Jumat, 19 Agustus 2011

MEMAKNAI HIDUP DENGAN TAAT DAN SETIA BERKARYA BAGI TUHAN


Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Oktober 1968 di  Olympic Stadium, Mexico City. Lomba Marathon dalam rangka Olimpiade musim panas tahun 1968. Saat itu hari sudah mulai gelap, pertanda sudah sore menjelang malam. Telah lama berlalu sorak sorai penonton menyambut sang juara. Telah hilang gegap-gempita gemuruh stadion. Tak ada lagi kilatan lampu bliz dari para wartawan. Telah usai juga prosesi pengalungan medali juara. Para penonton pun akan beranjak meninggalkan stadion.

Namun, sesaat kemudian, bunyi sirene mobil polisi lambat-laun semakin keras terdengar. Semakin dekat dan mulai memasuki stadion. Di depan mobil polisi tersebut, tampak seorang atlet berlari dengan susah payah. Kakinya terlihat pincang dan berdarah. Namun ia tetap berlari. Apa gerangan yang terjadi dengan pelari ini? Sebelumnya, pada awal perlombaan lari marathon tersebut, terjadi tabrakan fatal dengan pelari lain. Ia diminta berhenti karena lukanya yang cukup parah dan berceceran darah. Namun ia tidak mau, ia tetap berlari menuju garis akhir finish.

Adalah John Stephen Akhwari, seorang pelari marathon dari Tanzania, yang sangat diharapkan oleh negaranya untuk meraih medali, hari itu memasuki finish sebagai pelari terakhir. Tepatnya nomor 57 dari 74 pelari marathon yang mengikuti lomba tersebut. Banyak wartawan dan penonton yang bertanya kepadanya, “Mengapa ia tidak berhenti berlari ketika terluka di awal pertandingan?” Inilah jawabannya.

“My country did not send me 7000 mil to Mexico City just to start the race. They sent me to finish.”
(“Negara saya tidak mengirim saya 7000 mil ke mexico city hanya untuk memulai pertandingan, mereka mengirim saya untuk menyelesaikannya.)

Saat ini nama akhwari diabadikan sebagai John Stephen Akhwari Atletic Fondation, organisasi yang memberikan dukungan kepada dunia atletik di Tanzania. Akhwari kemudian menjadi duta olimpiade pada tahun 2008.

Banyak orang seperti wartawan dan penonton yang menyarankan John Stephen Akhwari untuk berhenti saja. Bukankah keadaan luka dan dipastikan tidak akan menang dalam pertandingan itu adalah jelas dan logis untuk tidak terus berlari! Mengapa pula harus diteruskan? Akhwari berbeda dari kebanyakan orang. Ia tahu visi dan misi yang harus diembannya. Menyelesaikan pertandingan!

Kisah pelayanan Yesus juga bak pertandingan. Yesus tahu benar visi dan misi yang diembannya yakni menunaikan tugas Bapa-Nya hingga tuntas. Tugas itu tidak mudah, Ia harus mengalami penolakan, hinaan bahkan penderitaan dan kematian. Dia tahu benar arah yang harus dituju, yakni kematian! Matius 16:21 mencatat, Yesus memberitahukan kepada para murid-Nya bahwa diri-Nya harus pergi ke Yerusalem untuk menanggung banyak penderitaan bahkan akhirnya dibunuh.

Ibarat penonton yang menyarankan berhenti melanjutkan pertandingan marathon kepada Akhwari. Petrus meminta Yesus menghentikan tugas panggilan-Nya. Petrus menegor Yesus agar semuanya itu tidak terjadi (Matius 16:22). Bagaimana respon Yesus menanggapi tegoran Petrus: Enyahlah engkau Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat.16:23).

Bukankah apa yang terjadi dengan wartawan, penonton dan Petrus sering kita alami. Manakala kesulitan, rintangan dan penderitaan menghadang dapat mengaburkan ketaataan dan kesetian dalam mengerjakan tugas panggilan sebagai murid-murid Tuhan. Ada banyak orang semula menggebu-gebu melayani dan mau melakukan apa saja, namun ketika ia mengalami “luka” (bisa karena penderitaan, sakit fisik atau sakit hati), ia memutuskan untuk mengakhiri dan berhenti!

Apa yang membuat Akhwari terus berlari dalam kondisi luka dan tak mungkin memenangkan pertandingan? Jawabannya sangat jelas seperti yang ia ucapkan. Akhwari mengerti visi dan misinya sebagai atlet dan duta bagi negaranya. Ia mencoba melaksanakan visi dan misi itu sebagai sebuah tindakan nyata, meski ia tahu resiko yang harus dialaminya.

Apa yang membuat Yesus dapat menuntaskan tugas panggilan-Nya? Semua pasti tahu jawabannya: Ketaatan kepada Sang Bapa! Ia mengenal betul visi dan misi Sang Bapa. Dan Ia mau melaksanakannya dengan ketaatan total.

Lalu buat kita, apa yang memampukan Anda dan saya dapat mengerjakan tugas panggilan sebagai murid Yesus? Jawabannya sederhana: Sebagai murid, belajarlah pada Sang Guru Agung, yakni Yesus. Lalu belajar melaksanakannya. Dan Yesus mengatakan untuk dapat menjadi murid yang baik, maka kata-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib, dan mengikut Aku.”(Mat.16:24).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar