Kamis, 16 Juni 2022

KUASA KRISTUS MEMBAWA PERUBAHAN

Plutarkhos dalam karyanya, “Life of Theseus” menceritakan tentang sebuah kapal milik Theseus, seorang pahlawan dari Athena, berada kondisi siap perang selama berabad-abad. Setiap kali ada papan dari kapal itu yang keropos, akan diganti dengan yang baru. Sampai akhirnya setiap bilah kayu yang ada di kapal itu pernah diganti. Pertanyaanya, apakah kapal itu masih milik Theseus, ataukah itu sebuah kapal baru?

 

Hal yang serupa terjadi di Jepang. Sebuah kuil Shinto dibangun kembali setiap 23 tahun. Kuil itu sudah mengalami lebih dari enam puluh siklus pembangunan kembali. Apakah itu kuil yang telah berusia 1400 tahun? Ataukah itu adalah enam puluh kuil berturut-turut?

 

Perubahan! Semesta ini terus berubah. Kuku dan rambut kita tumbuh dan kita potong dan terus saja tumbuh. Kulit yang baru menggantikan kulit yang mati. Kenang-kenangan lama digantikan dengan kenangan baru. Apakah kita masih tetap orang yang sama? Apakah orang-orang yang ada di sekitar kita adalah orang-orang yang sama? Sadarilah, bahwa tak satu pun yang lolos dari perubahan! Segala sesuatu berubah, kecuali perubahan itu sendiri!

 

Meski segala sesuatu berubah, banyak orang tidak menyadari dan ketika sadar, tidak semua orang menerima. Alih-alih suka, manusia cenderung menghindari perubahan. Perubahan adalah ancaman. Ia mengancam kenyamanan, “Sudah enak, seperti ini ngapain diubah!” Itu kalimat yang sering kita dengar. Perubahan bukan saja mengganggu kenyamanan tetapi juga punya biaya mahal. Contoh, kisah Injil yang kita baca hari ini. Yesus mengusir setan-setan yang merasuki seorang pria di Gerasa. Orang itu mengalami perubahan, dari hidup yang tidak wajar: telanjang, tinggal di pekuburan dan membahayakan. Setelah setan-setan itu keluar dan pria ini hidup normal, seperti kebanyakan orang. Bahkan lebih dari kebanyakan orang normal, ia menjadi saksi atas perbuatan yang Yesus lakukan kepadanya. 

 

Perubahan ini mahal, karena setan-setan itu pindah pada kawanan babi, yang menurut catatan Markus 5:13 berjumlah dua ribu ekor. Babi-babi itu mati seketika dengan menceburkan diri mereka dari jurang ke danau. Bayangkan, kalau babi-babi itu dijadikan rendang dan dijual, berapa milyar rupiah? Mahal! Oleh sebab itu penduduk Gerasa melihat apa yang dilakukan Yesus ini mengancam perekonomian mereka. Bisa saja mereka membayangkan, andai saja ada 3 atau 4 orang lagi yang kerasukan setan-setan, berapa ribu ekor babi lagi yang harus mati sia-sia. Rugi besar!

 

Banyak orang ogah berubah. Oleh karena berhitung secara ekonomis. Tepatnya bukan ekonomis, melainkan enggan melepas kemelekatan terhadap apa yang sedang disukai. Apa yang dilakukan Yesus terhadap setan-setan itu bukanlah semacam negosiasi. Tampak di permukaan sepertinya begitu. Seolah setan-setan itu tawar-menawar, “Ya, kami akan keluar dari pria ini asalkan dapat pindah pada kawanan babi itu!” Dan, Yesus mengiyakan. Yesus tidak sedang negosiasi karena pada hakikatnya Ia berkuasa atas setan-setan itu. Lalu? Kisah ini hendak mengatakan jiwa seorang anak manusia itu sangat berharga di hadapan-Nya. Ia lebih berharga ketimbang ribuan babi. Saya kira di sini Yesus tidak sedang membenci babi-babi itu lantaran babi binatang haram. Tidak! Bisa jadi, ketika yang sedang digembalakan itu kambing domba, kambing domba itu akan mengalami nasib yang sama. 

 

Babi mempunyai nilai ekonomis, Gerasa bukan wilayah Yahudi yang mengharamkan babi. Di samping itu, masuknya Legion kepada babi-babi itu menjadi peringatan bahwa, setan-setan itu dapat merasuki milik dan bisnis mereka. Kemelekatan mereka pada nilai ekonomis digambarkan oleh para penjaga babi-babi itu yang menghasut penduduk kampung Gerasa agar mengusir Yesus dari perkampungan mereka. Mereka tidak melihat hal positif, bahwa seorang anak manusia kini telah dipulihkan. Meski mereka melihat sendiri orang itu, “…duduk di kaki Yesus, ia telah berpakaian dan sudah waras.” (Lukas 8:35). Bagi mereka perubahan ini adalah ancaman yang mengerikan!

 

Bila hidup ini terus berubah. Bila Anda dan saya mengalami perubahan setiap harinya, lalu menjadi tua dan akhirnya mati. Pertanyaanya apakah setiap perubahan itu menuju kepada hal yang baik? Benarkah bahwa kuasa Yesus itu membawa perubahan yang signifikan dalam karakter dan pola hidup kita? Ataukah kita sulit berubah karena melekat dengan harta benda, posisi jabatan dan kenyamanan?  Maka, yang harus kita pikirkan baik-baik adalah manakah dari semua itu yang paling utama? Uang, harta benda, posisi jabatan, kenyamanan sekarang ataukah justru jiwa kita sendiri? Jika kita melekat pada hal-hal duniawi, maka – sama seperti penduduk Gerasa – kita akan mengusir Yesus. Kita menolak kuasa yang dapat mengubahkan itu!

 

Sekarang kita beralih kepada pria yang telah dipulihkan. Perubahan besar terjadi kepadanya. Ia berpakaian, duduk di kaki Yesus dan siap mengikut Yesus ke mana pun Yesus pergi. “Dan orang yang telah ditinggalkan setan-setan itu meminta supaya ia diperkenankan menyertai-Nya. Tetapi Yesus menyuruh dia pergi, kata-Nya: ‘Pulanglah ke rumahmu dan ceritakanlah segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu.’ Orang itu pun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya.’”(Lukas 8:38,39).

 

Anda bisa bayangkan, di tengah-tengah kota yang sudah terprovokasi oleh opini bahwa kehadiran Yesus di kota itu membahayakan mereka, kini tampil seorang yang telah dipulihkan dengan memberitakan kabar yang sebaliknya. Yesus Sang Pemulih! Jelas, kondisi ini bukanlah hal ideal untuk pewartaan itu, alih-alih membahayakan dirinya. Kita cermati lebih lanjut. Sebelum dipulihkan, pria ini membahayakan orang-orang di sekitarnya. Tubuhnya dipakai oleh setan-setan itu untuk melakukan hal yang destruktif. Kini, setelah dipulihkan, ia membiarkan dirinya dalam kondisi bahaya untuk mewartakan  apa yang sudah dialaminya. Menyaksikan bahwa Yesus Sang Pemuli. Perubahan radikal!

 

Bagaimana kondisi kita sekarang? Apakah kita membiarkan tubuh kita dipergunakan oleh keserakahan, ketamakan, dan nafsu-nafsu kedagingan yang melahirkan perbuatan-perbuatan destruktif yang bertentangan dengan kasih dan rahmat Illahi? Ataukah, kita berani mempertaruhkan tubuh dan segala karya kita untuk menghadirkan kemuliaan Allah meski banyak tantangan dan acaman menghadang di hadapan kita?

 

Seperti pria Gerasa yang telah dipulihkan. Ia tidak diizinkan ikut bersama dengan perahu Yesus yang bertolak dari Gerasa. Yesus justru membutuhkannya ia hadir di kampungnya sendiri. Barang kali, tidak semua dari kita Tuhan izinkan menjadi pendeta, pekabar Injil dan semacamnya. Justru Ia menginginkan kita berada di tempat kita masing-masing untuk menyaksikan karya Allah di dalam Kristus. Di tempat-tempat seperti inilah Tuhan ingin memakai kita. Jika Anda dan saya benar-benar telah dipulihkan, maka setidaknya ada hal berbeda yang bisa disaksikan orang lain. Bukan menjadi eksentrik, melainkan menjadi saksi-saksi-Nya yang setia. Kehadiran kita bukan lagi hidup untuk sendiri, melainkan menjadi berkat. Kehadiran kita tidak lagi mengancam dan membahayakan orang-orang di sekitar kita, melainkan meneduhkan, menentramkan dan menghadirkan kedamaian. Ia ingin kita menjembatani agar kuasa kasih Allah tidak asing buat mereka. Pasti lingkungan Anda akan mengalami perubahan!

 

 

Jakarta, 16 Juni 2022 Minggu Biasa Tahun C

Tidak ada komentar:

Posting Komentar