Jumat, 20 Februari 2015

DIBAPTIS DAN DICOBAI AGAR SIAP MEMBERITAKAN INJIL


Minggu Prapaskah 1 ,2015
 
Dongeng menjelang tidur selalu saja ada yang membekas. Kisah-kisah pewayangan Mahabarata dan Ramayana yang meluncur dari mulut papa sering menghantar tidur kami. Tidak banyak cerita pewayangan yang dapat dihapal dengan baik. Namun, sebagian besar pesan moralnya masih terngiang. Sampai saat ini kisah jagoan si otot kawat balung wesi rasanya tidak pernah lupa. Kisah ini menjadi salah satu pavorit saya, kisah Gatotkaca, alias Bhimasuta atau Tetuka, si “otot kawat balung wesi” itu. Ia putera dari salah satu pendekar Pandawa, Bima dan ibunya Arimbi. Sesuai dengan julukannya, Gatotkaca mempunyai kesaktian mandraguna, sebelum manusia bisa terbang dengan pesawat, ia sudah bisa terbang tanpa sayap.



Tetuka diasuh di alam khayangan oleh Narada. Narada sendiri sedang menghadapi lawan yang cukup tangguh, yakni Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket yang diutus untuk melamar bidadari Batari Supraba. Katotkaca dihadapkan sebagai lawan Sekipu oleh Batara Narada. Sekipu kewalahan, semakin dihajar justeru Tetuka semakin kuat. Gemblengan Narada tidak sebatas menghadapkan Tetuka menjadi lawan Sekipu, selanjutnya ia menceburkan Tetuka ke kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa, kawah mendidih dan berbau belerang. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah itu.



Beberapa waktu kemudian, Tetuka muncul ke permukaan dengan penampilan berbeda. Kini, ia telah menjadi lelaki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur menjadi satu dengan tubuhnya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu menyusul ke kahyangan untuk memotong taring Tetuka serta menyuruhnya menghilangkan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, dan sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan gemlengan Kawah Candradimuka dan perlengkapan pakaian pusaka Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona. Selanjutnya, Gatotkaca membantu Pandawa dalam menghadapi peperangan melawan Kurawa dan berhasil membunuh beribu-ribu pasukan Kurawa sampai akhirnya ia gugur di tangan Kubakarna. Ia gugur sekaligus menyelamatkan nyawa pamannya, Arjuna!



Yesus Kristus jelas bukan Gatotkaca. Namun, ada hal yang mirip. Sebelum memasuki “medan perang”, Yesus pun digemleng dalam “Kawah Candradimuka”. Ketika Yesus akan memulai kiprahnya dalam menjalankan misi Bapa, yakni memberitakan Injil Kerajaan Allah, Ia memulai dengan suatu perjalanan panjang, kurang-lebih seratus kilometer, dari Nazaret, kampung halaman-Nya ke tanah Galilea ke sungai Yordan. Ia ditempa di sana. Meski tidak berdosa, Ia solider dengan keberdosaan manusia. Ia menceburkan diri, dibaptis dan ikut dalam gerakan moral pertobatan! Setelah itu, dilanjutkan dengan tempaan yang lebih dasyat di padang gurun. Bila Tetuka selalu diawasi oleh Narada dan para dewa yang kemudian memberikan senjata-senjata pusaka, Yesus seorang diri menahan panas terik dan dinginnya malam gurun pasir gersang tanpa makanan dan minuman. “Ia berada di sana di antara binatang-binatang liar…”(Markus 1:13b). Padang gurun menggambarkan ketandusan, godaan, pencobaan, kesukaran, bahaya dan kejahatan.



Benar, sebelum memasuki padang gurun, dalam baptisan-Nya ada sebuah “pengakuan dan penegasan” dari Yang Mahatinggi. Hal ini menjadi sebuah persiapan yang pertama dan utama. Penegasan bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Ia diutus untuk memberitakan kabar keselamatan kepada dunia.  Pengakuan dan penegasan bahwa Yesus adalah Anak Allah tidak membebaskan diri-Nya luput dari gemblengan dan tempaan yang mahadasyat. Pencobaan tersebut juga menunjukkan bahwa “jalan” yang akan ditempuh oleh Yesus dalam memberitakan Injil bukanlah jalan yang mudah. Justeru, semakin tidak mudahnya jalan yang akan ditempuh seseorang, maka semakin serius persiapan yang harus dilakukan sebelum perjalanan itu dimulai. Ketika kita akan mengadakan perjalanan juah dengan bahaya dan resiko besar, maka persiapannya pasti berbeda dengan ketika kita akan berangkat ke kantor atau ke sekolah. Pemberitaan Injil jelas bukan masalah sepele, bukan main-main maka persiapannya pun tidak bisa asal-asalan. Yesus akan menemukan berbagai macam kesulitan dalam tugas yang harus diemban-Nya. Namun, hal menarik dari semua “persiapan” berat yang dijalani oleh Yesus adalah persiapan itu sendiri sudah menjadi sebuah pemberitaan kabar sukacita: kuasa Iblis sudah dikalahkan!



Setiap keberhasilan tentulah harus melalui proses yang tidak mudah. Ada tempaan dan gemblengan. Semakin berat gemblengan yang diterima seseorang maka akan semakin kuat ia menghadapi pelbagai-bagai tantangan kehidupan. Kita menempa anak-anak kita, mereka harus disiplin, belajar, bersekolah dan membiasakan hal-hal yang baik dan benar oleh karena tidak ingin anak-anak kita menjadi pecundang. Kita mengharapkan mereka berhasil dalam hidup bukan hanya materi tetapi karakter dan spiritualitasnya. Belajar dari kisah Yesus dicobai di padang gurun, maka tidak mustahil setiap orang yang percaya tidak terlepas dari pencobaan itu. Orang Kristen tidak imun dari pencobaan, bahkan bisa jadi pencobaan yang Tuhan ijinkan akan lebih berat dari pada orang lain. Jika demikian bagaimanakah menghadapinya? Tidak ada jalan lain, kecuali belajar dari apa yang Yesus lakukan.



Hubungan Yesus dengan Bapa-Nya begitu intim, sangat dekat, bukan hanya simbolik. Baptisan yang diterima-Nya jelas bukanlah hanya sekedar simbol. Setelah baptisan-Nya, Ia mengalami pemurnian di padang gurun. Kita dapat menghadapi pelbagai-bagai pencobaan bukan hanya dengan kiasan simboloik. Itu tidak cukup! Baptisan jelas adalah tindakan simbolik, pada dirinya tidak mengandung kekuatan apa-apa, hanya sebuah tindakan jasmani. Petrus mengatakan, “Juga kamu diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan – maksudnya bukan untuk membersihkan kenajizan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah – oleh kebangkitan Yesus Kristus,..”(I Petrus 3:21). Baptisan yang kita terima juga adalah tindakan simbolik. Namun, melalui itu  seharusnya ada dorongan yang kuat dalam diri kita untuk memunculkan sebuah tekad memurnikan hati di hadapan Allah. Semakin dekat dan bergantung kepada-Nya!



Hari ini mungkin Anda bertanya, “Koq setelah saya ikut Yesus, dibaptiskan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, masalah tidak kunjung reda. Beban terasa begitu berat dan menyesakkan dada. Apakah Allah lupa terhadap janji-Nya? Tidak! Allah tidak pernah lupa terhadap janji-Nya. Jangan mudah menyerah, pandanglah dari sisi positif bahwa setiap pergumulan dan pencobaan yang tampaknya begitu berat, itu pertanda bahwa Tuhan tidak main-main dengan rencana-Nya dalam hidup Anda. Ada rancangan yang besar yang sedang dirajut-Nya buat Anda. Bisa jadi – melalui Anda – Tuhan berencana agar Injil-Nya tersentuh oleh banyak orang. Ada orang-orang di sekitar Anda yang melihat bahwa tangan kuasa-Nya begitu besar. Yakin dan percayalah bahwa sejak semula kuasa Iblis sudah dikalahkan. Hanya sekarang fokuslah kepada Tuhan, pasti Ia akan bertindak dan tidak membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan Anda! Setelah selesai itu semua maka Anda akan melihat pelangi yang indah seperti Nabi Nuh dan keluarganya melihat busur membentang berwarna-warni sangat indah setelah air bah usai!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar