Jumat, 11 Januari 2013

JUJUR TERHADAP KETIDAKTAHUAN

“Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya,
orang yang berpengertian berkepala dingin.”
Amsal 17:27

Suatu ketika Konfusius berjalan menuju ke negeri Qi. Di perjalanan ia melihat ada dua orang anak sedang terlibat dalam perdebatan seru. Hal ini menarik perhatiannya. Ia memutuskan berhenti dan ikut terlibat dalam percakapan itu. Zi Lu, salah seorang muridnya terheran-heran, mengapa sang guru tertarik dengan perdebatan anak kecil. “Apanya yang menarik, celotehan anak-anak!” gerutu Zi Lu dalam hati.

Rupanya Konfusius merasakan ketidaknyamanan si murid. “Kita tidak boleh membedakan antara anak-anak dan orang dewasa dalam menguasai ilmu pengetahuan,” Konfusius bergumam,” Ada kalanya, logika yang diutarakan oleh anak-anak jauh lebih baik dan orsinil dari pada celotehan orang dewasa!” Zi Lu, tidak lagi mampu menjawab gurunya.

Konfusius menyambangi kedua anak itu, “Saya Kong Qiu, aya tertarik dengan pembicaraan kalian, bolehkah saya ikut dalam pembicaraan kalian?” Pinta Konfusius.

“Oh..ternyata kamu Konfusius yang terkenal itu. Kami mendengar bahwa Anda adalah orang yang sangat pandai, kaya akan ilmu pengetahuan dan hikmat. Baiklah, kami mohon agar Anda dapat menjadi juri untuk menilai siapa yang benar dan siapa yang salah di antara kami.” Kata kedua anak tersebut. Konfusius menjawab, “Tidak usah terburu-buru, satu per satu silahkan bicara!”

“Begini,” kata anak yang pertama, “Kami sedang berdebat, kapan matahari berada pada jarak terdekat dengan bumi. Saya berpendapat bahwa matahari berada pada jarak yang terdekat dengan bumi itu pada waktu pagi hari. Sedangkan teman saya ini berpendapat, jarak terdekat matahari dengan bumi itu pada waktu siang hari. Coba menurut Anda, siapa yang benar?”

Konfusius mengernyitkan kepalanya, tanda ia berpikir serius. “Masalah ini belum pernah terpikirkan oleh saya, “jawabnya, “saya tidak mau memutuskan dengan sembarangan. Sekarang saya minta alasan kalian meyakini kebenaran itu!”

Anak pertama menjawab, “Anda lihat, matahari di waktu pagi, kita lihat besar dan bulat. Tetapi sampai siang hari, apalagi tengah hari, matahari menjadi semakin kecil. Semua juga tahu, benda yang dekat akan terlihat besar, sedangkan benda yang jauh akant terlihat besar!”

Anak kedua tidak mau kalah, “Begini, Pak Konfusius, dia ini bicara tidak benar! Faktanya matahari di waktu pagi terasa sejuk, sedikit pun tidak panas. Nah, menjelang siang hari mulai memanas. Dan sampai tengah hari begitu panasnya seperti air mendidih. Itu pasti karena matahari, benda panas itu sedang berada dalam posisi terdekat dengan bumi! Bukankah hal ini sudah cukup untuk membuktikannya? Jelas yang dia katakan itu tidak benar!”

Selesai menceritakan argumen masing-masing, kedua anak kecil ini menatap penuh harap kepada Konfusius, mereka berkata, “Sekarang coba katakan, menurutmu siapa yang benar dan siapa yang salah!”

Konfusius merasa dirinya berada dalam kesulitan. Dia berpikir berulang kali. Anak-anak ini mempunyai logikanya masing-masing, kebenarannya masing-masing. Sangat sulit untuk mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Karena itu dengan jujur ia berkata, “Pertanyaan ini tidak bisa aku jawab, lain kali aku akan memohon kepada orang yang lebih berpengetahuan, baru kemudian menjawab pertanyaan kalian.”

Kedua anak itu tertawa terbahak-bahak, lalu mereka berkata, “Semua orang mengatakan bahwa engkau adalah orang pandai dan berhikmat, Konfusius itu orang suci! Tetapi nyatanya engkau tidak bisa menjawab dan memutuskan apa yang kami persoalkan!” Puas berkata demikian, kedua anak itu balik badan dan berlari pergi.

Kepergian kedua anak itu menyisakan perasaan tidak nyaman pada Zi Lu, “Guru, seharusnya engkau menjawab sembarangan saja, dengan demikian tidak ditertawakan oleh anak kecil!”

Konfusius berkata, “Tidak, jika kita tidak jujur dan mengatakan ‘tidak tahu’ , bagaimana bisa mendengar logika yang menarik ini. Saat belajar dan menuntut ilmu, kalau tahu katakan tahu, namun kalau tidak tahu, ya katakan tidak tahu. Hanya dengan sikap jujurlah kita bisa mempelajari ilmu pengetahuan yang sesungguhnya!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar