Kamis, 14 Februari 2019

MEMPERJUMPAKAN ALLAH

Ada hal menarik ketika Yesus memanggil murid-murid pertama - yang mungkin saja luput dari pengamatan kita – Ia sungguh-sungguh serius. Begitu pentingnya momen pemilihan itu sehingga Yesus harus mendahuluinya dengan doa di atas gunung (Lukas 6:12). Ia melewatkan malam dalam doa. Ini terjadi dalam setiap momen penting kehidupan Yesus, doa menjadi hal utama sebelum melakukan segala sesuatu. Jadi, meski Dia punya otoritas untuk menunjuk siapa saja menjadi pengikut-Nya, namun Ia harus mengkonfirmasikan dengan Bapa-Nya. Hal ini terjadi karena tugas perutusan sebagai murid itu hampir sama seperti Bapa mengutus Yesus. Pada saatnya, para murid itu harus dapat memperjumpakan Allah kepada semua orang dalam konteks di mana mereka ada sebagaimana Yesus memperjumpakan Bapa kepada orang-orang yang ditemui-Nya. Para murid juga akan  menghadapi tantangan yang tidak kalah berat dari apa yang dialami Yesus.

Cara Yesus memperjumpakan Allah yang menyapa umat manusia tidak hanya unik, melainkan berbeda dari para utusan Allah sebelumnya. Yesus mampu menghadirkan Allah yang ingin berkomunikasi dengan manusia. Di dalam Dia orang melihat Allah yang memberkati mereka, tidak peduli siapa pun atau apa pun yang telah mereka perbuat, tidak peduli apa pun jenis kelamin dan etnisitas mereka. Yesus tidak hanya sekedar mengabarkan Injil – kabar baik – namun, Injil itu juga adalah passion-Nya: Yesus menyembuhkan banyak orang; Allah Bersama- dengan Dia – dan Dia mengatakan bahwa kita pun memiliki akses kepada Allah. Mereka tidak hanya tertulis dalam daftar tamu, tetapi diundang dalam Kerajaan-Nya (James Brian Smith:The Good and Beautiful Life). Iamenanggapi realita sosial pada zaman-Nya tetapi juga menghadirkan surga ke dalam dunia! 

Yesus menyapa dan menyampaikan ucapan bahgia kepada mereka yang justru kondisi secara fisik berlawanan dengan kata “bahagia” itu. Matius mencatat ada Sembilan ucapan bahagia. Lukas hanya menekankan empat ucapan bahagia. Ucapan bahagia itu Ia sampaikan kepada kamu yang miskin, kamu yang lapar, kamu yang sekarang menangis, kamu yang dibenci.Kepada mereka inilah Yesus menyebut sebagai orang yang berbahagia!

Berbahagialah!Tiap kalimat dimulai dengan kata berbahagialah (makarios). Makarios memiliki makna yang lebih dalam daripada sekedar happy. Makna kata ini terkandung di dalamnya: kaya, mampu, beruntung, terberkati.Bayangkan Yesus mengucapkan kata-kata bahagia itu ditujukan kepada mereka yang benar-benar miskin, lapar, berduka dan dibenci. Yesus berbicara kepada mereka yang terbiasa memandang ke bawah karena malu dan tidak punya harapan; para perempuan, orang sakit, orang miskin, orang Yahudi campuran kelas dua, mereka yang hidupnya hancur karena telah salah mengambil keputusan, kini mereka semua benar-benar mendengar kabar baik. Kini, mata mereka langsung menatap Yesus dengan harapan dan sukacita. “Saya? Dia sedang berbicara mengenai saya? Saya diterima dalam Kerajaan Allah? Kerajaan Allah tersedia bagi saya sekarang juga? Kabar ini bukan saja kabar baik, tetapi kabar yang sangat baik!

Ucapan bahagia versi Lukas tidak menggunakan kata-kata kiasan. Miskin, yang dimaksudkan adalah orang-orang yang memang kekurangan dan bahkan tidak memiliki hal-hal mendasar untuk menunjang kehidupan mereka. Orang miskin pada waktu itu dipahami sebagai kelompok yang tidak beruntung. Mereka membutuhkan belas kasihan orang lain. Raja adalah pihak yang pertama-tama harus memberikan bantuan kepada kelompok ini. “Milik merekalah Kerajaan Allah” itu berarti mereka dapat mengharapkan intervensi Allah (Sang Raja) untuk kebutuhan-kebutuhan mereka. Sekarang mereka melihat dan mengalami Yesus adalah wujud intervensi Allah untuk kebutuhan mereka. Ia menghadirkan Allah yang abstrak menjadi nyata!

Demikian juga dengan kata “lapar”. Lukas menggunakan kata itu secara harafiah. Mereka yang lapar adalah mereka yang benar-benar tidak mempunyai makan. Makanan adalah bentuk intervensi pertama yang harus diberikan kepada mereka yang miskin dan mengalami kelaparan. Bukankah Allah telah melakukan intervensi itu? Allah memberi makan Israel di padang gurun dengan menurunkan manna. Yesus menaruh perhatian kepada mereka yang lapar. Pada saatnya mereka akan menerima roti dari Yesus. Yesus tidak membiarkan mereka lapar! Lagi, Yesus menghadirkan Allah yang peduli!

Kepada mereka yang tertindas karena ketidak-adilan, Yesus menyampaikan ucapan bahagia. Apakah ini pengharapan eskatologi belaka? Lukas menggambarkan kebahagiaan konkrit yang akan mereka alami. Kadang mereka akan menerima penganiayaan karena mempertahankan prinsip termasuk keberpihakan kepada Yesus. Derita dan aniaya itu mungkin saja akan mereka tanggung. Bisa saja mereka akan kehilangan nyawa. Jika dihubungkan dengan ucapan bahagia terakhir versi Lukas, ucapan bahagia ini tidak hanya punya makna sosio-ekonomis. Ada aspek spiritual di dalamnya. Aspek itu berkaitan dengan komitmen para murid. Berbahagialah terhadap komitmen kesetiaan kepadaYesus, karena kesetiaan mereka, mereka akan hidup terus dalam persekutuan dengan Kristus.

Bukankah sebelumnya mereka terbiasa ditempatkan sebagai orang-orang yang berstatus tidak beruntung? Para rabi mengajarkan ucapan makariosuntuk menunjuk pada kondisi yang kasat mata benar-benar baik.

Berbahagialah mereka yang tinggal dengan istri yang bijaksana…
Berbahagialah mereka yang tidak berdosa dengan lidah mereka…
Berbahagialah mereka yang tidak melayani dengan kerendahan…
Berbahagialah mereka yang memiliki teman…. 
(SIrakh 25:7-11)

Semua kondisi di atas memang menyenangkan. Istri yang baik dan tidak memiliki status yang rendah adalah hal baik. Ucapan di atas masuk akal dan wajar. Pesan yang sama juga disampaikan kepada mereka yang sedang berduka. Mereka akan dihiburkan di dunia yang akan datang kelak. Semakin kita menderita dalam dunia ini, semakin sedikit pula kita akan menderita di kehidupan yang akan datang. “Bersukacitalah,” kata seorang rabi kepada mereka yang sedang berdukacita, “karena engkau akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik kelak.” Pesan ini logis. Ada kebenaran dalam pesan ini: “Suatu hari nanti kamu akan mendapatkan upahmu!”

Sebaliknya, pesan Yesus sangat mengejutkan. Ucapan bahagia berlawanan dengan pengajaran umum para rabi pada saat itu. Yesus menggunakan kalimat-kalimat ekspresi yang serupa dengan kutipan-kutipan rabinis yang populer, namun dengan perubahan yang berlawanan. Alfred Edersheim menyimpulkan bahwa, “pengajaran Yesus tidak hanya berbeda dengan para rabi, namun juga cukup berlawanan, sehingga memperlihatkan perbedaan yang besar antara Kerajaan Kristus di dunia, dan sempitnya Yudaisme” Pengajaran Yesus ini baru dan berbeda!

Dulu Yesus memanggil murid-murid pertama dengan begitu serius, membawanya dalam doa semalam suntuk. Kita percaya, sampai pada zaman ini pun Yesus serius memanggil banyak orang terlibat dalam karya-Nya: memperjumpakan Allah dengan dunia ini, khususnya manusia. Pada saat ini, kita yang percaya akan karya Yesus seharusnya turut merasakan hidup dalam Kerajaan-Nya. Dengan, demikian kita juga terpanggil untuk meneruskan karya Kristus itu dalam konteks kehidupan kita masing-masing. Sudah saatnya kita – sama seperti Yesus dulu melakukannya – bukan sekedar bersuara menyampaikan janji-janji surga, melainkan menghadirkan surga itu ke dalam dunia.

Menjadi murid Yesus berarti berani meneruskan dan mengerjakan misi Yesus di dunia ini. Yesus hadir ke dunia ini tidak sekedar menyampaikan kata-kata kosong. Ia tidak sekedar menjanjikan “berbahagia” bagi para pendengar-Nya. Namun, kehidupan-Nya menjawab tantangan dan kebutuhan mereka. Yesus berbicara tepat pada jantung kebutuhan mereka. Sehingga sapaan Yesus itu benar-benar merupakan Kabar Baik, “Saya? Dia sedang berbicara mengenai saya? Saya diterima dalam Kerajaan Allah? Kerajaan Allah tersedia bagi saya sekarang juga? Kabar ini bukan saja kabar baik, tetapi kabar yang sangat baik!

Kini, para murid harus melakukan hal yang sama: berbicara bukan mengenai diri sendiri, kesuksesan, kebahagiaan, kesalehan, dan keberuntungan diri sendiri. Melainkan, berbicara dan menyapa mereka yang miskin, lapar, dan tertindas. Berbicara dan menyapa mereka itu berarti bersedia menjadi alat di dalam tangan-Nya untuk menjawab doa dan harapan mereka. Untuk menghadirkan surga di bumi ini!

Jakarta, Minggu Epifani VI 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar