Rabu, 20 November 2019

KRISTUS, RAJA SEMESTA

Ketika pater Pedro Arrupe, jendral Serikat Yesus ditanyai mengenai “Siapa Yesus baginya”, ia menjawab sebagai berikut:

“Pertanyaan yang sama telah diajukan kepada saya, secara spontan dalam wawancara yang saya adakan untuk televisi Italia, kira-kira lima puluh tahu yang lampau. Pertanyaan itu mengagetkan saya. Ketika itu saya juga menjawabnya secara spontan sekali. Bagi saya Yesus Kristus adalah segala-galanya! Dan hari ini saya memberikan jawaban yang sama kepada pater. Masih dengan lebih tegas dan jelas, ‘Bagi saya, Yesus Kristus adalah segala-galanya’. Demikian saya merumuskan sebagai apa Yesus Kristus dalam hidup saya: segala-galanya. Kristuslah yang dulu dan sekarang menjadi cita-cita saya masuk Serikat Yesus. Dialah yang di masa silam dan di masa sekarang menjadi jalan saya. Dialah yang di waktu lampau dan pada saat ini menjadi kekuatan saya. Saya rasa tidak perlu menerangkan secara Panjang lebar. Ambil Kristus dari hidup saya, maka segalanya akan runtuh, bak tubuh diambil kerangka, jantung dan kepalanya.” (Perjalanan Hidup Seorang Yesuit, Yogyakarta: Kanisius, 1984:42).

Orang Kristen ketika ditanya tentang siapakah Yesus bagi diri mereka, banyak yang menjawab seperti Petro Arrupe, “Yesus segala-galanya!” Atau, “Yesus itu Tuhan dan Rajaku!”. Namun, apakah jawaban ini akan berlaku dalam segala situasi dan kondisi? Pedro Arrupe telah membuktikannya. Sehingga lima puluh tahun kemudian ketika ditanya tentang siapa Yesus bagi dirinya, jawabannya tetap sama bahkan lebih jelas dan tegas, “… Dialah yang di masa silam dan masa sekarang menjadi jalan saya. Dialah yang di waktu lampau dan pada saat ini menjadi kekuatan saya!” Lalu, bagaimana kita juga bisa membuktikan jawaban kita ketika ditanya tentang berapa berarti Yesus bagi kita?

Jawaban pater Arrupe ini menimbulkan pertanyaan buat kita. Apa yang membuatnya begitu yakin dan sungguh-sungguh mempertaruhkan hidupnya kepada Yesus? Imbalan apakah sebenarnya yang ia peroleh, sehingga ia berani menyerahkan seluruh dedikasinya kepada Yesus?

Berbicara mengenai imbalan, sangat manusiawi! Tidak dapat dipungkiri orang akan berhitung mengenai imbalan atau apa yang ia akan dapatkan ketika melakukan segala sesuatu. Apalagi mempertaruhkan dedikasi dan hidupnya. Kalau imbalannya itu menguntungkan maka apa pun akan dilakukan, tetapi kalau diperkirakan akan merugikan, maka lebih baik ambil pilihan yang lain.

Hari Minggu ini (24, November 2019) kita merayakan Kristus Raja. Bacaan Injil terambil dari peristiwa penyaliban Yesus. Sama sekali tidak ada gambaran Yesus sebagai raja seperti yang dibayangkan oleh manusia pada umumnya. Raja sebagai pesakitan, diperolok, dihina dan dilukai! Apakah sebanding mempertaruhkan dedikasi dan seluruh hidup kita pada sosok yang demikian? Saya kira pada waktu itu tidak ada orang yang bisa memandang Yesus sebagai raja. Tulisan yang terpampang di atas kepala-Nya, “Inilah Raja orang Yahudi” (Lukas 23:38) sangat jelas bukanlah sebuah pengakuan apalagi pujian. Melainkan cara mereka memperolok-olok Yesus! Buktinya? Sangat jelas dari cibiran para prajurit, “Jika Engkau adalah Raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” (Lukas 23:37). Hal senada dilakukan juga oleh salah satu penjahat yang disalibkan bersama-Nya.

Hari itu hanya ada satu orang yang benar-benar mengakui Yesus sebagai Raja. Seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus berujar, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Lukas 23:42). Orang ini adalah orang jahat, dia sadar bahwa sepantasnyalah hukuman itu diterimanya. Di tengah kesadarannya itu rupanya ia tahu bahwa Yesus bukanlah orang yang pantas menerima hukuman salib seperti dirinya. Yesus tidak bersalah dan Ia mau menanggung kesalahan orang lain! Meski mungkin hanya samar-samar, penjahat ini sudah cukup mempunyai iman. Ya, iman bahwa Yesus sesungguhnya adalah Raja!

Yesus Raja bukan dalam tataran pemikiran manusia pada umumnya. Manusia pada konteks zaman itu, saya kira pada masa kini pun akan berpendapat bahwa seorang pantas disebut sebagai raja ketika ia dapat menampilkan kuasanya. Baik tentara Romawi dan seorang penjahat lainnya berpendapat bahwa untuk membuktikan Yesus sebagai Raja atau Mesias, Ia harus bisa melepaskan diri dari tiang gantungan salib itu. 

Raja Orang Yahudi, setiap kelompok mengejek Yesus dengan sebutan itu sambil berharap bahwa Yesus akan menyelamatkan diri-Nya. Para pembesar Yahudi menantang-Nya sebagai Mesias dari Allah. Para prajurit menyebut Yesus “Raja orang-orang Yahudi”. Penjahat menyapa Yesus sebagai Mesias. Mereka masing-masing yakin bahwa menyelamatkan diri searti dengan turun dari salib untuk luput dari kematian. Penjahat malah berharap agar Yesus menyelamatkan diri-Nya, lalu dia dan kemudian temannya. Dengan cari ini menjadi jelas apa yang dipahami oleh manusia sebagai keselamatan dan apa yang dipahami manusia sebagai raja. Manusia memikirkan keselamatansebagai tindakan pelestarian hidup di bumi ini saja. Manusia memahami bahwa raja adalah sosok yang mampu menghadirkan kuasa untuk kelangsungan hidup di bumi saja! Raja harus mampu menunjukkan dan membuktikan itu!

Berbeda dari semua kelompok dan kebanyakan orang, penjahat yang bertobat justru dapat melihat bahwa Yesus bukanlah sosok raja seperti yang mereka fahami dan harapkan. Pandangannya tidak berhenti dalam derita salib yang sedang dijalaninya. Penjahat ini mampu melihat ke masa depan. Ia mampu meyakini bahwa kehidupannya tidak hanya berakhir di kayu salib. Dengan demikian ia yakin bahwa ada kehidupan sesudah ini semua usai, ada sebuah kehidupan kekal di mana Yesus adalah Rajanya.

Dengan keyakinan itu, si penjahat ini menyapa Yesus dengan nama pribadi-Nya. Nama itu searti “Allah Penyelamat!” Penjahat itu mengatakan, “Yesus (Allah Penyelamat), ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Penjahat ini meminta kemurahan hati Yesus. Kerajaan Yesus tidak dapat dimasuki atau dibeli seorang pun tanpa rahmat ilahi. Manusia tidak bisa menghimpun jasa untuk memasukinya. Hanya oleh anugerah-Nya! Yesus menyambut permintaan si penjahat ini, kata-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akanada Bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:43). “Hari ini juga”, ungkapan ini selalu mengacu kepada suatu saat pernyataan dari Allah (wahyu) atau penyelamatan. Jadi, jangan disimpulkan “pada hari penyaliban ini!” Kata Ambrosius, Hidup berarti berada Bersama dengan Kristus, sebab di mana ada Kristus di situlah Kerajaan-Nya.

Sejenak pada kisah Petro Arrupe. Rupanya ia tahu bahkan telah mengalami apa imbalan yang ia terima. Ia telah mengenal dan tahu Yesus. Bagi dirinya, Yesus adalah Raja. Raja Semesta yang tidak hanya nyata kuasa-Nya di bumi ini, melainkan dalam sepenuh-penuh-Nya Kerajaan-Nya kelak. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Paulus, “…karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” (Kolose 1:16).

Setiap orang yang hidup dalam Kristus pasti akan berusaha mewujudkan Kerajaan-Nya agar orang-orang di sekitarnya dapat merasakan kehadiran-Nya juga. Kesempatan ini haruslah kita gunakan sebaik-baiknya. Itulah kesaksian!

Dalam penderitaan salib dan detik-detik terakhir hidupnya, si penjahat berhasil melihat wajah Yesus yang sebenarnya. Tidak hanya berhenti di situ, ia mempertaruhkan pengharapan-Nya pada Raja yang sesungguhnya itu. Tidak mustahil, hidup Anda saat ini dalam erang derita, bisa jadi juga dokter telah memvonis hanya beberapa hari atau bulan usia Anda. Percayakanlah dan mohon belas kasihan-Nya di dalam Dia ada kuasa, sebab Dialah Raja Alam Semesta!

Jakarta, 20 November 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar