Hari ini, gereja-geraja yang mengikuti alur tahun liturgi gerejawi merayakan Minggu "Kristus Raja". Tahun liturgi gerejawi selalu diakhiri dengan pengakuan bahwa Kristus adalah Raja dan dimulai dengan tahun dalam masa penantian, yakni: Adven! Tentu saja Minggu Kristus Raja bukan sekedar perayaan dan pengakuan terhadap kedudukan Yesus Kristus sebagai Raja. Berangkat dari perayaan ini, kita semua diajak untuk mengakui, tunduk, taat dan setia kepada Sang Raja dalam seluruh perilaku dan kehidupan kita.
Seseorang dapat taat dan setia melakukan segala pekerjaan yang ditetapkan baginya tentu dilandasi oleh motivasi. Minimal ada tiga motivasi kita melakukan ketaatan. Pertama, kita taat dan setia didasarkan pada rasa takut. Niccolo Machiavelli (Il Principe) pernah mengajukan pertanyaan penting. Apakah lebih baik dicintai atau ditakuti? Setiap orang tentu menginginkan keduanya. Tetapi jika tidak boleh memperoleh keduanya, ia mengatakan lebih baik ditakuti daripada dicintai. Mengapa? Sebab, manusia itu mudah berubah sikap, plintat-plintut, penipu, pembohong dan penakut serta rakus. Hukum dibuat agar manusia yang melanggar mendapat sangsi. Jadi, manusia hanya bisa taat dan setia kalau dia takut menerima sangsi atau hukuman.
Movitasi yang lain, manusia taat dan setia dilandasi keyakinannya akan pengharapan. Ia taat dan setia oleh karena melihat dengan jalan itu akan memperoleh manfaat dan keuntungan bagi dirinya. Seorang petani setia menabur benih, merawatnya dengan baik, ia bekerja dengan sekuat tenaga oleh karena ia berpengharapan bahwa pada waktunya akan memetik hasil panen. Seorang pelajar giat belajar dan menuruti apa yang dinasihatkan ibu bapak guru karena meyakini bahwa dengan jalan itu ia akan berhasil di masa depan. Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Demikian kata peribahasa.
Ketika Mahatma Gandhi di tanya tentang motivasi ketaatan dan kesetiaan, ia menjawab: "Ada seribu kali lebih kuat orang dapat setia melakukan tugas dan tanggungjwabanya jika dilandasi oleh cinta kasih dan bukan oleh ketakutan!" Benar, lihat saja seorang suami atau isteri akan taat dan setia kepada pasangannya kalau ia benar-benar melandasi hubungannya dengan motiv cinta kasih. Ada atau tidak ada pasangannya ia akan memegang teguh janji pernikahan itu. Seorang karyawan akan mengerjakan tugas pekerjaannya dengan baik, ada atau tidak ada atasannya jika ia benar-benar mencintai pekerjaannya itu. Seorang pelajar akan belajar dengan sungguh-sungguh, tidak perlu disuruh-suruh kalau ia benar-benar mencintai pelajarannya. Kita akan selalu tertib dalam berlalu lintas, ada atau tidak ada polisi atau kamera e-tilang kalau kita mencintai sesama. Sebab dengan melanggar berarti kita bisa melukai orang lain!
Hari ini, tema khotbah yang dilandasi perenungan dari 1 Timotius 6:14-16 mengajak kita taat dalam kesetiaan kepada Raja kita: Yesus Kristus. Rasul Paulus menasihati Timotius, anak rohaninya untuk taat dan setia. Nasihat ini efektif oleh karena Paulus sendiri dalam kehidupannya memberi teladan. Banyak orang tua gagal menasihati anaknya untuk taat dan setia sebab hanya pandai bernasihat tetapi tidak konsisten memberi contoh. Bayangkan, Paulus meminta Timotius untuk tidak bercacat dan tidak bercela sampai pada kedatangan Kristus kembali. Lalu apa artinya? Mungkinkah manusia dapat hidup tanpa cacat cela? Tentu saja, bahwa manusia itu lemah dan dapat jatuh dalam dosa. Namun, setidaknya niat dan motivasi yang baik, yakni mencintai Tuhan dengan sepenuh hati akan menolong Timotius dan kita menjaga diri dari kerapuhan akan dosa! Dan, ingat pula bahwa kuat kuasa Roh Kudus tidak akan tinggal diam. Ia adalah Allah yang mampu hadir dari sanubari kita akan memberi kekuatan dalam kesetiaan kita.
Sampai kapan kesetiaan itu? Sampai Yesus Kristus, Sang Raja itu datang kembali! Kapan? Yesus pernah mengatakan dan juga diteruskan oleh Paulus bahwa kedatangan-Nya kembali tidak ada yang dapat memprediksinya. Ia datang seperti pencuri pada waktu malam. Jadi, sikap yang terbaik adalah dengan berjaga-jaga. Artinya, jika kita tidak tahu kapan Ia datang kembali: bisa hari ini, esok, lusa, tahun depan, seratus tahun lagi, maka sepanjang masa selagi nafas masih ada kita harus tetap taat dan setia.
Taat dan setialah bukan karena kita takut atau mencari keuntungan. Setialah oleh karena kita benar-benar mencintai Tuhan kita dan menantikan kedatangan-Nya seperti seorang kekasih yang sedang menantikan kedatangan buah hatinya. Tuhan memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar