Paskah III, 2011 (Lukas 24:13-35)
Pagi ini ketika membaca Kompas (6 Mei 2011) dengan head line ,”Pendidikan Pancasila Dihapuskan, Nilai-nilai Toleransi ditinggalkan”, lalu melihat kenyataan yang ada di negeri ini ada banyak radikalisme yang menjual agama, teror atas nama agama. Sadisme menjadi lakon utama yang menjadi dominan dibicarakan. Kesepakatan-kesepakatan ekonomi ASEAN yang tidak lagi memihak kalangan menengah ke bawah padahal mereka merupakan populasi yang paling banyak di negeri ini. Kaum buruh yang tidak jelas hari depannya. Pekerja migran yang dipulangkan dengan perut buncit karena hamil dan menggendong balita yang tidak jelas siapa bapaknya. Di manakah hari depan yang cerah? Akan ke manakah arah negeri ini? Jawaban yang tepat mungkin ke arah “matahari terbenam”, kehancuran dan kebinasaan. Saat ini banyak orang yang sedang menuju ke sana. Matahari terbenam adalah gambaran pesimistis, ketiadaan pengharapan dan kematian.
Dunia dan seisinya yang awalnya diciptakan oleh Sang Khaliq dengan teramat baik ini, satu per satu spesiesnya punah. Pemanasan global yang dipicu oleh keserakahan manusia dalam mengekspoitasi alam kian mempercepat kerusakan bumi ini. Berbagai bencana terjadi. Bumi menuju ke arah matahari terbenam! Sangat mungkin kita pun saat ini berada di tengah-tengah orang yang menuju ke arah matahari terbenam.
Berjalan ke arah “matahari tenggelam”, itulah yang dialami oleh Kleopas dan temannya. Gambaran yang tepat disajikan oleh Lukas untuk menceritakan dua orang murid yang kehilangan asa. Emaus terletak di sebelah barat Yerusalem. Matahari sedang terbenam, arah itulah yang dituju oleh Kleopas dan temannya. Arah yang menggambarkan keadaan jiwa mereka. Sinar matahari senja begitu menyilaukan mata mereka adalah alasan bagi mereka untuk tidak mengenali sosok yang berjalan bersama mereka. Namun, apakah karena sinar mentari itu mereka tidak mengenali suara Yesus? Ataukah suara Yesus yang bangkit kini sudah berubah dari yang biasanya? Mestinya tidak! Yang membuat mereka tidak lagi mengenali Yesus tampaknya adalah karena pengharapan mereka terhadap Yesus yang tidak terpenuhi. Kleopas dan temannya mengaku dengan jujur, “Padahal kami dahulu mengharapakan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.” Kalimat ini adalah ungkapan pengharapan yang sudah mati.
“Padahal aku dahulu berharap…….” Kalimat ini juga sering kita ungkapkan ketika kita mengalami kekecewaan baik terhadap sesama maupun terhadap Tuhan. Kleopas dan temannya adalah gambaran kita. Manakala keinginan terpenuhi, mengikut Yesus bukanlah perkara yang sulit. Namun, ketika tiba saatnya pergumulan datang dan apa yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginan hati, kita pun menjadi kecewa, marah dan bahkan putus asa. Manusia yang diliputi oleh amarah dan kekecewaan membuatnya “buta”, tidak dapat melihat hal yang baik apalagi rencana Tuhan meskipun itu ada di depan mata. Buta terhadap Tuhan membuat manusia melakukan apa saja yang menjadi ambisinya. Buta terhadap rancangan Tuhan memastikan manusia menuju jalan “matahari terbenam”.
Dalam cerita dua orang murid menuju ke Emaus ini, ternyata Yesus tidak membiarkan mereka larut di dalam kekecewaan. Yesus menuntun mereka lewat dialog, sehingga hati mereka mulai bersemangat lagi. Kini keputusan ada pada mereka, apakah akan “melepas” Yesus pergi atau mereka mengundang-Nya. Murid-murid itu mendesak Yesus agar mau tinggal bersama mereka. Barulah mereka menyadari siapa yang sedang bercakap-cakap dengan meeka itu. Mereka segera mengenaliNya ketika Yesus duduk makan: mengambil roti, memecahkannya dan mengucap berkat. Pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang bangkit inilah yang membuat mereka sekarang berubah. Langkah mereka yang semula menuju ke arah matahari terbenam, kini mereka berbalik arah ke arah matahari terbit, ke Yerusalem!
Kisah perjalanan dua orang murid ke Emaus ini adalah pembelajaran tentang Yesus yang bangkit mengubah arah kehidupan manusia. Arah para murid yang menjauh dari Yerusalem, menghindar dari tugas panggilan seorang murid karena kekecewaan, setelah berjumpa dengan Yesus maka kini mereka berbalik. Nah, apakah peristiwa kebangkitan Kristus itu juga menginspirasi kita untuk berubah. Berubah dari cara hidup lama yang menuju ke arah “matahari terbenam”, kesia-siaan dan kebinasaan kepada cara hidup baru yakni ke “arah matahari terbit”, yang mendatangkan syalom dan kehidupan.
Perubahan terjadi pada diri murid-murid bukan hanya dalam tataran kognitif atau pengetahuan saja. Dengan ilmu pengetahuan yang memadai tidak otomatis seseorang dapat berubah. Banyak contoh tokoh-tokoh yang berilmu pengetahuan tinggi namun prilakunya menuju ke arah “matahari terbenam”. Ilmunya dipakai untuk kepuasannya sendiri. Secara kognitif, para murid tahu benar tentang guru mereka yang harus menderita sengsara, mati dan bangkit pada hari yang ketiga. Dan kabar kebangkitan itu telah mereka dengar. Tetapi toh mereka belum percaya dan tergerak serta berubah. Jadi apa yang mengubah mereka? Jawabannya pengalaman langsung bersama Yesus yang bangkit, itulah perjumpaan.
Ketika kebangkitan hanya diperdebatkan sebatas wacana, hasilnya dapat kita duga: pertikaian dan pengelompokan. Kebangkitan Yesus tidak akan memberi arti apa-apa dalam diri manusia jika manusia itu tidak memberi dirinya untuk mengalami perjumpaan. Dan perjumpaan tidak akan membawa perubahan jika manusia itu tidak membuka hatinya. Jika kita mengalami kebangkitan bersama-sama Yesus, mau tak mau arah hidup kita berubah. Berubah dari menuju arah “matahari terbenam” menuju ke arah “matahari terbit”, berubah dari kematian kepada kehidupan.
Negeri ini membutuhkan manusia-manusia yang telah berubah orientasi hidupnya. Ada banyak kekacauan, radikalisme, sadisme, penderitaan, bencana alam maupun bencana kemanusiaan yang semuanya menuju kepada kematian. Tuhan menciptakan kehidupan bukan kematian. Di sinilah peran serta orang-orang percaya yang telah mengalami kebangkitan. Kebangkitan tidak harus dinantikan di seberang kematian raga. Tetapi kinilah saatnya setiap orang yang mengimani Yesus bangkit membuktikan arah perubahan hidupnya, tidak lagi mementingkan kenyamanan diri sendiri tetapi berbagi dengan sesama, membangun kehidupan. Karena Yesus bangkit juga untuk memulihkan kehiupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar