Jumat, 18 November 2016

YESUS KRISTUS RAJA SURGAWI SEJATI

Rezim korup, para ulama yang fatwanya bisa dipesan dan mudah dibeli dengan uang, para penegak hukum yang gampang disuap sehingga putusannya tumpul ke atas dan tajam ke bawah, pengusaha dan penguasa yang kongkalikong hampir ada di sepanjang zaman. Yeremia menyebut mereka dengan para gembala. Gembala yang dimaksud bukanlah dalam predikat baik, melainkan sebaliknya. Mereka menjadikan kambing domba gembalaan sebagai sapi perahan. Mereka ini adalah raja dan para penguasa Yehuda yang korup dan lalim. Untuk para gembala ini, TUHAN mengingatkan, “Kamu telah membiarkan kambing domba-Ku terserak dan tercerai-berai, dan kamu tidak menjaganya. Maka ketahuilah, Aku akan membalas kepadamu perbuatan-perbuatanmu yang jahat, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 23:2)

TUHAN kecewa dengan para gembala ini, mereka tidak hanya membiarkan kambing dombanya tersesat, tetapi menggiring mereka ke dalam kehidupan yang bertolak belakang dengan kehendak Sang Gembala Agung. Akibatnya, bangsa itu berjalan dalam kesesatan. Mereka harus bertanggungjawab atas kehancuran Yehuda. Allah akan mengambil alih peran pemimpin yang korup dan zolim itu. Hukuman bagi mereka telah tersedia. Bangsa itu sedang berada di ambang kehancuran. Allah tidak segan menghukum dan membuang umat pilihan-Nya itu ketika mereka berpaling dari hadapan-Nya, hidup dalam penyembahan berhala dan pemuasan hawa nafsu. Jelas, para gembala mempunyai andil besar atas keberlangsungan suatu bangsa.

Meski demikian, peringatan nabi bukan sekedar berita penghukuman yang mengerikan saja. Yeremia juga mengingatkan bahwa kepemimpinan rezim korup itu segera akan berakhir. Dan Sang Gembala Agung itu sendiri akan mengambil alih kepemimpinan itu. Allah sendiri akan turun tangan untuk mengumpulkan kambing domba yang sudah tercerai berai. Ia akan mengganti para pemimpin korup dengan seorang yang berasal dari keturunan Daud. Seorang raja bijaksana yang akan melakukan keadilan dan kebenaran. Ia akan datang dengan memberikan ketentraman dan keselamatan atas Yehuda bahkan atas semua orang yang percaya kepada-Nya. Ia bukan seperti para gembala yang korup dan lalim itu, yang gemar mengelabui rakyatnya dengan memakai ayat-ayat suci. Ia bukan juga seperti kebanyakan tokoh politik yang gemar memanfaatkan rakyat jelata, mengadu domba untuk popularitas dan kekuasaannya. Ia bukan tipe penguasa yang gemar menghisap darah orang-orang kecil. Tetapi Dia adalah gembala yang mau berkorban demi domba-domba-Nya. Dia lebih memilih dinista menentang kelaliman supaya domba gembalaan-Nya mengalami kemuliaan. Ia memilih bertakhta dalam derita ketimbang bergelimang fasilitas mewah. Ia rela diberi mahkota duri agar domba-domba gembalaan-Nya kelak mengenakan mahkota kemuliaan. Ia rela diolok-olok dan dipermalukan demi mempertahankan kebenaran supaya manusia dibenarkan di hadapan Allah!

Dalam rezim korup yang terbiasa korup dan lalim, tentu kehadiran Raja surgawi sejati itu tidak mudah untuk dikenali. Mana ada gembala atau raja yang tidak korup. Sulit dipercaya kalau takhta Raja adalah derita dan olok-olok. Tidak mungkin Raja itu tidak mengorbankan rakyatnya. Omong kosong saja kalau ada Gembala mau mati untuk domba-dombanya. Itulah sebabnya, ketika Yesus tampil memenuhi segala kriteria yang telah disebutkan para nabi, salah satunya Yeremia, banyak orang tidak menyadari kehadiran-Nya itu. Alih-alih percaya dan menyembah Sang Raja itu, mereka sibuk mencari-cari kesalahan agar dapat menghukum bahkan membinasakan-Nya. Alasannya sederhana. Kehadiran Sang Raja ini benar-benar menelanjangi kebobrokan moral mereka. Topeng kemunafikan para gembala (kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat), tanpa tedeng aling-aling dibuka! Perkataan dan ajaran-Nya penuh kuasa sebab Ia melakukannya dengan integritas yang tinggi; apa yang diucapkan dan diajarkan sama dengan apa yang dilakukan-Nya. Hal ini menjadi ancaman bagi mereka. Jalan keluarnya adalah dengan membunuh Raja ini! Konspirasi pun segera dilakukan Sang Raja ditangkap, kepada-Nya dituduhkan tuduhan makar!

Pilatus berkali-kali memeriksa tetapi tidak menemukan sedikit pun kesalahan-Nya, apalagi setimpal dengan ganjaran hukuman mati! Pilatus berusaha membebaskan-Nya, namun nyalinya ciut ketika melihat desakan masa yang menuntut-Nya untuk segera dijatuhi hukuman mati. Pilatus tidak dapat menyatakan kebenaran karena tekanan dan ancaman orang banyak yang berhasil dihasut oleh para imam dan ahli Taurat. Dalam kebingungan, Pilatus cuci tangan dan Yesus pun disalibkan dengan kesimpulan akhir bahwa “Dia adalah Raja orang Yahudi”. Jelas, maksud tulisan yang dibuat Pilatus bukanlah bahwa dia dan orang banyak itu benar-benar mengakui bahwa Yesus adalah Raja orang Yahudi. Tulisan itu dimaksudkan untuk mengolok-olok Yesus. Para prajurit Romawi pun memakai kesempatan ini untuk mengolok-ngolok-Nya, “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah dirimu!” (Lukas 23:37). Mereka mempermainkan-Nya dan menjadikan penderitaan-Nya sebagai bulan-bulanan.

Tidak hanya para gembala (para Farisi dan ahli Taurat) dan para tentara Romawi, tetapi juga salah seorang pejahat yang sama-sama disalibkan ikut mengolok-ngolok Yesus, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” (Lukas 23:39). Bisa saja di balik olokannya, sang penjahat ini menaruh harapan bahwa kalau Yesus adalah benar-benar Mesias seperti angan-angan kebanyakan orang Yahudi, maka Yesus akan tampil dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Bukankah Mesias yang sedang mereka nantikan adalah orang yang sungguh-sungguh mampu mengenyahkan penjajah Romawi?

Apa jadinya jika Yesus tampil memenuhi harapan-harapan seperti ini? Bukankah tidak ada bedanya dengan peran “para gembala” yang dikecam oleh para nabi yang menubuatkan kedatangan-Nya itu? Para gembala yang gemar menaklukan pihak-pihak lain di bawah kakinya! Yesus bukan raja seperti itu. Ia benar-benar tampil berbeda! Hal inilah yang tidak dapat dilihat oleh orang banyak. Hanya sedikit saja orang yang dapat melihat bahwa Yesus adalah Raja Surgawi Sejati. Salah satunya adalah seorang penjahat lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus. Orang itu sadar akan segala kesalahannya. Ia menegur kawannya yang mengolok-olok Yesus bahwa memang semestinya mereka dihukum karena kejahatan mereka. Dalam ketiadaan pengharapan itu, orang ini hanya memohon belas kasihan kepada Yesus, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Lukas 23:42)

Permohonan penjahat ini bukanlah harapan sumir yang lahir dari keputusasaannya, melainkan berangkat dari hati yang tulus. Ia merasa tidak berdaya dengan dosa yang dilakukannya. Ia membutuhkan pertolongan, dan harapan satu-satunya ada pada Yesus Sang Raja Sejati itu! Ternyata benar, harapan si penjahat ini menjadi kenyataan. Yesus menjamin keselamatannya. Ia mengatakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:43).

Kisah ini menolong kita untuk bertanya pada diri sendiri, apakah kita mampu melihat Yesus sebagai sosok Raja Surgawi sejati? Ataukah kita menantikan-Nya sebagai Raja superior yang dapat menginjak-injak semua musuh-Nya? Ketika kita mengalami perjumpaan dengan Raja Surgawi Sejati, mestinya kita akan dapat meneruskan visi-misi dan pekerjaan-Nya di bumi ini. Dengan tulus dan rendah hati kita mau menanggalakan segala keegoisan kita, merendahkan diri dan mau berkorban untuk orang lain. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, caci maki dengan caci maki, melainkan hidup semata-mata mendatangkan berkat dan rahmat Allah meski harus mengalami penderitaan.


Jakarta, 18 November 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar