Kamis, 27 Juli 2023

KERAJAAN ALLAH DALAM HAL KECIL

Saya yakin Anda pernah mendengar ungkapan "Small is beautiful", yang artinya kurang lebih, "kecil itu cantik atau indah", imut-imut menggemaskan! Benarkah? Bukankah selama ini orang ingin memiliki segala sesuatu yang besar? Manusia berlomba-lomba ingin menjadi besar, mendirikan perusahan, partai, negara, menancapkan pengaruhnya agar nama besar tetap tenar! Tanpa kecuali, gereja pun ingin bertambah besar atau kalau perlu paling besar. Mega church! Sebaliknya, kalau kecil, sedikit umatnya menjadi minder dan pesimis tetap bertahan dan tidak leluasa melakukan tugas panggilannya. Barang kali itulah yang ada di dalam benak sebagian besar orang-orang yang mulai mengikut Yesus dan menerima ajaran-Nya. Mereka ada orang-orang kecil dan kelompok kecil. Kini, mereka berhadapan dengan kuasa besar yang siap melumat komunitas yang baru tumbuh itu!

Siapa sangka istilah small is beautiful pada awalnya diperkenalkan oleh ekonom besar, Ernst Friedrich Schumacher ketika ia meangajukan tesisnya yang disebut theory of economies of scale. Ia mengatakan bahwa sebuah organisasi harus dibuat tetap kecil agar berhasil mencapai target. Tampak pengaruh kuat Leopold Kohr dalam karya Schumacher "Small is Beautiful: A Study of Economic as if People Mattered" (1973) yang dengan yakin mengatakan bahwa tidak ada kesengsaraan di bumi yang tidak dapat ditangani dengan sukses dalam sekala kecil. Sebaliknya, tidak ada penderitaan di bumi yang dapat ditangani sama sekali kecuali dalam skala kecil. Dalam keluasannya, semuanya runtuh, bahkan yang baik sekalipun... karena satu-satunya masalah di dunia bukanlah kejahatan, tetapi kebesaran. 

Ya, bukankah Kita Suci pun banyak mengingatkan kita bahwa siapa pun yang menginginkan menjadi besar bersiaplah untuk hidup penuh konfliks dan mengalami keruntuhan, "Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan!" Schumacher dengan konsisten mengkritik perusahan-perusahan yang terus berlomba menjadi besar dan terbesar. Fenomena ini ia sebut "gigantisme", yang akan menghasilkan sistem birokrasi yang melemahkan, membuat organ-organ di dalamnya menjadi anonimitas dan tentu saja hubungan personal, mengenal individu dan mengerti memahami orang lain menjadi minim. Terlepas dari kritiknya tentang kecenderungan perusahaan menjadi besar, Schumacher tidak naif. Bahwa perusahaan yang dikelola dengan baik niscaya akan tumbuh menjadi besar, namun menurutnya hal itu bisa direstrukturisasi sebagai perusahaan berskala kecil, perusahaan yang bisa bertatap muka (face to face enterprise).

Saya membayangkan apabila kita menjadi bagian dari perusahaan raksasa multi kontinental, satu dengan lain hanya terhubung melalui jobdisc dan menggunakan perangkat teknologi, apa yang terjadi? Di manakah sisi kemanusiaan mendapat tempat? Di manakah relasi dan rasa dihargai? Tidak ada! Demikian pula dengan perkembangan Mega Church di mana gereja-gereja berlomba menjadi besar dengan jumlah pengikutnya yang fantastis, yang satu dengan lain anggotanya terhubung dengan perangkat moderen. Di manakah relasi dan rasa yang seutuhnya itu?

Yesus mengajar dengan banyak memakai perumpamaan, tujuannya mengajak para pendengar berpikir dan tersentuh dalam konteks mereka masing-masing. Kerajaan Allah adalah materi ajar yang banyak disampaikan melalui perumpamaan. Dua perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi bercerita tentan makna yang sama, yakni bahwa Kerajaan Allah itu tidak serta-merta hadir menjadi besar. Sebaliknya, seperti biji sesawi yang pada zaman itu dikenal sebagai benih tanaman yang paling kecil, jika sudah tumbuh dengan baik akan menjadi tanaman besar yang dapat dipakai menjadi tempat berlindung burung-burung. Hal yang sama dengan ragi. Ragi yang kecil dan nyaris tak terlihat akan mengkhamirkan seluruh adonan sehingga menjadikan roti empuk dan enak dimakan. Jelas, yang ditekankan Yesus tentu saja bukan melulu pada target bahwa Kerajaan Allah itu menjadi besar. Bukan! Ini bicara tentang optimis ketika para pengikut-Nya merasa diri kecil berhadapan dengan mayoritas yang tidak selalu ramah. Perumpamaan ini berbicara menghargai proses, upaya manusia dalam menghadirkan karya Allah di bumi ini.

Dalam sunyi, benih itu tumbuh menjadi besar dan dalam diam, ragi itu memengaruhi seluruh adonan. Tidak usah gembar-gembor, melakukan perkara-perkara spektakuler. Cukup lakukan perkara-perkara kecil dengan cinta yang besar. Kerjakan dengan tulus setiap ajaran dan teladan yang diberikan Yesus. Peragakan tentang apa itu cinta, pengurbanan, pengampunan, kepedulian dan keberpihakan kepada yang tersisih dan terzolimi. Rasakan bahwa engkau benar-benar menyapa dan hadir bagi mereka yang sedang dalam kesepian, tidak punya teman bahkan tertolak dalam komunitasnya.

Apa yang Anda bayangkan ketika Anda bekerja dalam sebuah perusahaan besar, suatu ketika Anda diajak bicara dari hati ke hati oleh atasan atau boss Anda? Saya membayangkan, Anda dihargai sebagai manusia! Anda dibutuhkan bukan hanya tenaga dan pikirannya saja, melainkan kehadiran Anda menjadi berarti dalam perusahaan itu. Benar, gereja dan komintas orang percaya bukanlah sebuah perusahaan. Namun, alangkah indahnya apabila setiap orang dalam komunitas orang percaya itu dapat saling menghargai dan kehadirannya dirayakan! Nah, menurut Schumacher interaksi yang seperti ini hanya bisa terjadi dalam skala kecil. Pantaslah sejak zaman Musa, Allah melalui Yitro sang mertua, meminta Musa untuk mendistribusikan kepemimpinan kepada para tua-tua. Lalu, Yesus pun meminta para murid untuk membagi kelompok demi kelompok ketika Ia membagikan lima roti dan dua ikan itu. Semua mendapat bagian!

Tak usah resah dan risau apabila saat ini gereja kita bukan gereja yang besar, tidak usah khawatir apabila kita tinggal dan berada di tengah-tengah mayoritas yang bisa saja tidak menerima kita. Tuhan telah memberikan benih yang kecil, benih itu baik dan pasti dapat tumbuh. Tugas kita adalah terus berproses; lakukanlah hal-hal sederhana dengan hati tulus. Muliakanlah Tuhan di mana kita hadir. Cintai dan hargai semua orang yang kita temui maka benih itu akan terus tumbuh bahkan kelak Anda tidak menyadarinya bahwa benih itu telah menjadi berkat, naungan bagi orang-orang yang mungkin saja sedari awal tidak menyukai Anda.

Sebaliknya, jangan terlena ketika Anda berada dalam komunitas besar dengan pelbagai fasilitas lengkap. Ingatlah bahwa manusia itu butuh relasi, diakui kehadirannya, dicintai dan dimengerti. Tidak usah prontal merombak total tatanan gereja dan komunitas yang sudah ada. Cukup, mulailah dari diri sendiri menyebarkan virus-virus positif. Dan lihatlah, bahkan Anda kelak tidak akan menyadari bahwa buah pelayanan itu telah memberkati banyak orang. Itulah ragi positif! 


Jakarta, 27 Juli 2023, Minggu Biasa TahunA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar