kita. Kita tidak perlu lagi konfirmasi dan pengakuan dari orang lain, karena apa yang kita terima dari Tuhan lebih dari cukup!

 

Setiap orang yang kenyang dan dipuaskan oleh Roti dan Air kehidupan tidak akan lagi menggunakan kewajiban-kewajiban agamanya sebagai sarana pemuasan diri. Percayalah, kalau Anda memakai segala bentuk kesalehan agama: sedekah, doa, dan puasa untuk mendapatkan konfirmasi dan pengakuan, ini tidak akan pernah dapat memenuhi. Sia-sia! Maka, marilah kita berjuang untuk sebuah kesalehan otentik. Berjuang melawan ego hanya bisa melalui tekad pertobatan yang terus akan dijalani dengan konsisten dalam kehidupan sehari-hari!

 

Jakarta, Rabu Abu 5 Maret 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar