Injil yang kita baca hari ini adalah bagian dari doa Tuhan Yesus. Sebagian besar isinya adalah mendoakan para murid agar mereka terpelihara dan dapat mengemban tugas kesaksian meneruskan karya-Nya di bumi. Saya mencoba membayangkan suasana Yesus berdoa kala itu dengan meminjam catatan Jean Vanier dalam Tenggelam ke Dalam Misteri Yesus.
Sesudah dengan rendah hati berlutut di hadapan masing-masing murid untuk mencuci kaki mereka; sesudah menyatakan perjalanan mereka dan perjalanan Gereja melalui duka dan suka, masuk ke dalam hati dan nikmat Allah Yesus berhenti.
Semua sudah dikatakan.
Tidak ada lagi tempat untuk penjelasan dan diskusi.
Sekarang tibalah saat kontemplasi.
Yesus menengadahkan mat ke langit.
Ia tidak lagi memandang ke bumi dan kepada murid-murid-Nya, melainkan kepada Bapa.
Ia ada bersama Bapa dan dalam Bapa, mengontemplasikan rencana ilahi bagi penciptaan dan bagi umat manusia, suatu rencana yang harus diselesaikan dan menjadi nyanyian syukur.
Meskipun demikian, rencana itu belum diselesaikan.
Yesus berdoa untuk penyelesaiannya:
agar manusia disembuhkan dari nafsu menyerangnya, dari kebencian dan ketakutannya, dan menjadi satu kesatuan dalam Allah.
Dalam prolog, Yohanes menyatakan sabda yang turun, yang menjadi daging, dan masuk ke dalam dunia kita yang penuh konflik antara terang dan kegelapan, untuk membawa orang kepada terang, kepada persekutuan dengan Allah. Yesus berhadapan dengan ketakutan dan perlawanan. Banyak yang ingin menyingkirkan-Nya. Mereka menggenggam erat kemapanan dan kekuasaan serta menolak perubahan dan keterbukaan. Namun, meski harus melalui perlawanan ini, rencana Allah akan terlaksana: melalui kematian-Nya, Yesus menyatakan kasih-Nya sampai sehabis-habisnya.
Pada tahap kontemplasi ini, Yesus menyatakan bahwa lingkarannya sudah lengkap. Sekarang saatnya bukan lagi Allah yang turun menjadi daging. Tetapi daging yang naik menuju Allah; bukan lagi Firman yang menjadi manusia, tetapi manusia yang diubah masuk ke dalam diri Allah.
Semua sudah lengkap.
Sabda Allah datang dari Allah dan kembali kepada Allah dengan semua sahabat, saudari dan saudara sesama umat manusia yang dipersatukan.
Ketika Yesus berlutut di depan kaki para murid-Nya, ketika Ia memberikan tubuh-Nya untuk dimakan dan darah-Nya untuk diminum, Ia menyatakan Allah yang menjadi kecil, agar dapat tinggal di dalam diri kita, bergerak dan bekerja melalui diri kita, memberi hidup melalui diri kita, dan mengubah kita ke dalam diri-Nya sendiri. Kasih-Nya yang tulus adalah kemuliaan Allah. Yesus menyatakan bahwa Bapa-Nya adalah sumber segala sesuatu, segala kehidupan. Yesus adalah Dia yang diutus untuk menyatakan Bapa. Segala sesuatu yang Ia lakukan dan kerjakan, datang dari Bapa. Ia menyelesaikan pekerjaan Bapa dalam kesatuan dengan Bapa.
Setelah meneguhkan dan menguatkan para murid untuk melanjutkan tugas kesaksian, Yesus berdoa bagi mereka. Ada tiga hal yang Yesus minta kepada Bapa untuk para murid-Nya:
Pertama, “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Ayat 11b). Yesus kerap kali berbicara mengenai kepergian-Nya, yaitu kematian dan pemuliaan-Nya. Dan sekarang kenyataan itu semakin dekat, Ia tidak lama lagi akan kembali kepada Bapa, arti-Nya para murid melakukan tugas mereka tanpa kehadiran-Nya lagi secara fisik. Sebagaimana diri-Nya, Yesus menyadari betul bahwa para murid akan menghadapi tekanan, ancaman bahkan aniaya. Oleh karena itu Yesus meminta agar Bapa memelihara mereka dalam kekudusan-Nya. Dalam hubungan yang erat seperti diri-Nya dengan Sang Bapa. Dengan hubungan yang erat dengan Bapa, Yesus dapat menyelesaikan tugas-Nya dengan baik. Kini, hal serupa Ia minta, tujuannya agar para murid tidak dikalahkan oleh tekanan, ancaman dan aniaya itu melainkan mereka dapat terpelihara untuk meneruskan pekerjaan Yesus di bumi ini.
Yesus sangat menyadari bahwa kenyataan yang harus mereka terima di dunia yang penuh dengan godaan dan tantangan, berpotensi untuk mereka tercerai berai. Dalam kondisi ini dibutuhkan sosok Bapa yang mengayomi dan menjaga mereka agar mereka tetap terpelihara dengan baik .
Kedua, “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia ini, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat”, (Ay.15). Permohonan ini mirip dengan doa yang diajarkan Yesus: Doa Bapa Kami. Yesus tidak meminta kepada Bapa untuk mengambil para murid dari dunia yang jahat ini lalu menempatkannya dengan steril di sebuah wilayah. Tidak! Meskipun Yesus sangat mengasihi para murid, namun mengambil para murid dari kancah dunia yang penuh dosa bukanlah pilihan-Nya. Keberadaan mereka di dunia ini adalah penting untuk menjadi saksi bagi dunia. Sehingga tantangan berat yang harus mereka hadapi bukan disikapi dengan melarikan diri dari dunia. Oleh karenanya sikap yang paling bijak adalah membiarkan para murid ada dalam dunia ini, namun disertai dengan perlindungan dari Bapa agar tugas kesaksian untuk menyelamatkan dunia terus berlanjut.
Kita menyadari kejahatan punya taring dan kuasa yang sangat dasyat. Dan para murid tidak mungkin menghadapinya dengan kekuatan sendiri. Namun, kuasa Allah jelas lebih dasyat! Oleh karena itulah maka Yesus meminta perlindungan dari Bapa-Nya. Di sini kita mengetahui bahwa menjadi murid Yesus Kristus itu tidak berarti akan membuat kehidupan kita senantiasa berada dalam kemudahan dan kenyamanan. Tidak! Menjadi murid Yesus memang bisa membuat kondisi kita sulit, tertekan dan menderita. Namun, ingatlah bahwa kita tidak bergumul sendirian. Ada kuasa lebih dasyat yang melindungi kita dan itu telah diminta langsung oleh Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya.
Ketiga, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran (Ay.17). “Menguduskan mereka” berarti mendekatkan, membuat mereka intim kepada Allah yang baru saja disapa sebagai Bapa yang kudus. Dengan demikian murid-murid itu dibedakan dari dunia yang menjauhi Allah; dunia yang memusuhi Allah. Permohonan untuk menguduskan mereka bukanlah permintaan untuk memisahkan mereka dari dunia. Sebaliknya, justru berkaitan dengan perutusan mereka ke tengah dunia. Yesus Kristus pun dikuduskan oleh Bapa dalam kaitan dengan misi-Nya ke dalam dunia. Hanya selama berada di dalam dunia, para murid punya tanggung jawab meneruskan misi Kristus bagi dunia.
Mereka harus kudus, berbeda dari dunia yang menentang dan menolak kasih Allah. Mereka dikuduskan dalam kebenaran (aléthea), dalam pengenalan akan Allah Bapa sebagaimana yang dinyatakan oleh firman yang menjadi daging (firman-Mu adalah kebenaran). Yesus membawa para murid dalam lingkaran relasi yang utuh dengan Bapa sama seperti diri-Nya sendiri. Hanya dengan kesatuan dengan Bapa yang kudus, murid-murid tidak akan larut di tengah dunia tetapi mampu menjalankan misi mereka, meneruskan karya Yesus Kristus, memperkenalkan Bapa kepada dunia ini.
Yesus mempunyai relasi yang erat dan utuh dengan Bapa-Nya, sehingga dengan demikian memampukan-Nya dapat bersaksi: menyaksikan Sang Bapa menjadi begitu nyata dalam setiap detail kehidupan-Nya, tutur kata dan tindakan-Nya benar-benar menyatakan Allah yang dulunya abstrak kini menjadi nyata dan utuh: Firman menjadi daging, Firman menjadi manusia dalam kebenaran. Yesus ingin setiap murid-Nya mengalami pengalaman yang sama, larut dalam relasi yang utuh dengan Bapa sehingga kekudusan merupakan keniscayaan. Dan dengan demikian akan mampu juga menjadi saksi yang utuh bagi dunia ini sama seperti apa yang Yesus lakukan.
Jakarta, Minggu Paskah VI 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar