Kamis, 28 November 2024

MEMAKNAI HARI TUHAN

Adven datang kembali! Itu artinya kita diajak mempersiapkan dan menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Sebagai orang yang menyambut keselamatan di dalam Kristus, kita berada dalam “dua adven”, menyambut lahirnya Kristus di hati kita dan menyiapkan diri untuk menyambut Dia yang akan datang kembali. Ya, kedatangan-Nya kembali selalu dikaitkan dengan Hari Tuhan atau akhir zaman. Padahal, kita diajar oleh nyanyian Sekolah Minggu bahwa setiap hari adalah harinya Tuhan: Hari ini… hari ini, harinya Tuhan! Alih-alih mengkhawatirkan dan mencemaskan, kita diajak bersukacita!

 

Hari Tuhan atau akhir zaman sudah kadung dipersepsikan dengan bencana, guncangnya keadaan kosmik, peperangan, kelaparan, pendek kata keadaan yang menakutkan. Tidak salah, Injil juga berkisah tentang itu. Namun, ada yang khas dalam bacaan Injil tahun C ini, Lukas berbeda. Lukas tidak menggunakan pengantar kronologis yang menghubungkan hari Tuhan itu dengan kehancuran Yerusalem. Tampaknya, Lukas lebih tertarik pada reaksi atau tanggapan manusia terhadap gejala alam yang dahsyat itu.

 

Reaksi apa yang terjadi ketika manusia diperhadapkan pada malapetaka dahsyat? “Orang akan mati ketakutan dalam menghadapi segala yang akan menimpa bumi ini,…” (Lukas 21:26). Perhatikan kalimat ini. Kematian besar yang dialami oleh umat manusia bukan karena bencana itu sendiri, melainkan karena ketakutan. Ketakutan adalah suatu tanggapan emosi yang berlebihan terhadap ancaman. Takut adalah suatu mekanisme tubuh manusia dalam menghadapi pelbagai ancaman. Ketika manusia tidak mampu mengendalikan ketakutan yang ada di dalam dirinya ia dapat bertindak di luar akal sehat dan justru akan membahayakan dirinya sendiri.

 

Bukankah apa yang dicatat Lukas terus terjadi sampai hari ini. Reaksi manusia terhadap persoalan, apalagi menyangkut ancaman akan menentukan apakah ia akan melewatinya dengan baik atau binasa karena ketakutan itu sendiri. Cerita-cerita di ruang medis banyak sekali mengungkapkan kisah ini. Ada orang yang sangat terpukul setelah dokter menyatakan bahwa penyakitnya tidak akan sembuh. Orang tersebut hidup dengan ketakutan dan akhirnya benar bahwa ia sama sekali tidak sembuh. Sebaliknya, ada orang yang dengan tegar menjalaninya bersama-sama dengan Tuhan. Benar, bisa jadi dia juga berakhir dengan kematian. Namun, setidaknya ia dapat menjalaninya dengan hidup lebih berkualitas dan lebih bermakna.

 

Seperti Injil-Injil yang lain, Lukas juga menceritakan tentang dahsyatnya malapetaka menjelang hari Tuhan. Namun, jika Injil lain merinci kedatangan Anak Manusia sebagai puncak dari Hari Tuhan itu. Ia datang diiringi bala tentara malaikat dan takhta kebesaran-Nya. Namun, Lukas hanya menyebut bahwa Anak Manusia itu datang dalam awan dengan kuasa dan kemuliaan-Nya yang besar (Lukas 21:27). Tampaknya, Lukas lebih tertarik mengajak pada pembaca Injilnya untuk menyiapkan diri dalam menyambut kedatangan Anak Manusia. Seolah Lukas hendak mengajak kita: Ketimbang kalian tercengang dan menjadi takut dengan tanda-tanda malapetaka dahsyat, yang dengan itu bisa membunuhmu, adalah lebih baik: “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat.” (Lukas 21:28).

 

Dalam pemahaman Injil Lukas, orang-orang Kristen tidak akan luput dari malapetaka mengerikan yang disebutkan sebelumnya. Sama seperti orang-orang lain, mereka pun mungkin akan panik. Namun, di tengah-tengah malapetaka dan kepanikan universal itu, justru seharusnya orang-orang Kristen bersikap lain. Dalam hal ini, mereka harus dapat mengendalikan diri dengan kesadaran bahwa setiap malapetaka yang terjadi itu merupakan tanda-tanda datangnya Sang Pembebas. Pada saat orang-orang lain gelisah, cemas, dan ketakutan lalu mati, orang-orang Kristen akan bersukacita. 

 

Bersukacita dalam menyambut malapetaka? Ya, bagian ini harus dicermati dengan hati-hati. Tentu saja tidak satu pun manusia menghendaki terjadinya malapetaka, apalagi malapetaka yang sangat dahsyat! Lalu apa artinya? Kalau kita bandingkan dengan ayat-ayat sebelumnya (Lukas 21:12-19), di situ Lukas berbicara tentang penderitaan akibat penganiayaan. Ini tidak jauh berbeda. Lewat ayat-ayat tentang akhir zaman, Lukas tidak mau menakut-nakuti pembacanya, melainkan ia memberi semangat dan pengharapan.

 

Dalam Lukas 21:19, “Dalam ketabahanmu, kamu akan memperoleh hidupmu.” Orang yang tabah dan bertahan dalam penderitaan yang tidak dapat terelakkan akan memperoleh hidup. Dalam kesulitan yang bertubi-tubi, manusia tidak hanya mengeluh tetapi juga ia sangat mungkin meninggalkan imannya. Dalam hal inilah anak-anak Tuhan harus berdiri tegak dan mengangkat kepala. Bukan sombong, melainkan tabah berserah untuk menyambut Sang Pembebas!

 

Lalu, apakah Lukas hanya mengarahkan tulisan ini untuk orang-orang Kristen yang sedang teraniaya pada zamannya? Tentu saja tidak! Sebab, sikap bertahan dalam sengsara dan malapetaka harus menjadi sikap iman sehari-hari dari semua anak-anak Tuhan. Sikap itu lahir karena pengharapan. Dan sikap itulah yang hendak ditanamkan oleh Lukas dalam setiap hati anak-anak Tuhan ketika ia menegaskan ucapan Yesus, “Namun, tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang.” (Lukas 21;18). Lukas memang tidak mau berbicara tentang kapan sejarah dunia ini akan berakhir. Tetapi ia dengan penuh keyakinan berbicara tentang pemeliharaan dan perlindungan dari Allah terhadap umat-Nya. Dan, ia yakin bahwa suatu saat Kerajaan Allah pasti datang. Dalam konteks ini, Injil Tuhan mau mengajar kita untuk mampu bertahan dalam segala bagai kehidupan dan selalu mempunyai pengharapan betapa pun pengharapan itu tidak dilihat orang.

 

Hanya ada satu cara dalam menghadapi tantangan dan tanda-tanda akhir zaman. Cara itu seperti yang dikatakan dalam peringatan Yesus untuk: “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu memperoleh kekuatan…” (Lukas 21:36). Berjaga dan berdoa akan menghasilkan dua hal. Pertama, kemampuan untuk luput dari semua yang bakal terjadi. Orang Kristen tidak mungkin disterilkan dari semua bencana dan malapetaka yang menimpa bumi. Tetapi dengan cara itu, kita akan mampu menguasai rasa panik dan “tidak akan mati ketakutan”. Kedua, kemampuan untuk berdiri di hadapan Anak Manusia. Semua bencana dan malapetaka harus dapat diartikan oleh anak-anak Tuhan sebagai undangan untuk “mengangkat kepala”, yaitu mengisi diri dengan kekuatan baru. Kekuatan itu adalah pengharapan bahwa Anak Manusia datang bukan untuk menghukum melainkan Dia yang akan membebaskanMereka yang dapat berdiri di hadapan Anak Manusia, tidak usah takut. Jelas, Lukas mengajak kita semua untuk melucuti rasa takut dengan cara terus berjaga dan berdoa!

 

Akhirnya, sama seperti apa yang dihayati oleh anak-anak Sekolah Minggu: Hari ini…Hari ini, Harinya Tuhan. Mari kita bersukaria! Jadi, maknailah setiap hari adalah Harinya Tuhan dengan cara kita waspada, tidak tergoda oleh kenikmatan dunia yang akhirnya membuat kita lupa kepada Tuhan. Lalu, nantinya kita tidak mampu berhadapan muka dengan-Nya. Dan, andai kata Tuhan mengijinkan kita lewat lembah air mata dan kesulitan bahkan malapetaka besar, ingat dan teguhkanlah hatimu. Jangan gusar dan dikuasai ketakutan. Namun, pandanglah Yesus, Sang Anak Manusia sebagai pembebasmu!

 

 

Jakarta, 28 November 2024, MInggu Adven 1, Tahun C

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar