Kamis, 18 Januari 2024

MENANGKAP MOMENTUM HIDUP

Dalam catatan pelayanannya, Tramp for the Lord, Corrie Ten Boom mengenang kembali ketika Tuhan memakainya untuk memperkenalkan seorang ibu kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.

 

Usia Corrie tidak muda lagi. Delapan puluh tahun! Selesai memberikan khotbah di sebuah gereja di Copenhagen, Denmark, dua perawat muda menghampiri dan mengundangnya untuk minum kopi di apartemen mereka. Corrie sudah sangat lelah, tetapi minum kopi terdengar menyenangkan. Jadi, ia menerima undangan itu.

 

Namun, ketika tiba di gedung apartemen, tempat tinggal dua perawat itu, betapa terkejutnya Corrie. Bangunan itu sudah tua seperti dirinya, tinggi dan sialnya tidak ada lift! Dua orang perawat itu tinggal di lantai sepuluh. Kini, Corrie bersama dengan dua perawat yang mengundangnya itu harus merayap menyusuri tangga agar bisa sampai di lantai sepuluh! Corrie tidak berpikir apakah ia sanggup atau tidak. Tetapi ia setuju untuk mencobanya.

 

Satu per satu anak tangga dilewati, sampailah mereka di lantai lima. Jantung Oma Corrie kini berdebar hebat dan kakinya begitu lelah, ia berpikir tidak bisa melangkah lagi. Oma itu ambruk ke sebuah kursi di koridor, ia mengeluh di dalam gantinya, “Mengapa ya, Tuhan, saya harus menaiki tangga ini setelah seharian sibuk memberitakan firman-Mu?” Setelah beristirahat, ia kembali mulai berjalan dengan susah payah menaiki tangga yang panjang dan tinggi dengan satu perawat di depannya dan yang lain di belakangnya.

 

Perjuangan susah payah menghantarkan mereka di lantai sepuluh. Makan siang sederhana menunggu mereka di meja makan dan orang tua salah satu perawat telah siap melayani mereka. Corrie tahu tidak banyak waktu yang dapat ia luangkan bersama dengan tuan rumah, jadi setelah perkenalan singkat ia bertanya kepada ibu dari si perawat itu, “Apakah engkau telah mengenal dan bertemu Yesus Kristus sebagai Juruselamat?”

 

“Belum, saya belum bertemu dan mengenal-Nya,” Jawab Wanita itu terkejut mendengar pertanyaan Corrie. 

 

“Apakah kau bersedia mengenal dan datang kepada-Nya?” Corrie bertanya lebih lanjut. Ia kemudian membuka Alkitab dan membacakan beberapa ayat tentang keselamatan di dalam Yesus Kristus. Sang ibu mendengarkan dengan seksama. “Dapatkah kita sekarang berbicara dengan Tuhan? Corrie bertanya pada kelompok kecil itu.

 

Setelah ia dan dua dua perawat berdoa, ibu itu melipat tangannya dan berkata, “Tuhan Yesus, aku sudah tahu tentang Engkau. Aku telah membaca dalam Alkitab. Namun, sekarang aku berdoa agar Engkau masuk ke hatiku. Aku perlu pembersihan dan keselamatan. Aku tahu bahwa Engkau telah mati di salib untuk dosa seluruh dunia, juga untuk aku. Tolong, Tuhan, masuklah ke hatiku dan jadikanku anak Allah. Amin!

 

Corrie terkejut dan mendongak. Ia melihat air mata kebahagiaan di wajah perawat muda, yang bersama temannya, telah banyak berdoa bagi pertobatan orabg tuanya. Matanya kini tertuju kepada sang ayah yang duduk dengan tenang mengamati semua yang berlangsung itu. Corrie bertanya, “Bagaimana denganmu?” Ia menjawab dengan serius, “Aku belum pernah membuat keputusan bagi Yesus Kristus. Namun, aku telah mendengar semua yang kau katakan kepada istriku, dan sekarang aku tahu jalan itu. Aku juga ingin berdoa agar Yesus menyelamatkan aku.” Lalu ia menundukan kepada dan berdoa, menyerahkan hidupnya kepada Kristus!

 

Ketika menuruni tangga menuju lantai dasar, Corrie berdoa, “Terima kasih Tuhan, karena Engkau telah membuat saya berjalan di tangga ini. Dan, lain kali, Tuhan, tolonglah Corrie ten Boom mendengar khotbahnya sendiri tentang kesediaan pergi ke mana saja yang Engkau kehendaki – sekalipun sampai ke lantai sepuluh!”

 

Momentum! Kedua orang tua perawat dan Oma Corrie sama-sama menemukannya. Bayangkan, ayah dan ibu dari perawat itu tentu saja sudah pernah mendengar Injil, anaknya sekian lama mendoakan mereka. Namun, hal itu biasa saja, tidak berpengaruh pada diri mereka. Kini, melalui Corrie, Tuhan menyapa dan menyentuh mereka sehingga kesempatan itu dapat mereka tangkap. Bisa jadi dalam kehidupan kita ada banyak momen, ada banyak peristiwa di mana Tuhan memanggil, mengajak dan memperlihatkan kepada kita kasih dan kedamaian-Nya. Namun, kita mengabaikannya!

 

Momentum! Terjadi pada diri Corrie, pengalaman yang semula melelahkan dan menyebalkan ternyata menolongnya untuk kembali menyadarkan akan tugas panggilan dirinya sebagai hamba Tuhan, khususnya menghidupi firman itu, menerjemahkan khotbah sendiri menjadi peragaan hidup – bagian ini yang paling sulit dilakukan oleh para pendeta!

 

Momentum! Terjadi dalam awal pelayanan Yesus. Momentum itu terkait dari pemenjaraan Yohanes Pembaptis. Peristiwa itu menjadi tanda bahwa pekerjaan Yohanes telah selesai, karena itu telah tiba saatnya bagi Yesus untuk memulai mewartakan Injil Kerajaan Allah. Galilea merupakan tempat pertama bagi Yesus memberitakan Injil. Yang dimaksudkan tidak hanya kabar baik dari Allah, tetapi juga kabar baik tentang Allah yang sedang bekerja di dalam diri-Nya. Ia menyerukan datangnya Kerajaan Allah, sebagai kabar baik dari Allah yang disampaikan kepada umat manusia.

 

Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15). Telah tiba saatnya bagi Allah untuk menggenapi janji-janji-Nya, yakni penyelamatan umat manusia. Ia memenuhi janji itu dengan menghadirkan Kerajaan Allah di dalam diri Yesus Kristus. Menanggapi datangnya Kerajaan Allah, orang harus bertobat dan percaya kepada kabar baik itu. Datangnya Kerajaan Allah mendahului pertobatan: Allah datang untuk mewujudkan Kerajaan-Nya dan mengingat hai itu orang-orang dipanggil untuk bertobat.

 

Lalu, apa bedanya dengan pertobatan yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis? Makna pertobatan yang diserukan oleh Yesus menjadi lebih jelas jika dibandingkan dengan apa yang diserukan oleh Yohanes. Seruan Yohanes dikaitkan dengan pengampunan dosa bagi orang yang bertobat. Jika tidak, Allah akan menghukum orang berdosa. Pertobatan bagi Yohanes adalah berpaling, lalu membelakangi dosa-dosa yang sudah dilakukan. Seruan pertobatan Yohanes mirip dengan apa yang diserukan oleh Yunus terhadap penduduk kota Niniwe, “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan!” (Yunus 3:4). Ngeri kali!

  

Kendatiu unsur-unsur meninggalkan dosa-dosa yang telah dilakukan, seruan Yesus bukan berkonotasi ketakutan dengan penghukuman Allah, melainkan lebih kepada merasakan kebaikan Allah yang sudah menyatakan diri serta mendekati manusia. Kegembiraan dan rasa syukur akan kebaikan hati Allah inilah yang mendorong orang untuk bertobat. Dengan bertobat, orang kembali kepada Bapa yang baik hati dan penuh rahmat seperti yang tampak dalam perumpamaan tentang anak yang hilang (Lukas. 15:22-24, 32). Di sinilah kita memahami bahwa kebaikan Allah itu mendahului pertobatan yang berupa tanggapan terhadap tindakan penyelamatan Allah. Dengan kata lain, pertobatan bukanlah prasyarat bagi kebaikan Allah melalui perwujudan Kerajaan-Nya, melainkan hasil dari pemerintahan Allah yang sudah mulai membayangi manusia melalui pemberitaan dan tindakan Yesus Kristus.

 

Momentum inilah yang ditangkap oleh para murid Yesus yang pertama sehingga mereka rela meninggalkan segala-galanya demi mengikut Yesus. Mereka yang tadinya para penjala ikan, Yesus membuat mereka menjadi penjala manusia. Apa yang harus mereka lalukan dalam pekerjaan baru ini? Mereka harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus sendiri. Para murid harus ikut dalam arus dahsyat kasih Allah yang melanda manusia, sehingga ada banyak orang yang menerima dan mengalami kasih karunia ini. Benar, untuk tugas baru itu mereka harus belajar, tinggal dan melakukan pekerjaan bersama-sama dengan Yesus.

 

Momentum! Apakah Anda mengalaminya? Bertobat bukan karena ancaman atau takut dihukum. Namun, rindukanlah dekapan kasih sayang Bapa yang luar biasa itu!

 

Jakarta, 18 Januari 2024, Minggu Ke-3 Sesudah Epifani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar