Terbatas Namun Berharga
Para bijak, sufi, kaum tassawuf, rohaniwan-rohaniwati, kaum klerus dan sejenisnya telah banyak mengajarkan bahwa "hidup ini singkat!" Begitu juga kalau kita baca Kitab Suci Yahudi - termasuk Kitab Suci kita juga - menggunakan gambaran bunga atau rumput untuk menggambarkan betapa singkat dan rapuhnya hidup manusia:
Seluruh umat manusia adalah seperti rumput
dan semua
semaraknya seperti bunga di padang.
Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu apabila TUHAN menghembusnya
dengan nafas-Nya.
Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput. (Yesaya 40:6-7)
Yesus pun pernah memakai
metafor bunga dalam pengajaran-Nya. Ketika Yesus menyebut bunga, para
pendengarnya - yang adalah orang Yahudi - mengira bahwa Dia akan berkata, "Seperti bunga yang ada hari ini dan
layu besok, begitu jugalah kamu. Hidupmu itu singkat! Oleh karena itu
manfaatkanlah sebaik-baiknya."
Sayang, di luar dugaan
alih-alih Yesus berkata demikian, Ia berujar, "Jika Allah sampai
repot-repot mengurus bunga kecil - yang hari ini ada dan besok lenyap - agar
terlihat menarik, apalagi kamu, Allah akan menjaga, memelihara dan mendandani
agar menarik mereka yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya." Jika
Allah begitu serius dengan bunga rumput, betapa lebih seriusnya lagi Dia dengan
manusia!
Baiklah kalau begitu: Artinya
Allah Bapa yang diwartakan Yesus adalah Bapa yang begitu peduli, Bapa pengasih
dan penyayang pastilah memahami setiap kebutuhan anak-anak-Nya, Bapa yang akan
memberi kecukupan kepada anak-anak-Nya. Bapa yang sangat serius. Di sinilah
kemudian banyak orang tergoda untuk beranggapan tidak usah peduli terhadap diri
sendiri, terhadap pekerjaan, dan segala macam pergumulan hidup toh ada Bapa Sorgawi yang memelihara. Perumpamaan
burung yang tidak enambur dan menuai sering dipakai pembenaran untuk tidak usah
serius dengan segala aspek kehidupan.
Semua orang tahu, burung
bukanlah binatang pemalas! Mereka tidak sekedar berleha-leha di sarang dan
menantikan Allah mengirimkan biji-bijian, buah-buahan atau ulat sebagai makanan
mereka. Semua burung aktif mencari kebutuhannya masing-masing. Bedanya, burung
bekerja tanpa rasa kuatir dan tidak berlebih-lebihan menimbun!
Dalam Doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan para murid untuk berdoa, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami
yang secukupnya." Jika kita yakin meminta kepada Allah dan berusaha
(belajar dari burung) untuk kebutuhan hari ini, pasti Allah akan benar-benar
menyediakannya. Perhatikan alur retorika Yesus bergerak dari hal kecil ke hal
besar: "Jika burung (yang pada masa itu sangat murah dihargai oleh
manusia, bahkan cenderung: tidak berharga). Mereka tidak menabur dan menuai
dipedulikan Allah, betapa tidak, Allah akan lebih lagi menyediakan untuk kamu,
ciptaan-Nya yang paling berharga dan bernilai, segala berkat dan kebaikan-Nya.
Jika Allah menyediakan dan
mendandani tumbuhan dan makhluk yang sering dianggap sepele oleh manusia, maka
betapa lebihnya Allah akan menyediakan dan mendandani kamu, manusia mahluk yang
mulia! Pernyataan Yesus ini menolong
kita untuk bergerak, beranjak dan berubah dari kekuatiran menuju iman.
Kekuatiran akan membuat kita
fokus pada kekuatan sendiri yang terbatas, singkat dan rapuh. Sedangkan iman
menolong kita untuk berpaling kepada kekuatan yang berasal dari Allah. Inilah
mengapa tidak ada kamus kuatir di dalam Kerajaan Allah.
Dari mana kekuatiran itu berasal?
Kekuatiran terjadi ketika saya memegang kendali atas hidup saya sendiri, yakni kerajaan diri sendiri. Bukankah selama ini kita yang ingin mengendalikan segala sesuatu? Coba lihat kembali segala sepak terjang kita. Bukankah kita ingin mengendalikan segala sesuatu? Pasangan, anak-anak, keluarga, studi, pekerjaan, ekonomi, pelayanan, dll. Sebaliknya, iman mengatakan Allah sebagai Raja, Dialah yang memegang kendali atas segala sesuatu. Jadi sederhana: obat kekuatiran itu adalah mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu!
Kekuatiran terjadi ketika saya memegang kendali atas hidup saya sendiri, yakni kerajaan diri sendiri. Bukankah selama ini kita yang ingin mengendalikan segala sesuatu? Coba lihat kembali segala sepak terjang kita. Bukankah kita ingin mengendalikan segala sesuatu? Pasangan, anak-anak, keluarga, studi, pekerjaan, ekonomi, pelayanan, dll. Sebaliknya, iman mengatakan Allah sebagai Raja, Dialah yang memegang kendali atas segala sesuatu. Jadi sederhana: obat kekuatiran itu adalah mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu!
Allah Yang Memegang Kendali Dalam Peradaban
Kenyataan empiris memerlihatkan bukankah orang-orang yang berkuasa menentukan? Mereka yang memegang kendali?
Di layer permukaan tampaknya begitu. Penguasa, dalam bidang apa pun
adalah pengendali. Mereka menentukan alur peradaban. Namun, ketika kita sampai
pada makna esensial: Ternyata bukan mereka - yang berkuasa - itu yang memegang
kendali. Ingat, kekuasaan manusia terbatas! Ia boleh berkuasa tetapi tidak
untuk selamanya. Daud, Salomo, Nebukadnezar, Hitler, Mao Zhe Dong, Kadafi,
Soeharta dan yang lainnya tampaknya mereka memegang kendali pada zamannya.
Namun, kita tahu tidak selamanya! Kekuasaan dan kendali mereka akan terus
terkoreksi dan digugat oleh apa yang esensi: kebenaran dan keadilan yang
merupakan esensi dari Kerajaan Allah!
Mengutamakan Kerajaan Allah dalam Peradaban
Apa artinya mencari dan mengutamakan Kerajaan Allah? Artinya, menjadikan realitas dan prinsip Kerajaan Allah sebagai tujuan utama dan pertama. Hal ini bukan berarti kita tidak bekerja keras mencari nafkah, mengatasi masalah dan menata kehidupan yang lebih baik. Bukan juga berarti bahwa kita menutup diri terhadap lingkungan dan perubahan peradaban. Justeru di tengah-tengah bekerja, studi, lingkungan, peradaban dan kendali para penguasa yang terus berubah kita mencari Kerajaan Allah. Mencari dan mengutamakan kehendak-Nya. Mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu berarti menghadapi ujian dan permasalahan tidak dengan kegelisahan tetapi dengan iman kepada Allah bahwa Allah mampu dan akan bekerja bersama kita.
Carilah dahulu Kerajaan Allah
maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.
Ketika kita berdoa dan berjuang mengatasi kemiskinan, melawan ketidakadilan, melayani, beribadah ke gereja itu bukan karena perhatian utama saya adalah soal kepedulian dan keberpihakan kepada yang lemah, keutamaan beribadah dan doa, berjuang mengatasi kemiskinan dan yang lainnya. Bukan itu!
Ketika kita berdoa dan berjuang mengatasi kemiskinan, melawan ketidakadilan, melayani, beribadah ke gereja itu bukan karena perhatian utama saya adalah soal kepedulian dan keberpihakan kepada yang lemah, keutamaan beribadah dan doa, berjuang mengatasi kemiskinan dan yang lainnya. Bukan itu!
Namun, karena perhatian utama
saya adalah apa yang dilakukan Allah.
Ketika tujuan utama saya adalah Allah, maka secara otomatis saya akan peduli,
karena Allah saya adalah Allah yang peduli. Saya akan memperjuangkan keadilan
karena Allah saya adalah Allah yang cinta keadilan, saya akan berdoa, melayani
dan beribadah, karena itulah bukti dan jalan saya mencintai-Nya.
Sebaliknya, ketika saya tidak
mendahulukan Kerajaan Allah, maka semuanya
itu akan menjadi berhala, walaupun kelihatannya baik! Kepedulian kepada
si miskin akan menjadi berhala bahkan bisa saja kita menjual kemiskinan untuk
keagungan sebuah pelayanan. Ibadah, doa, dan pelbagai bentuk kesalehan dapat
menjadi berhala. Semua atas nama ibadah dan pelayanan padahal yang diingininya
adalah pengagungan dan pemuliaan diri sendiri!
Inilah mengapa Yesus
mengatakan dengan jelas dan otoritatif, "Carilah dahulu Kerajaan Allah!"
Kerajaan Allah tidak pernah terancam. Gereja dan pelayanannya akan muncul dan
tenggelam; bahkan hidup kita pun singkat. Gereja mampu berdiri selama
orang-orangnya bergantung kepada Kerajaan Allah. Kita akan terus mampu berdiri
dalam kerapuhan kita apabila kita bergantung kepada Kerajaan Allah. Saya yakin,
Pak Kuntadi sampai hari ini ada bersama kita di sini juga karena ia bergantung
kepada Kerajaan Allah. Dan untuk itulah ibadah ini digelar! Hidup kita menjadi
indah dan bermakna, walau singkat jika bergantung kepada Kerajaan Allah.
Sebaliknya, kekuatiran akan
menghalangi kita menemukan Kerajaan Allah, sama seperti mammon akan mencegah
kita melayani Allah. Keduanya bersifat eklusif. Yesus sangat mengerti bahwa
kita sering mengkuatirkan diri kita, dan alasan untuk kuatir itu sangat logis.
Kita mengkuatirkan masa depan namun Yesus menjawabnya dengan sebuah logika
humor, yang mungkin saja membuat para pendengar-Nya tertawa, "Kamu
tidak usah kuatir tentang hari esok karena ia tidak ada di sini! Hari besok
punya kesulitannya sendiri. Kesulitan sehari cukuplah untuk sehari."(Mat.6:34)
Yesus mengingatkan kepada kita
bahwa bicara Kerajaan Allah itu adalah bicara tentang kekinian. Kita hanya bisa
hidup dalam Kerajaan Allah pada hari ini. Kita tidak hidup di masa depan.
Mengkuatirkan masa depan adalah gangguan yang tidak perlu. Namun demikian bukan
berarti kita abai tentang masa depan! Logika yang harus kita tangkap dalam
ajaran Yesus ini adalah, "Jika kita
bisa mengandalkan Allah pada hari ini, maka kita bisa mengandalkan-Nya di masa
depan. Benar kita tidak sedang hidup di masa depan, dan tidak akan pernah bisa,
kita hidup saat ini, kini dan di sini!
Allah bekerja dengan saya, dan
kecepatan kerja Allah adalah satu hari demi satu hari. Allah dengan hikmat-Nya
telah mengukur dan menentukan apa yang dapat saya alami setiap hari.
Menambahkan permasalahan hari esok ke hari ini adalah hal mustahil dan sia-sia.
Namun begitu, banyak juga dari antara kita melakukannya. Hari ini adalah hari besok yang
kita kuatirkan di hari kemarin, dan kekuatiran itu membuat kita tersiksa!
Ujungnya kekuatiran itu adalah kesia-siaan. Kekuatiran yang kita alami adalah
kebiasaan buruk ketika kita hidup di luar Kerajaan Allah, yakni ketika kita
masih bergantung kepada uang, kekuasaan dan pengakuan. Yesus mengajak kita
untuk fokus kepada Allah. Fokus ini adalah sikap terbaik untuk menghadapi hari
ini dan besok.
Manusia Rapuh Tetapi Cinta Kasih Allah Tak Terbatas: Bersyukurlah!
"Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya
nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari
diri kami. Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit, kami habis
akal namun tidak putus asa." (2 Kor.4:7-9)
Ketika seseorang hidup dalam
Kerajaan Allah; benar, diri kita rapuh dan fana namun Kerajaan Allah itu kukuh.
Di sinilah, di dunia ini kita tetap merasa aman. Mungkin saja sebagaian besar
orang beranggapan bahwa dunia ini tidak aman. Namun bagi orang yang hidup dalam
Kerajaan Allah ia akan tetap aman, tidak ada bahaya dalam Kerajaan Allah.
Di dunia ini Anda bisa terkena
penyakit mematikan, ditabrak bis, kehilangan pekerjaan, atau orang yang
dikasihi dalam sekejap lenyap. Izinkan
saya mengatakan, tidak ada satu pun dari semua ini yang dapat
mencelekakan mereka yang hidup dalam Kerajaan Allah. Benar, segala sesuatu dapat
berubah dalam sekejap mata. Namun, bukankah Allah tidak pernah tertidur dalam
sekejap pun? Lalu bagaimana kalau saya mati? Jika kita mati, maut tidak
dapat memisahkan kita dari Kerajaan-Nya! Jika kita kehilangan pekerjaan, kita
dapat menaruh percaya bahwa Allah akan memberi yang lebih baik sebab Allah
tidak pernah mengambil sesuatu dari kita kecuali kalau Ia hendak memberi yang
lebih baik! Jika kita kehilangan orang-orang yang dikasihi? Dalam Kerajaan-Nya
kita akan bersama-sama lagi dengan mereka. Tidak ada satupun dalam hidup ini
atau kematian yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah (Roma 8:38-39)
Jakarta, 25 September 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar