Jumat, 12 Desember 2014

PEMBERITA YANG RENDAH HATI


 Adven III, Tahun B

Entah pencitraan demi popularitas atau memang kenyataan sebenarnya, kini begitu banyak terungkap menyeruak ke ruang publik berita-berita tentang kapal-kapal asing pencuri ikan yang ditangkap, beberapa di antaranya sudah ditenggelamkan, meski kita berharap bukan hanya kapal-kapal cere saja yang diperlakukan seperti itu. Kita juga menyaksikan kong kali kong mafia-mafia minyak dan gas satu demi satu terungkap. Kemudian praktek-praktek kemewahan para pejabat masa lalu yang dilawan dengan kesederhanaan mengembalikan rapat-rapat dari hotel-hotel mewah ke kantor atau gedung pemerintahan yang semestinya. Sekali lagi, moga bukan sekedar berita tebar pesona pencitraan.

Tepat sekali, negeri ini memerlukan “revolusi mental”. Kebobrokan yang berpuluh-pulh tahun ditutupi kini nyata-nyata terlihat, praktek-praktek keji korupsi, penyelewengan kekuasaan, penindasan dalam segala bentuk, kekerasan demi kekerasan, pengrusakan lingkungan, dan seabreg lagi kebobrokan moral yang kalau diurai satu-persatu kita akan kehabisan waktu untuk membicarakannya, hanya bisa diatasi dengan revolusi mental. Sebab semua yang disebutkan tadi adalah buah dari mentalitas yang rusak. Yohanes memakai kata “bertobat!”

Mengapa Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan? Pada zamannya, di negerinya, sedang terjadi krisis identitas nasional. Ajaran nenek moyang dan kepercayaan turun-temurun bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah semakin jauh dari kenyataan. Pada kenyataannya, Israel tidak lebih baik dari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Bahkan, dalam beberapa hal jauh lebih biadab. Mereka berpikir bahwa yang terpenting adalah memelihara kultus di Bait Allah itu yang akan membawa mereka dimuliakan Allah, kehidupan moralitas adalah perkara yang berbeda dan tidak akan menghilangkan status umat pilihan. Sementara di sisi lain begitu banyak rakyat miskin yang tertindas, orang semakin kecewa dan apatis. Mereka semakin merasa sebagai mangsa kekuatan-kekuatan yang menghimpit mereka sebagai umat Tuhan. Harapan satu-satunya adalah kembali kepada janji-janji Allah tentang munculnya Sang Mesias; Dia yang diurapi yang akan membawa perubahan radikal.

Di situlah Yohanes bersuara lantang agar umat kembali kepada jalan yang benar; bertobat! Ibarat oase di padang gurun gersang, Yohanes menjadi tumpuan harapan orang-orang pencari kebenaran. Dengan gayanya yang eksentrik dan perkataan tanpa tedeng aling-aling, tanpa takut dan dengan sekejap saja, Yohanes telah menjadi populer. Ada banyak orang datang kepadanya. Namun, mereka yang datang itu belum tentu mau belajar darinya. Bisa jadi mereka datang dengan angan-angan mereka sendiri. Angan-angan itu terbukti dengan spontan mereka menyebutnya Mesias, Elia dan salah seorang nabi yang akan datang. Namun, Yohanes tidak mau meninabobokan angan-angan mereka dan kemudian mengambil keuntungan dari popularitas yang sedang naik daun itu sebagai sebuah kesempatan untuk membesarkan dirinya.

Di tengah-tengah kerumunan masa yang memaksanya mengungkapkan siapa dirinya, ia mengatakan, “Aku bukan Mesias, bukan Elia, atau nabi yang akan datang!”. Yohanes bersaksi bahwa ia bukanlah Sang Mesias itu. Sangat mungkin masyarakat melihat gaya, penampilan dan orasinya memenuhi cici-ciri kemesiasan. Bukankah ini kesempatan berharga dan langka kalau Yohanes mengiayakan saja pernyataan mereka dan dampaknya ia akan disanjung. Namun, ia tidak mengambil kesempatan itu. Yohanes tegas mengatakan bahwa dirinya bukan Mesias, itu artinya ia bukan orang yang dinantikan kedatangannya untuk memulihkan umat ke dalam kondisi yang semestinya.

Yohanes menyatakan bahwa ia juga bukan Elia, seorang nabi besar yang diangkat Allah ke sorga dan dipercaya akan datang kembali menjelang akhir zaman. Bukankah ini juga sebuah kesempatan buat Yohanes untuk mendapat penghormatan sebagai nabi besar setara Elia, gaya berpakaian, cara hidup dan kharisma Elia itu melekat pada dirinya. Namun, dengan tegas ia mengatakan bahwa dirinya bukan Elia. Karena ia tidak membawa pesan bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Yang ia beritakan Mesias sudah datang!. Ia juga menolak disebut sebagai nabi yang akan datang, sebab iapada waktu itu orang-orang meyakin bahwa seorang nabi akan datang mendahului akhir zaman. Yohanes merasa tidak dalam kapasitasnya itu.

Setelah sederetan penyangkalan itu, Yohanes menyatakan jati dirinya. Ia menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang berseru-seru di padang gurun. Ia tampil sebagai penggenapan dari nubuat Yesaya 40:3. Yohanes hanyalah seorang utusan, seorang yang memberitakan martyria, yaitu kesaksian mengenai siapa Mesias sebenarnya. Mesias yang sedang datang itu. Yang diharapkannya adalam setiap orang yang mendengar kesaksiannya itu datang kepadaNya. Kebesaran hati Yohanes terlihat di sini: ia tidak berupaya agar orang-orang yang tertarik dan datang kepadanya menjadi loyalis atau pengikut setianya. Namun, ia menunjukkan arah sebenarnya yang harus diikuti oleh para pendengarnya. Yohanes berbeda dari kebanyakan rabi atau guru Yahudi yang bangga kalau banyak pengikutnya. Ia sadar akan tugas yang diembannya, tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi: sebagai seorang pembuka jalan yang menghantar orang kepada Mesias yang sesungguhnya itu.

Yohanes menyatakan dirinya tidak lebih dari seorang hamba. Pada bagian selanjutnya, mereka yang tidak puas dengan jawaban Yohanes menggugatnya, “Mengapa engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?” Yohanes menjawab, “Aku membaptis mereka dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” (Yohanes 1:25-27). Membuka tali kasut adalah pekerjaan seorang budak. Pada zaman itu, seorang murid terbiasa untuk menyediakan makanan, mencucikan pakai dan menyediakan semua yang diperlukan oleh gurunya. Namun, tidak dalam hal membuka tali kasut. Itu pekerjaan budak! Yohanes yang sudah kondang dan begitu dihormati, ia menempatkan dirinya sebagai budak! Yohanes merndahkan diri, namun tidak rendah diri.

Banyak orang tergoda untuk mengambil lebih atau mengurangi mandat yang dipercayakan kepadanya. Tujuannya, untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri. Pada Minggu Adven ke-3 ini kita belajar dari kerendahan hati Yohanes Pembaptis. Yohanes, dalam tugasnya mempunyai kesempatan namun tidak digunakannya untuk kepentingan sendiri. Yohanes menempatkan diri sebagai budak agar orang banyak datang kepada Sang Mesias. Seringnya yang terjadi ada banyak orang menempatkan diri sebagai tuan sehingga orang banyak menjadi terhalang untuk sampai kepada Tuan yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar