Sebelas September 2001 bagi
sebagain besar korban dan keluarga dari empat serangan mematikan tidak mungkin
dapat dilupakan begitu saja. Empat serangan bunuh diri yang ditujukan ke New
York dan Washington D.C. telah merenggut 2.977 nyawa dan melukai lebih dari
6000 orang.
Salah seorang yang menjadi
korban adalah Bobby seorang bocah SD. Steven, sang ayah tentu sangat berduka
atas kepergian Bobby. Marah, sudah pasti. Namun, ia menyadari dendam tidak akan
membuat suasana dan kehidupan lebih baik. Hari itu Steven berpidato dengan
mengenakan topi baseball Bobby. Dia
menceritakan kepedihan dan kemarahan yang menyebabkan dirinya kehilangan Bobby.
Tetapi kemudian Steven berkata, "Setiap detik saya percaya bahwa kekerasan
tidak akan menyelesaikan masalah. Saya tidak ingin ada seorang ayah yang merasakan
apa yang saya rasakan saat ini." Steven kemudian membentuk sebuah kelompok
bernama "Ikatan keluarga untuk hari esok yang penuh kedamaian,"
dengan slogan "Kesedihan kami bukan sebuah panggilan untuk perang!"
Steven menyadari bahwa ketika ia membalas sakit hati dan
kemarahannya atas terbunuhnya Bobby dan kemudian mencoba melakukan hal yang
sama - balas dendam - tentu akan ada ayah seperti dirinya! Dan lingkaran setan
ini akan terus berputar. Steven berani memutus lingkaran itu dengan mencoba
berdamai dan memaafkan.
Melepas maaf, gampang
diucapkan namun mengerjakannya punya segudang kesulitan. Mengapa? Konon manusia
mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Petrus, mungkin mewakili keterbatasan
kita, tujuh kali pemberian maaf terhadap orang yang sama ketika melakukan
kesalahan itu sudah teramat cukup. Tujuh kali itu pun bagi sebagian besar orang
merupakan hal luar biasa. Coba renungkan, apakah ada di antara kita ketika
diperlakukan tidak baik, berulang-ulang sampai tujuh kali, adakah yang bisa
melakukannya? Hebat, jika Anda bisa! Namun ternyata, yang sudah luar biasa
dalam anggapan manusia, menurut Yesus belumlah cukup. Ia mengatakan, "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai
tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius
18:22).
Apa maksudnya dengan
angka-angka tujuh dan tujuh puluh kali tujuh kali? Dalam tradisi Perjanjian
Lama angka-angka ini rupanya bukan hal asing. Petrus berpendapat bahwa angka tujuh adalah tujuh kali batas tertinggi
atau maksimal manusia dapat mengampuni sesamanya yang bersalah. Dalam Kitab
Kejadian dikenal hukum balas dendam yang amat kejam. Rumusannya dikutip
sehubungan dengan Lamekh yang telah membunuh orang yang melukainya. Ia berkata,
"Kain harus dibalaskan tujuh kali
lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat" (Kej.4:24) Allah
tidak menerima sikap Lamekh dan semua orang yang melakukan praktik balas dendam
di zaman dulu. Maka kemudian kita dapat mengerti kalau Allah memberi batasan
dalam perkara balas dendam. "Mata
ganti mata, gigi ganti gigi." (Imamat 24:20). Itulah batasannya.
Jangan sampai orang yang dilukai mata atau tanggal giginya melakukan balas
dendam dengan menghilangkan nyawa lawannya itu.
Namun, kalau kita telusuri
hukum Allah itu terus menuju kepada hukum positip: semula balas dendam itu
dipandang wajar dan tampaknya dibolehkan, kemudian balas dendam itu dibatasi.
Selanjutnya, dalam ajaran Yesus progres itu semakin tajam: Orang benar tidak
boleh membalas dendam! Semasa pemberitaan Injil, Yesus dengan tegas menolak
hukum balas dendam. Ia mengajarkan agar para musuh dan orang-orang yang telah
melakukan penganiayaan itu pun harus dikasihi (Matius 5;44). Selebihnya,
pengampunan harus diberikan sebanyak tujuh
puluh kali tujuh kali. Dengan demikian Yesus menutup kemungkinan seseorang
untuk melakukan tindakan balas dendam. Hukum balas dendam itu telah diubah
menjadi hukum pengampunan yang tanpa batas, sebab kalau pengampunan itu
berbatas maka sesungguhnya manusia itu tidak mengampuni!
Untuk menjelaskan peralihan
dari hukum balas dendam kepada hukum pengampunan, Yesus menggunakan cerita
perumpamaan. Dikisahkan ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta kepada
raja. Itu berarti 60 juta dinar, karena 1 talenta bernilai 6000 dinar. Jika
saja upah bekerja buruh satu hari 1 dinar, maka hamba itu harus menghabiskan 60
juta hari agar hutangnya lunas! Suatu jumlah yang tidak mungkin terbayar. Hamba
itu kemudian memelas. Ia mengemis belas kasihan dari sang raja. Tergeraklah
raja oleh belas kasihan, maka dihapusnya seluruh hutang hambanya itu.
Namun apa yang terjadi
kemudian. Hamba itu melupakan kebaikan tuannya. Ia menangkap dan mencekik dan
menjebloskan ke dalam penjara temannya yang berhutang 100 dinar itu - padahal
apalah artinya 100 dinar dibandingkan dengan 60 juta dinar? Atas kejadian itu,
teman-teman yang lain melaporkannya kepada sang raja. Tentu raja yang baik hati
itu sangat kecewa. Ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap hamba yang
jahat itu dan menyerahkan kepada algojo-algojonya sampai. Sang raja itu
berkata, "Bukankah engkau pun harus
mengasihi kawanmu seperti aku mengasihi engkau?" Inilah alasan mengapa
kita harus mengampuni. Tidak lain karena kita sudah lebih dahulu diampuni.
Utang-utang kita sudah dibayar lunas oleh Yesus Kristus dan kita diminta-Nya
untuk hidup dalam damai dan pengampunan satu terhadap yang lain.
Benar, memaafkan atau
mengampuni mempunyai segudang kesulitan. Namun, bukan berarti tidak bisa.
Masalahnya mau atau tidak kita berjuang melakukannya. Pasti bisa, kita sudah
diberi modal "60 juta dinar" untuk menyelesaikan masalah "100
dinar", lebih dari cukup! Pengampunan yang Tuhan berikan kepada kita
adalah pengampunan yang tidak terbatas oleh karena itu kita pun dipanggil untuk
tidak membatasi pengampunan yang diberikan oleh Allah. Walau menyakitkan,
percayalah bahwa ujung dari sebuah pengampunan itu pasti manis!
Pada bulan Mei 1981, Paus
Yohanes Paulus II ditembak oleh Mohammad Agca. Dua tahun kemudian, Lance Morrow
menceritakan bahwa di balik tembok putih polos Penjara Rebbiba di Roma, Yohanes
Paulus menggenggam tangan orang yang hampir membunuhnya, selama 21 menit! Paus
duduk dengan orang yang hampir melenyapkan nyawanya. Keduanya bercakap dengan
lembut. Sekali dua kali Agca tertawa. Sang Paus mengampuninya. Pada akhir
pertemuan, tidak jelas apakah Agca mencium cincin Paus ataukah ia cium tangan
Paus sebagai sebuah penghormatan! Sebuah akhir yang manis, bukan?
Anda pun dapat mengakhiri
segala kepahitan yang berasal dari luka batin mendendam dengan hal yang indah
dan manis. Resepnya sangat mudah, bukalah pintu maaf dan pengampunan. Ingat
Anda sudah diberi modal yang begitu besar oleh Tuhan!
Jakarta, 14 September 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar