Kamis, 09 Juli 2015

SIAPAKAH RAJA KEMULIAAN?

Siapakah itu Raja Kemuliaan?”
“TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN perkasa dalam peperangan!” (Mazmur 24:8)

“Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?”
“TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!” (Mazmur 24:10)

Dialog di atas pasti mempunyai latar belakang. Tidak dengan sendirinya kalimat pertanyaan dan jawaban itu muncul. Para penafsir Mazmur mencoba menghubungakan Mazmur dialog ini dengan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah bangsa Israel. Mengingat bahwa setiap hari raya di Israel selalu dihubungkan dengan tindakan Allah dalam sejarah. Namun, dalam peristiwa-peristiwa besar sejarah Israel, seperti Paskah dan keluaranya Israel dari Mesir, serta Hari Raya Pondok Daud dengan perjalanan di padang gurun, tidak ditemukan hubungan yang jelas tentang pernyataan TUHAN diri sebagai Raja. Meski demikian, ada suatu peristiwa yang rasanya begitu dekat dengan pernyataan TUHAN sebagai Raja. Peristiwa itu dicatat dalam 2 Samuel 6:10-16, ketika Daud baru saja menjadi raja atas seluruh Israel, ia dinobatkan sebagai raja, mengalahkan orang Filistin, merebut Yerusalem dan menjadikannya tempat kediaman dengan membangun istana kerajaan.

Pada peristiwa itulah tabut TUHAN (dua loh batu berisi Taurat, yang melambangkan kehadiran TUHAN) di bawa naik ke Yerusalem. Daud mengisi kekosongan Saul. Saul sama sekali tidak  memerhatikan pentingnya tabut TUHAN dalam kehidupan umat Israel, hal itu sama saja artinya tidak mau melibatkan TUHAN dalam kerajaannya. Bagi Daud, tabut itu maha penting, karena di situlah TUHAN bersemayam, di situlah letak kuasa dan kemuliaan TUHAN.

Maka peristiwa dipindahkannya tabut TUHAN ke Yerusalem atas prakarsa Daud diperingati sebagai kesadaran umat untuk membesarkan nama TUHAN yang telah memilih Daud sebagai raja berikut keturunannya untuk memerintah Israel. Bagi Daud, tidak ada yang lebih berkuasa dari segala kekuasaan di muka bumi ini, selain TUHAN. Dan, tidak ada kemuliaan yang setara dengan kemuliaan TUHAN.  Pengakuan dan pengagungan bahwa TUHAN adalah Raja Kemuliaan tidak meluncur begitu saja, melainkan erat kaitannya dengan peristiwa demi peristiwa yang dialami oleh Daud. Ketika Daud berkata, “TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN perkasa dalam peperangan!” mau tidak mau ingatan kita menerawang pada pertempuran Daud dan Goliat. Ketika itu Goliat, raksasa yang ditakuti oleh bangsa Israel itu menganggap rendah dan melecehkan umat TUHAN. Namun, Daud tampil dengan keyakinan ada kekuatan yang lebih besar dari pada kekuatan musuhnya. Itulah kuasa TUHAN. Demikian pula ketika Daud berhasil mengalahkan orang-orang Filistin, ia menyakini TUHANlah yang berperan di balik kemenangannya. Daud mendapat mandat kuasa dari TUHAN demikian juga secara otomatis kemuliaan mengikutinya.

Siapa yang tidak menginginkan kejayaan, kuasa, dihormati dan dimuliakan? Banyak orang merindukan kejayaan, kuasa, hormat dan kemuliaan. Namun, tidak banyak yang menempuhnya seperti yang dijalani Daud pada masa kejayaannya. Seringnya yang terjadi mengunakan cara-cara kotor dan keji yang penting dapat menikmati kuasa dan orang tunduk kepadanya. Marilah kita cermati dengan bijak. Bisa saja seseorang menggapai kuasa, kehormatan dan ditakuti orang dengan menghalalkan pelbagai cara. Tetapi lihatlah pada ujungnya! Apakah di kemudian hari ia akan benar-benar dihormati dan dimuliakan? Ataukah malah sebaliknya, akan dikenang sebagai orang yang serakah dan musuh bagi kemanusiaan. Pada zamannya, Herodes, Nero, Hitler, dan yang seperti mereka begitu dihormati dan ditakuti. Untuk mencapainya, tangan mereka berlumuran darah. Namun, di kemudian hari, sejarah mencatat hampir tidak ada orang yang menaruh hormat, simpati dan memuliakan mereka.

Pada zamannya, Herodes banyak disanjung dan ditakuti orang. Mungkin saja pada waktu itu orang akan lebih gemetar mendengar nama Herodes ketimbang Yohanes Pembaptis. Namun, kita dapat melihat hampir dipastikan tidak ada orang tua yang memberi nama anaknya dengan Herodes. Sedangkan, nama Yohanes tidak terhitung jumlahnya. Saat ini, walaupun Yohanes menjadi korban pemenggalan Herodes lantaran dengan berani ia menegur perbuatan asusila Herodes dan Herodias. Namun, jelas nama Yohanes jauh lebih mulia dari pada nama Herodes! Jadi, kemuliaan sejatinya bukan diperoleh dengan cara yang bertentangan dengan Sang Empunya kemuliaan sesungguhnya. Kehormatan dan kemuliaan pada dasarnya akan datang dengan sendirinya jika kita bergaul karib dengan Sang Mahakuasa dan Mahamulia itu. Kemuliaan yang sesungguhnya hanya diperoleh ketika kita “mendekatkan diri” pada Raja Kemuliaan itu. Siapakah dia yang boleh mendekat kepada Sang Raja Kemuliaan? Mazmur 24, mengajarkan kepada kita:

“Orang yang bersih tanganya dan murni hatinya,
                Yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mz.24:4)

“Orang yang bersih tangannya,…” artinya: Tidak melakukan tindakan kejahatan apalagi menumpahkan darah orang yang tidak bersalah demi menggapai ambisinya. Orang yang bersih tangannya adalah orang yang tidak ikut campur dalam persekongkolan jahat. Melainkan yang menjaga tangannya tetap bersih dengan mengerjakan kehendak Allah.

“…dan murni hatinya,” Dalam salah satu ucapan bahagia, Yesus mengatakan; “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Matius 5:8). Hati yang suci atau murni adalah hati yang tidak bercampur dengan motivasi-motivasi buruk dalam melakukan tindakan kebajikan. Hati yang tidak didominasi keserakahan namun dikuasai oleh cinta kasih Allah. Biasanya, orang yang mempunyai hati yang murni akan mempunyai integritas, apa yang diucapkan itulah juga apa yang dilakukan. Bukan sebaliknya, lain di mulut, lain di hati.

…yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan,…” Mengapa seseorang melakukan tipu daya terhadap sesamanya? Tidak lain adalah untuk mewujudkan ambisi yang lahir dari sikap egoisme. Penipuan lahir karena pembiaran hati nurani yang dikuasai oleh keserakahan dan nafsu duniawi. TUHAN menghendaki kita menjadi orang yang jujur dan tulus dan bukan penipu!

“...dan yang tidak bersumpah palsu.” Untuk apa manusia melakukan sumpah? Biasanya agar dapat dipercaya. Sejatinya, setiap orang tidak perlu bersumpah demi apa pun juga kalau dalam hidupnya menunjukan integritas. Di balik sumpah juga sering terjadi ucapan sia-sia, apalagi membawa-bawa nama TUHAN.

Kepada kualifikasi orang-orang yang seperti inilah, TUHAN memberikan janji-Nya, “Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia. (Mazmur 24:5). Jadi perhatikanlah tangan dan perbuatan kita agar tetap mengerjakan apa yang baik, jagalah agar hati selalu bersih dan jangan menipu serta bersumpah palsu, maka dengan sendirinya kemuliaan itu akan mengikuti kita! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar