Jumat, 28 Desember 2018

SIAP MEMPERTANGGUNGJAWABKAN HIDUP

Masaharu Taniguchi, penulis buku-buku spiritual asal Jepang, pikiran akan menentukan dampak atau hasil dari apa yang kita lakukan. Pikiran yang cerah akan menumbuh-kembangkan apa pun sehingga menjadi berguna. Hanya dari pikiran yang cerahlah manusia dapat menciptakan sesuatu, satu demi satu dan mengembangkannya sehingga terus memberi manfaat bagi kehidupan. Sebaliknya, lawan pikiran yang cerah adalah pikiran yang gelap. Jika pikiran cerah berdampak membangun peradaban, maka pikiran yang gelap akan menghancurkan peradaban. Orang yang berpikiran gelap akan mengeluarkan kata-kata destruktif, negatif dan pesimis. Kata-katanya cenderung sarkas dan berpotensi menyakiti orang lain. Perkataan ataupun cara pikir yang menghancurkan hanya akan mendatangkan kekacauan dan kehancuran, jauh dari kehidupan indah.

Dalam Kitab Suci, “kegelapan” tidak selalu dihubungkan dengan malam atau orang yang buta secara fisik, melainkan selalu terhubung dengan kekuatan jahat yang dapat menggoda kita dan membelokkan kita dari arah tujuan yang benar. Bayangkanlah kalau tujuan mulia itu berbelok. Contoh, Tuhan menganugerahkan pikiran atau akal budi pada manusia sehingga manusia dapat berinovasi mengembangkan berbagai teknologi yang membantu manusia menghadapi pelbagai persoalan. Alih-alih hidup bertambah mudah, di tangan orang-orang yang berpikiran gelapdibelokkan dan dipakai untuk pelbagai tindakan kriminal. Tujuannya jelas, bukan untuk mengembangkan kehidupan, perdamaian, dan kesejahteraan bersama, tetapi pemuasan hawa nafsu diri sendiri.

Kitab Suci mengajarkan kepada kita, pikiran yang cerah atau terang hanya dapat diperoleh ketika manusia mempunyai hubungan yang baik dengan Sumber Terangitu, yakni TUHAN sendiri. Salomo, setidaknya pada masa awal ia menjadi raja dikenal sebagai sosok orang yang sangat bijak sana. Pikirannya begitu cerah karena diterangi oleh hikmat yang berasal dari TUHAN sendiri. Salomo tidak meminta kekayaan, kuasa dan umur panjang kepada TUHAN, melainkan hati yang paham menimbang perkara. Hati yang diterangi oleh hikmat TUHAN! Dengan hati yang bijaksana, Salomo dapat memutuskan hal-hal pelik dan selanjutnya memimpin bangsanya dengan adil dan membawa bangsanya memasuki era keemasan. Hal ini berbanding terbalik di penghujung kekuasaan Salomo. Ia membiarkan hatinya dilingkupi kegelapan. Ditandai dengan kerakusannya berkuasa, memanjakan nafsunya sehingga dialah pemegang rekor dengan istri dan selir terbanyak di sepanjang sejarah Kitab Suci. Demi nafsunya, ia tidak segan-segan kompromi dengan keyakinan kepercayaan bangsa-bangsa di sekitarnya. Di ujungnya, ia harus mempertanggungjawabkan dan menerima buahnya: kehancuran!
Israel terpecah dua menjadi Israel Utara dan Selatan.

Kisah hidup Salomo mengajarkan bahwa ketika pikirannya dipenuhi hikmat Allah, kehidupannya pun cerah. Bangsa yang dipimpinnya terus tumbuh berkembang. Namun, ketika kegelapan menutupi akal budinya, bencana dan kehancuran yang dituainya. Ini bukan hukuman, melainkan sebuah konsekuensi. Ketika kita menghendaki kehidupan yang baik, indah dan bahagia maka hati dan pikiran yang cerah merupakan keniscayaan. 

Pada perayaan Pondok Daun, Yesus telah menyatakan diri-Nya sebagai “Terang Dunia” (Yohanes 8:12; 9:5) yang melampaui terang Israel. Terang dunia itu dinyatakan dalam tindakan Yesus yang memelikkan mata seorang buta sejak lahir. Penyembuhan fisik menjadi tanda awal perjalanan imannya untuk melihat Terang yang sesungguhnya itu. Dalam perjumpaan awal dengan Yesus, orang yang buta sejak lahir itu, diberi kesempatan dapat melihat siapa Yesus. Mula-mula ia hanya mengenal, “orang yang disebut Yesus”(8:11). Lalu terjadilah kehebohan. Kelompok Farisi menginterogasinya, lalu orang ini terdorong mengakui bahwa Yesus adalah seorang Nabi (8:17); selanjutnya membawa orang ini pada kesaksian bahwa Yesus itu “datang dari Allah”(8:33). Dalam dialog dengan Yesus sendiri, ia diberi mata hati yang melihat bahwa Yesus itu “Anak Manusia”(8:37), Dia yang datang dari surga untuk menyatakan pekerjaan Allah.

Sebaliknya,orang-orang yang sepanjang kisah penyembuhan mengira bahwa tidak ada masalah dengan penglihatan mereka dan menganggap tahu bahwa Allah hanya berfirman kepada Musa, menjadi semakin buta terhadap kehadiran Sang Terang Dunia. Mula-mula ada yang masih menerima fakta penyembuhan (8:15), dan tidak semua langsung menolak Yesus sebagai pendosa; ada yang masih bertanya (8:16-17). Tetapi kemudian keterbukaan itu segera diganti dengan usaha untuk menjebak, menjerat, mengejek, dan mengusir orang yang matanya menjadi melek. Mereka tidak mau tahu bahwa Yesus datang dari Allah.

Beberapa jam lagi kita akan meninggalkan tahun 2018. Dalam perspektif iman, Tuhanlah yang telah memberikan kita kesempatan untuk hidup dan menjalaninya. Sebagai orang beriman tentu kita juga meyakini bahwa hidup ini bukan sekedar hidup, melainkan kesempatan untuk bersaksi dan berkarya bagi kemuliaan nama-Nya. Pertanyaannya sekarang, apakah kita menggunakan kesempatan hidup sepanjang tahun 2018 itu untuk merespons tugas panggilan dari Tuhan? Apakah cara hidup kita mencirikan bahwa kita adalah anak-anak Tuhan yang diterangi oleh hikmat Allah? Sehingga selalu berperilaku, berkata, dan bersikap baik sehingga pantas menyandang sebutan itu: anak Tuhan. 

Ataukah malah sebaliknya, meski kita dekat dengan Kita Suci, aktif dalam pelbagai kegiatan pelayanan, sering menggunakan nama-Nya, bisa jadi kita seperti orang-orang Farisi. Menutup pintu hati kita untuk diterangi oleh Sang Terang Dunia. Sehingga kata-kata kita tajam seperti silet yang siap melukai orang lain. Akal budi kita sering digunakan untuk merancangkan keserakahan, kesombongan dan membiarkan terus dikuasai oleh kepahitan, dendam dan iri hati. Perilaku kita jauh dari kaidah moral yang diajarkan dan diteladankan oleh Sang Terang itu. Jika ini yang terus kita pertahankan, sudah jelas muaranya akan ke mana: kekacauan dan kehancuran!

Sampai di penghujung tahun ini, Tuhan masih memberi kesempatan untuk kita semua. Tuhan mau kita berubah. Perubahan itu dimulai dari akal budi dan hati yang mau menyambut dan menerima Sang Terang. Biarkanlah hati dan pikiran kita dikuasai-Nya, niscaya pikiran kita menjadi cerah, kehidupan dan peradaban baru muncul seperti fajar yang menjamin kehidupan. Semoga!

Jakarta, Akhir tahun 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar