Kamis, 28 Maret 2024

BANGKIT UNTUK MENATA KEHIDUPAN

Dengan keranjang rempah-rempah yang telah di beli mereka di pasar, tiga orang perempuan itu hendak mencurahkan perihnya duka di hati, tetapi sekaligus juga tanda cinta mereka kepada Yesus. Pagi-pagi benar setelah Hari Sabat lewat pada hari pertama minggu itu, mereka berjalan menuju kubur Yesus. Mudah ditebak, pastilah mereka berbincang-bincang dalam perjalanan itu. Tentu saja jauh dari senda gurau. Sebaliknya, mereka berbicara tentang bengisnya penyiksaan dan penyaliban itu. Tidak hanya duka karena kehilangan orang yang mereka cintai tetapi juga perasaan yang jauh lebih dalam dari itu. Ada hati yang tersayat, perih dan ngilu! Menjelang sampai di makam itu, mereka baru menyadari bahwa sebagaimana lazimnya makam Yahudi, kubur Yesus ditutup dengan batu besar! “Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?”

 

Walaupun ketiga perempuan itu menyaksikan pemakaman Yesus dan tahu tempat di mana Ia dibaringkan (Markus 15:47), namun tampaknya mereka sama sekali tidak menyadari bahwa kubur Yesus telah dimeteraikan atau disegel secara resmi oleh petugas Mahkamah Agama lalu dijaga. Pihak Mahkamah Agama sangat serius menjaga kubur Yesus tersebut. Sebab, mereka takut jasad Yesus ada yang memindahkan atau dicuri, lalu menimbulkan berita spekulan bahwa tidak ada mayat Yesus di kubur itu membuktikan Dia telah bangkit seperti yang pernah dikatakan Yesus sendiri. 

 

Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome sama sekali tidak punya pikiran dan niat merekayasa kubur kosong. Dibelinya rempah-rempah untuk meminyaki jasad Yesus adalah pertanda keyakinan kuat bahwa Yesus ada di dalam kubur itu. Kesedihan dan duka yang mendalam yang membuat mereka pagi-pagi buta membulatkan niat mereka untuk berkunjung ke kubur Yesus menegaskan bahwa Yesus mati dan terbaring di sana! Meskipun ketika Yesus bersama-sama mereka pernah beberapa kali mengatakan tentang kematian-Nya secara mengerikan itu dan pada hari ketiga Ia akan bangkit, mereka tidak percaya. Kematian itu telah membungkam harapan dan kini arah hidup mereka tidak menentu!

 

“Siapa yang akan menggulingkan batu itu?” Menutup kubur dengan batu bukan perkara sulit. Tetapi, ketika batu itu telah terguling dan masuk ke dalam lekukan, batu itu seolah terkunci. Jangankan membuka, menggesernya pun bukan perkara mudah! 

 

Matahari baru saja terbit ketika ketiga perempuan itu tepat berada di hadapan makam Yesus. Kini, ketiga perempuan itu menjadi sadar bahwa masalah yang mereka perbincangkan di tengah jalan, tidak lagi relevan. Batu yang sangat besar itu sudah terguling! Ya, batu itu telah terguling, batu yang menghalangi langkah mereka sudah terbuka. Terbukalah jalan bagi mereka untuk melangkah. Di sini saya membayangkan mereka saling menatap satu dengan yang lain dalam raut wajah penuh tanda tanya. Seharusnya ketika jalan itu telah terbuka dan andai saja mereka mengingat perkataan Yesus bahwa setelah tiga hari Ia akan bangkit, niscaya mereka akan segera masuk ke kubur itu dengan sukacita. Lagi-lagi mendung kelabu masih menggelayuti mata mereka, sengat maut begitu kuat membelenggu mereka! 

 

Walau masih penuh tanya, mereka masuk ke kubur itu. Kubur Yahudi terdiri dari dua ruangan. Ruangan pertama berfungsi semacam ruang tunggu, di sini sering dijumpai botol-botol wewangian. Sedangkan ruangan kedua adalah kubur yang sebenarnya. Kedua ruang itu terpisah dengan sekat pintu-lubang berukuran kecil. Setelah masuk ke ruang kedua, mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Anda bisa membayangkan ketika sampai di kuburan lalu tiba-tiba ada sosok putih berdiri di depan Anda!

Mereka sangat terkejut. Namun, melihat kata yang dipakai ekthambeisthai dapat kita pahami keterkejutan mereka mengacu pada keguncangan bathiniah manusia yang sungguh kaget, ketakutan dan sekaligus perasaan tidak berdaya karena sadar dengan siapa mereka berhadapan. Mereka berhadapan dengan sosok ilahi yang menyerupai seorang muda. 

 

Pemuda berpakaian putih itu seolah tahu isi hati para perempuan itu, ia berkata, “Jangan terkejut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah dibangkitkan. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.” (Markus 16:6). Si Pemuda itu mengundang mereka untuk memeriksa sendiri setiap sudut makam itu. Manusia dengan akal budinya dapat memeriksa dan mengamati. Namun, pesan kebangkitan melampaui nalar manusia yang terbatas. Pesan kebangkitan mengantarkan manusia kepada suatu dunia yang melampaui pengertiannya. Maka tujuan para perempuan datang ke kubur itu menjadi tidak relevan lagi. Mereka seharusnya mengarahkan perhatiannya kepada sesuatu yang baru. 

 

Kubur kosong bukan menjadi legitimasi kebangkitan, meski itu mendukung fakta. Para perempuan itu datang ke kubur Yesus dan melihat sendiri bahwa kubur itu kosong. Namun, kenyataan itu tidak bernilai apa-apa, paling-paling membangkitkan pertanyaan, “Apa yang terjadi dengan jenazah Yesus? Siapa yang mengambil atau memindahkan-Nya?” Pertanyaan ini bukan pusat perhatian Allah. Setiap kali Allah memberi pernyataan, Ia tidak mau memuaskan rasa ingin tahu manusia, melainkan membawa manusia pada suatu titik yang bernama “iman”. Para perempuan yang ingin meminyaki jenazah Yesus, mereka kecele sebab Yesus sudah bangkit!

 

Simak ini, sosok pemuda yang membawa pesan ilahi itu berbicara tentang Yesus, orang Nazaret yang disalibkan itu. Dengan cara ini, ia menegaskan identitas orang yang ingin dibicarakannya. Orang itu, Yesus, telah mati disalibkan, dan dengan sendirinya dikuburkan. Tetapi kini, Ia tidak ada di sini, yaitu di kubur ini. Sebab, Ia telah bangkit! Jadi, yang terpenting bukan kubur-Nya yang kosong, melainkan kenyataan bahwa orang yang dikuburkan di tempat ini, walaupun dulu disalibkan dan dimakamkan, kini sudah bangkit!

 

Hal menarik lainnya dari peristiwa kebangkitan Yesus adalah bahwa saksi atau orang pertama yang menerima pesan ilahi tentang kebangkitan itu adalah kaum perempuan. Menurut hukum Yahudi, kesaksian para perempuan tidak sah. Oleh sebab itulah, maka tidak mengherankan kalau para rasul itu tidak mudah percaya terhadap apa yang disampaikan oleh para saksi kebangkitan itu.

 

Para perempuan itu diminta segera meninggalkan kubur itu untuk membawa amanat kepada para murid yang lain, khususnya Petrus. Nama Petrus disebut secara khusus sebab dialah yang menyangkal Yesus. Petrus telah menghianati gurunya, mestinya dia harus disingkirkan dari kelompok para rasul! Namun, dosa bukan menjadi penghalang bagi Allah, selama manusia mau bertobat. Sementara para perempuan itu menuju Galilea, Yesus sudah mendahului mereka. Dengan mendahului, Yesus meneruskan karya-Nya sebagai pemimpin untuk meneguhkan dan menata kembali kehidupan dan kesaksian para murid yang akan melanjutkan karya-Nya di bumi ini.

Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus, dan Salome dengan tepat menggambarkan diri kita. Kegagalan, duka, dan penolakan membuat kita hanya terpaku pada nestapa dan duka lara serta sakit hati. Ketiga perempuan dan keseluruhan para murid lupa bahwa Tuhan mereka telah tiga kali memberitahu apa yang akan terjadi pada diri-Nya: ditangkap, dihina, diludahi, dibunuh tetapi pada hari ketiga akan bangkit lagi. Kita, lupa pesan-Nya, bahwa dalam situasi sekacau apa pun, Ia adalah Tuhan yang setia. Imanuel, Allah yang akan terus menyertai kita!

 

Bersyukur, di tengah situasi kacau, Allah hadir dalam rupa seorang muda yang mengingatkan kembali ketiga perempuan itu. Mereka dipulihkan, ditata kembali kehidupan imannya dan selanjutnya kepada mereka dipercayakan tugas mewartakan Yesus yang bangkit! Tentu saja kesaksian utama mereka bukanlah berbicara tentang kubur kosong itu, melainkan sikap hidup mereka yang berbeda. Ya, berbeda! Dulu mereka dicengkeram ketakutan, dukacita dan kehilangan pengharapan. Kini, melalui perempuan-perempuan yang semula diragukan kesaksiannya, sekarang mereka yang meneguhkan para murid yang lain.

 

Kesaksian Anda yang paling penting bukanlah berbicara memaparkan arkeologi kebangkitan Yesus dengan kubur kosong itu. Tetapi bagaimana sekarang Anda menata hidup. Apakah iman kebangkitan itu menolong Anda menata diri menjadi pribadi tangguh yang tidak tenggelam oleh kegagalan, kehilangan dan penolakan. Iman kebangkitan akan tercermin di sana. Di mana tidak ada lagi pengharapan, justru Anda masih punya pengharapan. Di mana tidak lagi ada alasan untuk percaya dan mempercayakan diri kepada Tuhan, Anda masih teguh berdiri!

 

 

Jakarta, 28 Maret 2024, Perenungan Paskah Pagi, Tahun B

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar