Kamis
Putih 2015
Ingatan seorang Nasrani akan segera tersambung
dengan peristiwa Perjamuan Malam Terakhir Yesus bersama dengan para murid-Nya,
manaka mendengar kata atau kalimat “Roti yang terpecah dan anggur yang
tercurah.” Betapa tidak, bagian kalimat inilah yang selalu ada dalam pelbagai
formula Sakramen Perjamuan Kudus. Gereja pada umumnya sudah terbiasa merujuk
Perjamuan Malam Terakhir itu sebagai landasan perayaan Perjamuan Kudus sampai
saat sekarang.
Kalimat “Roti yang terpecah dan anggur yang
tercurah” merupakan ucapan Yesus yang ditujukan untuk diri-Nya, bahwa tubuh-Nya
akan terpecah dan darah-Nya akan tercurah mengalir di kayu salib sebagai kurban
penebusan dosa bagi umat manusia. Gereja mengingat dan merayakannya dengan
Perjamuan Kudus. Roti yang dipecahkan dan air anggur yang dicurahkan dalam perayaan
Perjamuan Kudus, tidaklah mengalami perubahan (roti menjadi tubuh Yesus dan air
anggur menjadi darah-Nya, transubstansiasi.
Atau di dalam roti dan air anggur ada tubuh dan darah Yesus, konsubstansiasi) roti tetap roti dan air
anggur tetap air anggur. Namun, kita meyakininya dalam iman bahwa Yesus Kristus
berkenan hadir. Maka dari itu Perjamuan Kudus merupan tanda dan meterai dari
kasih Allah di dalam pengurbanan Anak-Nya, Yesus Kristus yang begitu teramat
agung.
Berbeda dari catatan Injil sinoptik (Matius,
Markus, Lukas) yang menetapkan Perjamuan Malam Terakhir Yesus sebagai Perjamuan
Paskah, karena di sana dikatakan bahwa sore hari ketika Yesus disalibkan
mendahului Sabat (diperkirakan tanggal 15) terjadi antara Kamis sore sampai
Jumat sore, oleh karena itu dalam Injil sinoptik, perjamuan malam, pengadilan
samapai kematian Yesus terjadi pada tanggal 15 Nisan, yakni hari Raya Paskah.
Pesan utamanya, Yesuslah Sang Anak Domba Paskah!
Yohanes memberi informasi berbeda. Perjamuan
Yesus dengan para murid-Nya terjadi sebelum Paskah. Penyaliban dan kematian
Yesus terjadi tanggal 14 Nisan dan pemakaman Yesus terjadi menjelang Paskah,
yakni pada hari persiapan untuk perayaan Paskah (Yoh.19:42). Kalau dikatakan
bahwa perjamuan Yesus bersama dengan murid-murid-Nya ini adalah perjamuan
Paskah, secara kronologis hal itu tidaklah mungkin. Mengapa? Karena saat
orang-orang merayakan Paskah (15 Nisan), Yesus sudah ada di dalam kubur.
Konsekuensinya, perjamuan malam itu bukanlah sebuah perjamuan Paskah. (Sumber:
Eko Riyadi, Pr, Yohanes: Firman Menjadi
Manusia).
Dalam narasinya (Yohanes 13:1-17), Yohanes
tidak mengisahkan Yesus menyebutkan kalimat tema kita (Roti yang terpecah dan
anggur yang tercurah). Pun, tidak mengisahkan tentang pemecahan roti dan
penuangan anggur, yang kemudian dibagikan kepada para murid. Yohanes lebih suka
menyoroti Yesus membasuh kaki para murid. Meskipun Yesus tidak menyebutkan
eksplisit bahwa diri-Nya Roti yang terpecah dan anggur yang tercurah, namun
nanti akan kita lihat bahwa tindakan simbolis pembasuhan kaki dan kemudian
persitiwa penyaliban itu mengokohkan kepada kita bahwa Dialah yang melakukannya
baik simbolik maupun kenyataannya.
Adegan pembasuhan kaki oleh Yesus kepada
murid-murid-Nya menjadi menarik oleh karena ada dialog panjang antara Yesus dan
Petrus. Bisa saja Yohanes menggunakan sosok Petrus yang mewakili para murid
bahkan kita untuk menjelaskan tentang makna di balik pembasuhan kaki itu.
Inilah saat-saat terakhir Yesus bersama para
murid-Nya, Ia ingin meninggalkan pesan mendalam. Layaknya seorang yang akan
meninggal memberikan sebuah wangsit atau wasiat. Ketika itu, dalam perjamuan
malam itu, Yesus bangkit dan menanggalakan jubah-Nya. Jubah betapapun
sederhananya, merupakan simbol keagungan bagi yang memakainya. Menanggalakan-Nya
berarti bersedia menanggalakan keagungan-Nya. Ganti dari jubah, Yesus
mengenakan kain lenan dan mengikatkan pada pinggang-Nya. Ia membasuh kaki
murid-murid-Nya satu per satu dan menyekanya dengan kain lenan itu. Ia kini
mengambil peran seorang hamba atau tepatnya budak! Percis seperti narasi Paulus
dalam Filipi 2.
Perlu dicatat, tindakan Yesus membasuh kaki
para murid merupakan tindakan atau pekerjaan budak. Namun, yang membedakan
Yesus dari budak adalah bahwa Yesus membasuh kaki para murid itu setelah mereka
mengadakan perjamuan. Sedangkan para budak membasuh kaki sebelum para undangan
itu mengadakan perjamuan. Tentulah seseorang yang diundang ke sebuah perjamuan
pasti sudah mandi dan berdandan. Sedangkan, kaki mereka harus dibasuh lagi oleh
karena perjalanan menuju tempat perjamuan itu membuat kaki mereka kotor oleh
debu dan tanah. Yesus menegaskan bahwa tindakan pembasuhan itu bukan sebatas
tindakan budak. Ia menjelaskan bahwa tindakan-Nya adalah tindakan Guru dan
Tuhan.
Bagaimana reaksi Petrus atas tindakan Yesus
ini? Ia menolak! Penolakkan ini terjadi atas kesadaran siapa dirinya dan siapa
Yesus. Petrus merasa tidak layak untuk dibasuh. Sepintas sikap Petrus ini perlu
diacungkan jempol; murid yang tahu tata krama. Namun, di mata Yesus, Petrus,
barangkali semua murid dan kita juga kalau ada di sana, tidak mengerti apa yang
sedang dilakukan oleh Yesus. Yesus kemudian menjawab keberatan Petrus, bahwa
saat ini memang ia belum mengerti tindakan-Nya. Hal ini baru akan dimengerti
kemudian hari.
Namun kini, reaksi Petrus semakin keras
menolak, “Engkau tidak akan membasuh
kakiku sampai selama-lamanya.” Bagaimana reaksi Yesus? Yesus dengan tegas
mengultimatum Petrus, “Jika Aku tidak
membasuh engkau, engkau tidak akan mendapat bagian di dalam Aku.”(Yoh.13:8b).
Mendengar jawaban Yesus, Petrus meminta dirinya tidak sekedar dibasuh tetapi
juga disiram di kepala. Jelas ini pun ketidakmengertian Petrus. Petrus belum
mengerti tindakan pembasuhan kaki itu.
Lalu kalau demikian apa maksudnya dengan
perkataan Yesus, ““Jika Aku tidak
membasuh engkau, engkau tidak akan mendapat bagian di dalam Aku.”? Ungkapan
ini adalah ungkapan dalam bahasa Semit. Kata-kata Yesus itu tidak pertama-tama
menyatakan relasi personal, tetapi kesatuan (solideritas) dalam nasib dua
orang. Kalimat itu mengandung pengertian: hanya dengan menjadikan diri-Nya
sebagai hamba bagi murid-murid-Nya, Yesus dapat masuk ke dalam kemuliaan dan
membawa mereka untuk ambil bagian di dalamnya. Yesus menginginkan para murid
juga mendapatkan kemuliaan yang sama. Untuk itu, tidak ada jalan lain selain
mengikuti teladan-Nya. “mendapat bagian
dalam Yesus” berarti bersedia melakukan apa yang dilakukan Yesus!
Kaki merupakan bagian yang terendah dalam anatomi tubuh manusia. Untuk
bagian yang terbawah itu, Yesus membungkukkan diri dan membasuh! “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan
katamu itu tepat.” Guru dan Tuhan
menyatakan jenis dan relasi yang terbangun antara para murid dan Yesus. Yesus
adalah Guru sehingga mereka datang mengikuti Yesus untuk mendengarkan
pengajaran-Nya. Sebagai seorang Guru, Yesus memiliki otoritas atas mereka. Oleh
karena itu, Yesus adalah tuan bagi mereka. Baik Guru maupun tuan menunjukkan
bahwa Yesus ada di atas mereka. Yesus yang ada di atas mereka, telah
menanggalkan jubah-Nya Ia mengerjakan pekerjaan budak, yakni membasuh kaki!
Lebih jauh, setelah peristiwa perjamuan malam,
kemudian Yesus ditangkap dan sesudah itu dilakukan penghakiman rekayasa. Ia di
fitnah, dituduhkan rupa-rupa dakwaan berat, dihina, disesah dan akhirnya mati
di salibkan di bukit Golgota. Di situlah kemudian kita mengerti bahwa apa yang
diperbuat-Nya bukan hanya sebatas tindakan simbolik belaka. Tubuh-Nya bagai
roti yang terpecah dan darah-Nya bagai anggur yang tercurah! Bukan untuk
diri-Nya sendiri melainkan untuk pendamaian dosa dunia.
Jika Gereja dan orang-orang Kristen meneruskan
tradisi pembasuhan kaki tentu hal itu baik. Namun, Yesus tidak menghendaki-Nya
hanya sebatas simbolik belaka.Jika saban perayaan Perjamuan Kudus ada roti yang
dipecah-pecahkan dan anggur yang dicurahkan, itu pun tidak hanya bermakna
simbolik. Gereja kita menyebutnya bukan simbol tetapi tanda dan meterai, lebih
jauh persekutuan dengan tubuh dan darah Tuhan. Jadi mestinya, semangat melayani
dan merendahkan diri mutlak harus ada dalam diri setiap pengikut-Nya!
Yesus menginginkan para murid-Nya mempunyai karakter kerendahan hati,
pelayanan dan kasih. Pembasuhan kaki oleh Yesus sendiri disebut sebagai sebuah
“teladan” atau contoh. Artinya, pembasuhan kaki itu merupakan sebuah cara hidup
yang harus dilaksanakan oleh para murid dalam relasi mereka satu dengan yang
lain. Pembasuhan kaki bukan soal meniru tindakan Yesus, melainkan soal
melakukan apa yang telah dilakukan Yesus: kerendahan hati, pelayanan dan kasih
itu. Ini sebenarnya apa yang kemudian Yesus sebutkan sebagai sebuah perintah
baru. Tidak ada sebelumnya,
seorang manusia pun yang melakukan seperti Yesus. Kualifikasi integritas cara
hidup Yesuslah yang membuat kasih itu nyata-nyata baru. Cara hidup seperti
inilah yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya murid Yesus.
Sudahkah kerendahan hati itu menjadi karakter kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar