Generasi strawberry! Apa itu? Istilah ini muncul pertama kalinya di Taiwan untuk menunjuk pada generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi rapuh: mudah menyerah dan gampang baperan. Generasi yang tidak tahan banting; tidak seperti orang tuanya yang ditempa pelbagai pengalaman keras untuk menjadi sukses. Mungkin juga akibat pengalaman pahit getirnya kehidupan untuk mencapai sukses, para orang tua tidak menginginkan anak-anak mereka hidup galam kegetiran. Strawberry kelihatan eksotis tetapi mudah hancur saat terpapar tekanan atau tantangan. Kenyamanan dan keamanan yang terlalu besar justru melahirkan generasi strawberry. Sebaliknya, ancaman dan bahaya yang terelalu besar membuat manusia tersandera. Tidak bisa bergerak!
Lalu, bagaimana caranya agar kita dapat menata masa depan dengan bergerak keluar dari zona nyaman dan menyambut hal-hal yang tidak dapat diperhitungkan?
Nikodemus jelas bukan termasuk generasi strawberry. Namun, status dan latar belakang membuat dirinya berada dalam zona nyaman yang mumpuni. Ia seorang pemimpin agama Yahudi, anggota dewan Sanhedrin dari poros Farisi, jagoannya Taurat! Kegelisahannya tidak dapat disembunyikan. Malam itu bisa jadi ia tidak bisa tidur atau gelapnya malam menolongnya agar tidak terlihat oleh kelompoknya bahwa ia ingin ngobroldengan orang yang mulai populer saat itu. Yesus!
Nikodemous membuka percakapan. Ia mulai berbicara dengan rasa hormat, tetapi jelas tutur katanya memerlihatkan seorang yang sangat percaya diri dengan latar belakangnya itu. “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah…” (Yohanes 3:2) sebuah pernyataan sanjungan! Berhadapan dengan kepastian dan kepercayaan diri yang tinggi itu, Yesus mulai membimbing Nikodemus untuk melihat dimensi lain dari kehidupan. Samar tetapi ada, tidak kasat mata namun terasa!
Yesus menjawab pertanyaan Nikodemus tentang hidup yang kekal, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Dalam kebingungan dan dengan gaya Semit, Nikodemus menjawab dengan mengajukan pertanyaan, “Bagaimana mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi? Lalu Yesus mengulang kembali ucapan-Nya.
Nikodemus yang terbiasa dengan logika nalar dan kepastian yang selalu terukur kini masuk dalam narasi Yesus yang membuka jalan baru, yakni: jalan ketidaktahuan, dengan lahir dari atas; lahir bukan dari darah dan daging tetapi dari Roh. Itu berarti menjadi seperti anak lagi, anak Allah, pribadi yang sungguh-sungguh baru dengan mendengarkan Roh Allah dan membiarkan diri untuk dipimpin oleh Roh itu.
Ini jalan baru, jalan yang tidak kasat mata tetapi ada! Bukankah kerinduan setiap insan selalu ingin lagi memulai yang baru apabila yang telah dikerjakannya hancur berantakan? Saya lupa tahunnya, yang selalu ingat ketika beberapa kali berkunjung ke lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan, mayoritas terpidana seumur hidup atau hukuman mati selalu mengatakan, “Andai kata waktu dapat diulang, andai kata saya dapat dilahirkan lagi, saya tidak mau hidup seperti ini!”
Yesus menuntun Nikodemus keluar dari zona nyaman, dari penguasaan logika dan hukum menuju jalan baru yang mengandung risiko, ketidakpastian dan rapuh. Ini mengandaikan intuisi dan kepercayaan lebih dari sekedar nalar dan akal budi. Ini samar tetapi nyata: ada saatnya dalam hidup kita, ketika tidak menggunakan akal budi kita; kita begitu saja tahu dalam hati bahwa ini atau itu penting dan harus dikerjakan atau, suara batin itu mencegah kita untuk tidak melakukan ini dan itu. Ajaib, di situlah tempat Roh bekerja!
Paulus yang telah merasakan pengalaman itu, mencatat: “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut … Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak-anak Allah” (Roma 8:2;14). Roh itu mengundang kita untuk mengikuti Yesus secara utuh. Roh itu menolong kita untuk menjadi seperti Yesus. Roh itu tahu bahwa kita tidak akan mampu berjuang sendiri untuk mengikuti Yesus. Maka seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 8:26, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita…”.
Kita tidak selalu tahu ke mana Roh Allah memimpin kita. Kita tidak dapat mengontrol Roh itu, namun mestinya kitalah yang membiarkan diri dikontrol dan dipimpin oleh-Nya. Allah campur tangan dalam hidup kita percis ketika kita membuka diri lalu membiarkan Roh Allah itu menunjukkan jalan-Nya kepada kita. Ke tempat kita merasa miskin dan tidak aman, ke tempat kita berada dalam persimpangan jalan di situlah Ia memimpin kita. Pada waktu kita tidak tahu apa yang harus kita perbuat dan memohon terang kepada Allah itulah, Allah memberikan terang-Nya yang ajaib kepada kita!
Latar belakang Nikodemus membuatnya mempunyai keyakinan yang pasti. Ia mengetahui hukum. Ia sangat rasional! Jelas, kepastian teologis dan hukum penting dan perlu. Kita perlu pengetahuan yang memadai tentang Kitab Suci. Kita juga dituntut melalui akal budi dan logika kita menjelaskan apa dan siapa yang kita percaya. Namun, disadari atau tidak keyakinan, nalar, teologi dan hukum dapat membuat kita tertutup pada diri sendiri; khususnya ruang yang begitu suci dan mulia dalam diri kita, yakni: nurani dan ruang batin di mana Roh itu berkarya. Ini tidak tampak, namun ada!
Kepada Nikodemus dan tentunya juga kepada kita, Yesus menyatakan bahwa Dialah yang telah datang untuk menggenapkan janji Allah yang telah dinyatakan oleh para nabi. Dialah yang akan memberikan kehidupan baru dalam Roh kepada kita. Melalui kiasan baptisan air yang pada hakikatnya membuka pintu batin kita untuk Roh berkarya, dengan jalan itulah kita masuk dalam Kerajaan Allah, kita dilahirkan kembali dan menjadi anak-anak Allah untuk menikmati hidup yang kekal!
Dalam percakapan dengan Nikodemus, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Dia yang turun dari surga: Anak Manusia. Ia menjamin bahwa kita akan hidup kalau kita memandang Dia dan percaya kepada-Nya ketika Ia ditinggikan pada salib, seperti halnya Musa yang meninggikan ular tembaga di padang gurun. Kita menerima hidup kekal dan dilahirkan kembali dari atas dalam Roh melalui iman dan kepercayaan kita kepada Yesus.
Melalui percakapan Yesus dan Nikodemus kita melihat peran Allah Bapa yang mengutus Yesus, Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan memperoleh kehidupan yang kekal. Yesus Kristus sendiri yang menerjemahkan kasih itu menjadi hidup. Ya, hidup di dalam diri-Nya. Kasih menjadi jelas dan nyata! Lalu Roh Kudus yang membuat hati manusia berbalik dan percaya kepada-Nya, mengikuti apa yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus. Bapa, Anak, dan Roh Kudus telah berbagi ruang, saling mengisi dan memberi. Perikoresis! Ya, tarian itu begitu indah sehingga persekutuan kekal itu ingin mengajak kita masuk dalam tarian itu. Semoga!
Jakarta, 23 Mei 2024. Minggu Trinitas tahun B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar